Kamis, November 21, 2024
No menu items!

Meester Roem, Republik Indonesia, dan Muhammadiyah

Pada 1984, Roem mendapat Bintang Mahaputera Adipradana dari pemerintah Orde Baru, yang pernah menolaknya menjadi Ketua Umum Parmusi.

Must Read

MEESTER Roem adalah nama yang terkenal pada Pernyataan Van Roijen – Roem (Roem – Roijen Statement, 7 Mei 1949). Lengkapnya Mr. Mohammad Roem (16 Mei 1908 – 24 September 1983).

Berkat upaya diplomasi, antara lain kesepakatan Belanda – Van Roijen dan RI – Mohamad Roem Mei 1949 yang dieksekusi 6 Juli 1949 dan sejalan bersama perjuangan militer, khususnya Serangan Umum 1 Maret 1949, maka Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.

Pada 6 Juli 1949 itulah, Bung Karno, Bung Hatta, H Agus Salim, Mr Mohamad Roem, Syahrir dan lainnya mengakhiri pembuangan di Bangka. Mereka Kembali ke ibu kota RI Yogjakarta, bersiap menghadapi Konferensi Meja Bundar 23 Agustus – 2 November 1949 di Den Haag yang diketuai Mohamad Hatta, dengan para anggota antara lain Mr Soepomo dan Mr Mohammad Roem.

Pada 27 Desember 1949  berlangsung upacara penyerahan dan atau pengakuan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat di Amsterdam Haag PKL 10.00 antara  Ratu Juliana – Belanda dan Mohamad Hatta – RI S. Sementara di Indonesia, penyerahan dilakukan WTM Lovink, Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda  kepada Sultan Hamengkubuwono IX yang didampingi Mohamad Roem mewakili RIS.

Delapan dulan kemudian, tepatnya 17 Agustus 1950, bubarlah RIS menjadi NKRI berkat Mosi Integral Natsir – Masyumi didukung seluruh fraksi di parlemen. Sebelumnya negara-negara federal boneka Van Mook rontok membubarkan diri sejak Januari 1950 – hingga menjelang 17 Agustus 1950.

Mr Roem dan Natsir dari Masyumi, bersama Sultan Hamengkubuwono, Ir Djuanda, Profesor Soepomo, Mr Wilopo dari PNI, plus IJ Kasimo – Partai Katholik dan Mr  Tambunan – Partai Kristen Indonesia yang berpuncak pada Mohamad Hatta, adalah pemimpin administrators bagi keberlangsungan Indonesia yang mendampingi gaya Bung Karno sebagai solidarity maker  (Herbert Feith – dalam studi kemunduran pemerintahan konstitusional 1950-an).

Baca juga: Prawoto Mangkusasmito: Tak Kenal Menyerah

Mr Roem menindaklanjuti upaya diplomasi RI yang dimulai sejak Perjanjian Linggarjati , November 1946. Menyusul diplomasi ke  Timur Tengah (Agus Salim, Dt Pamuncak, Rasyidi, AR Baswedan 1946-1947) menghasilkan pengakuan de facto dan dejure 6 negara Timur Tengah yang dipelopori Mesir.

Syahrir, Agus Salim,  Soemitro Djojohadikusumo, LN Palar, Sujatmoko, Sudarpo di bawah jasa baik Komite Tiga Negara (Australia, Belgia dan Amerika Serikat) sebagai tindak lanjut perjanjian Renville setelah agresi militer Belanda 1 Juli 1947, membawa masalah Indonesia versus Belanda  ke Dewan Keamanan PBB. Perjanjian Renville sendiri menyisakan wilayah RI tinggal sedaun kelor (Surakarta, Jogjakarta, Kedu, Madiun sampai Kediri plus Banten, Sumatera Barat, dan Aceh).

Didahului aksi milter enam jam di Kota Yogyakarta, muncul  Roem – Roijen Statement Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949. Tim diplomasi Syahrir dan kawan-kawan di Dewan Keamanan PBB dilanjutkan Roem – Roijen Roem. KMB melaksanakan persidangan lebih dari 90 kali selama 3,5 tahun (1946-1949).

Oleh karena itu, jelas bahwa  NKRI bukan hanya ditegakkan melalui perjuangan militer semata,  namun diiringi perjuangan diplomasi Mohamad Roem dan Masyumi secara aktif. Seakan dua sisi mata uang yang sama, perjuangan militer dan diplomasi saling menunjang kemerdekaan RI sejak 1945-1950.

Itulah sekiranya. Kabinet RI pertama di zaman parlementer dengan konstitusi sebagai panglima menempatkan  M Natsir sebagai Perdana Menteri (1950-1951) dan Mohamad  Roem didudukkan sebagai Menteri Luar Negeri. Roem lalu menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Wilopo dengan wakil Masyumi yakni Prawoto Mangkusasmito (1951-1952). Pasca Pemilu 1955, Mohamad Roem menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Ali Sastroamijoyo II (1956-1958).

Buta Maritim, Namarin Kritik Erick Thohir Angkat Heru sebagai Dirut ASDP

JAKARTAMU.COM | Kabar mengejutkan datang dari industri maritim nasional. Pada Selasa, 19 November 2024 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir...

More Articles Like This