Senin, Maret 3, 2025
No menu items!

Makna Taubat Nasuha: Pendapat Kalangan Salaf, Termasuk Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Taubat yang diperintahkan agar dilakukan oleh kaum mukminin adalah taubat nasuha (yang semurni-murninya) seperti disebut dalam Al Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (QS. at-Tahrim: 8)

Kemudian apa makna taubat nasuha itu.

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: “artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya.”

Sedangkan nasuha adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Seperti kata syakuur dan shabuur, sebagai bentuk hiperbolik dari syakir dan shabir. Dan terma “n-sh-h” dalam bahasa Arab bermakna: bersih.

Dikatakan dalam bahasa Arab: “nashaha al ‘asal” jika madu itu murni, tidak mengandung campuran. Sedangkan kesungguhan dalam bertaubat adalah seperti kesungguhan dalam beribadah.

Dan dalam bermusyawarah, an-nush itu bermakna: membersihkannya dari penipuan, kekurangan dan kerusakan, dan menjaganya dalam kondisi yang paling sempurna. An nush-h (asli) adalah lawan kata al-gisysy-(palsu).

Pendapat Kalangan Salaf

Pendapat kalangan salaf berbeda-beda dalam mendefinisikan hakikat taubat nasuha itu. Hingga Imam Al Qurthubi dalam tafsinrya menyebut ada dua puluh tiga pendapat. Namun sebenarnya pengertian aslinya hanyalah satu, tetapi masing-masing orang mengungkapkan kondisi masing-masing, atau juga dengan melihat suatu unsur atau lainnya.

Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas’ud serta Ubay bin Ka’b r.a. bahwa pengertian taubat nasuha: adalah seseorang yang bertaubat dari dosanya dan ia tidak melakukan dosa itu lagi, seperti susu tidak kembali ke payudara hewan.

Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dengan marfu’: taubat dari dosa adalah: ia bertaubat darinya (suatu dosa itu) kemudian ia tidak mengulanginya lagi.” Sanadnya adalah dha’if. Dan mauquf lebih tepat, seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir.

Hasan Al Bashri berkata: taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.

Al Kulabi berkata: Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.

Sa’id bin Musayyab berkata: taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian sendiri.

Kelompok pertama menjadikan kata nasuha itu dengan makna maf’ul (objek) yaitu orang yang taubat itu bersih dan tidak tercemari kotoran. Maknanya adalah, ia dibersihkan, seperti kata raquubah dan haluubah yang berarti dikendarai dan diperah. Atau juga dengan makna fa’il (subjek), yang bermakna: yang menasihati, seperti khaalisah dan shaadiqah.

Muhammad bin Ka’b al Qurazhi berkata: taubat itu diungkapkan oleh empat hal: beristighfar dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk.

Ustadz Syaeful Ajak Jamaah Kikis Sifat Khianah untuk Tingkatkan Kesadaran Hamba Allah

JAKARTAMU.COM -- Pada kegiatan malam ke-3 Ramadhan 1446 H di Masjid At Taqwa, PCM Matraman, Kayumanis Jakarta Timur; Tausiyah...

More Articles Like This