Jumat, Januari 24, 2025
No menu items!

Makna, Tanggung Jawab, dan Etika di Balik Gelar Gus

Menggunakan sebutan "Gus" tanpa hak adalah tindakan yang kurang etis dan tidak menghormati nilai-nilai tradisi pesantren.

Must Read

JAKARTAMU.COM | Nasihat untuk seseorang yang menggunakan sebutan “Gus” tanpa dasar yang benar, seperti bukan anak kiai atau tidak memiliki kaitan dengan pesantren, sebaiknya diberikan dengan bijak agar mereka memahami makna dan tanggung jawab di balik gelar tersebut.

Berikut adalah nasihat yang relevan:

  1. Memahami Makna dan Tanggung Jawab Sebutan “Gus”
    Sebutan “Gus” bukan sekadar gelar kehormatan, tetapi mengandung tanggung jawab besar karena identik dengan keturunan kiai yang memiliki peran penting dalam membimbing umat. Menggunakan sebutan ini tanpa dasar dapat menimbulkan kesalahpahaman dan mengaburkan nilai-nilai yang diwakilinya.
  2. Menghormati Tradisi Pesantren
    Tradisi pemberian gelar “Gus” merupakan bagian dari budaya pesantren yang kaya akan nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal. Menggunakannya tanpa hak dapat dianggap tidak menghormati tradisi ini dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap gelar tersebut.
  3. Kejujuran dan Integritas
    Islam sangat menekankan kejujuran dan integritas. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim)

Menggunakan gelar “Gus” tanpa dasar yang sah bisa dianggap sebagai bentuk penipuan atau ketidakjujuran, yang tentunya bertentangan dengan ajaran Islam.

  1. Menghindari Fitnah dan Kebingungan Masyarakat
    Penggunaan gelar yang tidak semestinya dapat menimbulkan fitnah dan kebingungan di tengah masyarakat. Orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang menyebut dirinya “Gus” memiliki latar belakang keagamaan tertentu yang sebenarnya tidak dimiliki. Ini bisa merusak kepercayaan dan mengganggu keharmonisan sosial.
  2. Menjaga Nama Baik Keluarga Kiai
    Bagi keluarga kiai, gelar “Gus” adalah bagian dari identitas yang dihormati. Penggunaan yang tidak semestinya dapat mencemarkan nama baik keluarga kiai dan pesantren. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kesucian gelar ini agar tetap dihormati dan tidak disalahgunakan.
  3. Menempuh Jalan Ilmu dan Adab
    Sebagai seorang Muslim, menempuh jalan ilmu dengan adab yang benar lebih utama daripada mengejar gelar atau sebutan. Gelar tanpa substansi ilmu dan adab hanya akan menjadi hiasan kosong. Al-Qur’an berpesan:

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Kesimpulan

Menggunakan sebutan “Gus” tanpa hak adalah tindakan yang kurang etis dan tidak menghormati nilai-nilai tradisi pesantren. Sebaiknya, setiap orang memahami posisi dan tanggung jawabnya dalam masyarakat, serta berusaha untuk meraih kehormatan melalui jalan ilmu, amal sholeh, dan integritas.

|  Dwi Taufan Hidayat, Penasihat Takmir Mushala Al-Ikhlas Desa Bergas Kidul Kabupaten Semarang

Transformasi Masjid: Mengembalikan Peran Sosial Kemanusiaan

MASJID pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin sebagaimana diketahui memiliki fungsi yang sangat luas. Meskipun dibangun sebagai tempat bersujud,...

More Articles Like This