BEBERAPA minggu yang lalu saya menyambangi salah satu Kantor Urusan Agama (KUA) di Jakarta Timur. Kepada kepala KUA saya bertanya tentang kewenangan dan legalitas sertifikat mualaf atau surat keterangan masuk Islam yang dikeluarkan masjid atau yayasan Islam.
Kepala KUA mengatakan memang hal tersebut tidak ada aturannya. Namun untuk perubahan data, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tetap meminta surat dari KUA setempat.
Penulis juga ingat sebuah kejadian ketika ada orang tua mendatangi tokoh agama/buya. Kebetulan dia ketua masjid di tempat tinggal saya. Orang tua tersebut meminta kepada Sang Buya untuk mengislamkan calon mantunya.
Alangkah terkejutnya orang tua itu ketika Sang Buya ternyata menolak keinginannya untuk mengislamkan calon mantunya itu.
Buya itu berkata, “Silahkan belajar Islam dulu, minimal tiga bulan, ngaji dulu. Bisa ngaji Qur’an , faham fiqh dasar, bisa salat yang baik, paham halal haram. Kalau sudah belajar dan yakin, baru datang kepada saya lagi.”
Sekalipun memeluk agama Islam itu sangat mudah, namun ada baiknya ditempuh prosedur yang sistematis agar diperoleh performa yang optimal. Sebagian besar nonmuslim yang menjadi mualaf menurut sejauh teramati karena dorongan ingin menikah.
Beragama merupakan hak bagi setiap manusia sebagai wujud kesadaran diri. Siapa pun tidak boleh memaksakan agama kepada orang lain. Sungguh amat naif jika seseorang melakukan peribadatan tanpa didasari keyakinan dan keikhlasan karena keterpaksaan psikologis, moral maupun material.
Orang yang akan mengarungi keyakinan baru haruslah memahami prinsip-prinsip ajarannya. Sebab ajaran merupakan pedoman hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Adalah mustahil apabila seseorang menentukan pilihan suatu ajaran, sedang ia sendiri tidak mengetahui tentang ajaran itu.
Untuk mengenal Islam sebagai pedoman hidup tentu harus menyediakan waktu yang cukup dan sarana penunjang yang memadai. Walaupun sekarang ini sudah banyak masjid yang dikelola dengan manajemen yang sudah baik, program-programnya pun sudah lumayan lancar, tetapi masih jarang yang mempunyai program pembinaan mualaf secara khusus.
Pengurus atau takmir masjid yang telah memiliki fasilitas dan dana yang memadai perlu mencoba membuat program pembinaan kepada para mualaf secara fokus dan berkelanjutan. Minimal satu kecamatan ada masjid yang melaksanakan program tersebut.
Program tersebut dapat namakan dengan Baitul Arqam Mualaf. Satu Angkatan maksimal 10 orang mualaf. Waktu pelaksanaannya bisa setiap Sabtu dan Ahad selama satu bulan, tiga jam setiap hari untuk tatap muka. Fastabiqul khairaat.