Kamis, November 21, 2024
No menu items!

Membangun Sinergi Kebersamaan Perspektif Muhammadiyah (6)

Must Read

| Oleh: Drs. SM Hasyir Alaydrus, S.Sos., MM

Integrasi Sosial di Lingkungan Multikultural

Salah satu ciri umum dalam bangun integrasi sosial yang selama ini dilakukan persyarikatan Muhammadiyah, adalah untuk terjangkaunya penyampaian pesan-pesan da’wah hingga ke lingkungan multikultural. Ciri ini telah terakui dalam sejarah bangsa penghuni kepulauan nusantara yang terdiri dari beragam suku, ras, agama, kepercayaam dengan diikuti dinamika kebudayaan dan tradisi masing-masing.

Alqur-an dan Sunnah Nabi Saw, menjadi sumber dasar operasionalisasi amal usaha-amal usaha Muhammadiyah. Hal ini berlangsug sejak persyarikatan didirikan pada 18 November 1912. Alqur-an dan Sunnah, telah pula menginspirasi mulai dari Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan hingga silih bergantinya sosok-sosok kepemimipan persyarikatan dari masa ke masa.

Sedangkan integrasi sosial berciri khas Muhammadiyah itu, diperkenalkan secara berkelanjutan. Dari satu generasi ke generasi berikutnya; Antara lain, ketika perekrutan dan penguatan anggota persyarikatan mengikuti ragam kegaitan perkaderan.

Sekali pun sistem integrasi sosial gaya Muhammadiyah selama ini yang lebih menonjol untuk memurnikan ajaran Islam, namun keberadaan strata masyarakat di kepulauan nusantara, terlebih kalangan kaum muslim, dipandang penting untuk disadarkan. Pasalnya, kalangan kaum muslim telah menjadi korban ketidak-adilan melalui kebijakan-kebijakan, antara lain pada saat diterapkan oleh pemerintah kolonial yang menjajah negeri kepulauan nusantara.

Akibat ketidak-adilan penerapan kebijakan, mayoritas kaum muslim tertinggal ilmu pengetahuannya mau pun hal berkaitan dengan perekonomian. Akibatnya lagi, banyak kalangan muslim terjebak pada prilaku ibadah dan amaliah yang bercampur-aduk dengan ajaran-ajaran selain Islam; Di dapati pula amaliah yang bersifat tahayul, bid’ah dan churafat (baca: khurafat, dan kemudian disingkat TBC).

Keberpihakan Muhammadiyah terhadap kaum lemah (anak yatim dan fakir miskin) sebagaimana terilhami Surat Al Ma’un, telah menjadi bukti faktual dalam realitas kehidupan sosial di tanah air. Sejarah telah mencatat, keberpihakan Muhammadiyah tersebut dimaksudkan untuk mengangkat derajat kaum lemah, termasuk para pengamal TBC, agar tumbuh kesadaran serta menjadi insan yang lebih berdaya dan mandiri.

Faktor pemberantasan TBC dan upaya untuk meningkatkan derajat insani, pada kenyataannya, telah menjadi bagian bidang garap Muhammadiyah. Spesifikasi bidang garap ini, telah menumbuhkan daya kreasi warga persyarikatan dengan membentuk beragam amal usaha sebagai penunjang kemandirian; Dalam rancang bangun yang memiliki tujuan: agar gerakan organisasi lebih konsen meningkatkan derajat insani yang berkelanjutan.

Mencermati dinamika seperti diurai di atas, jelaslah integrasi sosial secara skunder merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan sekaligus menunjukkan tentang adanya sumber daya manusia (SDM) yang serta di dalam lingkungan organisasi sebagai penggeraknya.

Maka, secara otomatis terpapar juga bahwa kegiatan-kegiatan berjenis perkomunikasian bercirikan Muhammadiyah, dapat pula dipastikan, selama seabad lebih telah berjalan menyertai dinamika organisasi dalam melintasi zaman hingga eksistensinya dapat pula disaksian bahkan dikaji serta dianalisis bersama.

| Berlanjut: Membangun Sinergi Kebersamaan Perspektif Muhammadiyah (7)

Buta Maritim, Namarin Kritik Erick Thohir Angkat Heru sebagai Dirut ASDP

JAKARTAMU.COM | Kabar mengejutkan datang dari industri maritim nasional. Pada Selasa, 19 November 2024 lalu, Menteri BUMN Erick Thohir...

More Articles Like This