BANTUL, JAKARTAMU.COM | Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pleret, bekerja sama dengan Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), menggelar Pelatihan Penulisan Jurnalistik, Sabtu (26/4/2025). Ketua PCM Pleret, Muh. Fatkul Mubin, antusias saat membuka acara. Ia paham benar bahwa di era digital ini, keberhasilan sekolah tak cukup diukur lewat angka kelulusan atau akreditasi semata.
Menurut Fatkul, setiap sekolah Muhammadiyah, sekecil apa pun, memiliki potensi untuk membesar. Kuncinya terletak pada bagaimana mengemas kisah mereka menjadi berita yang hidup.
“Program unggulan saja tidak cukup. Kalau tidak dipromosikan dengan baik, siapa yang tahu?” ujar Fatkul.
Di tengah sesi, suara dari layar Zoom menggema. Haidir Fitra Siagian, doktor jurnalistik dari UIN Alauddin Makassar, tampil membedah dunia media dari sudut pandang Islam. Ia tak hanya bicara tentang teknik menulis, tapi juga menggali kedalaman makna jurnalistik Islami. “Menyampaikan berita itu ibadah,” katanya.
Ia mengutip Surat Al-Hujurat ayat 6—sebuah peringatan keras bagi siapa saja yang menyebarkan informasi tanpa verifikasi. Dalam logika Haidir, berita bukan sekadar kabar, melainkan bagian dari dakwah. Media harus menjadi pelita yang menerangi, bukan obor yang membakar.
Materi Haidir mengalir dari prinsip verifikasi ke peran media massa sebagai alat kontrol sosial. “Media harus berani mengkritik, tapi dengan cara yang konstruktif,” ujarnya. Ia juga mengurai bagaimana memilih medium: cetak, elektronik, atau digital, tergantung pada siapa yang ingin dijangkau.
Pada sesi tanya jawab, seorang peserta mengangkat tangan. Ia bertanya, bagaimana mempromosikan sekolah yang belum punya banyak prestasi? Haidir tersenyum, lalu menjawab dengan bijak: “Ceritakan yang manusiawi. Guru yang mengabdi tanpa pamrih, siswa yang berjuang melawan keterbatasan, program sederhana yang mengubah hidup. Publik menyukai kisah yang tulus.”
Ia menambahkan, membangun citra bukan perkara sekali dua kali. Konsistensi, kata Haidir, adalah mantra yang harus dipegang. “Ulangi, kabarkan lagi, dan lagi. Biarkan publik melihat bahwa sekolah itu bertumbuh,” tuturnya.
Pelatihan hari itu tidak hanya menawarkan keterampilan teknis, melainkan juga mengubah cara pandang para peserta. Mereka kini melihat media bukan semata alat promosi, melainkan juga senjata untuk memperjuangkan nilai—nilai keadilan, kebenaran, dan pendidikan.
Kegiatan pelatihan ini akan berlanjut dengan sesi praktik. Para peserta akan turun tangan untuk menulis, menyunting, hingga menyimulasikan publikasi di berbagai platform.