Dewasa itu…
Ketika kita berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain, di situlah kita mulai memahami makna dari keunikan yang Allah berikan kepada setiap insan. Perbandingan hanya akan membawa kita pada rasa iri dan hasad, yang mana kedua hal itu adalah penyakit hati yang harus kita jauhi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain” (Surat An-Nisa: 32)
Kedewasaan itu…
Ketika kita berdamai dengan diri sendiri, menerima kelemahan dan kekurangan sebagai bagian dari proses menuju kebaikan. Seperti pepatah, “Menerima adalah langkah awal untuk berubah.” Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
“Barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.“
Dewasa itu…
Ketika kita bisa membedakan antara ‘butuh’ dan ‘ingin’, dan mampu melepaskan keinginan yang tidak perlu. Dunia ini penuh dengan godaan yang tampak indah, tetapi sesungguhnya hanyalah ujian. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan (sebenarnya) adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dewasa itu…
Ketika kita berhenti berpikir bahwa kebahagiaan berasal dari materi. Kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati yang hanya bisa didapatkan melalui kedekatan dengan Allah. Allah berfirman:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Surat Ar-Ra’d: 28)
Kedewasaan itu…
Ketika kita berhenti berusaha mengubah orang lain dan mulai fokus memperbaiki diri sendiri. Betapa sering kita lupa bahwa diri kita adalah prioritas pertama dalam perubahan. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Surat Ar-Ra’d: 11)
Dewasa itu…
Ketika kita menerima orang lain apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka. Inilah hakikat ukhuwah Islamiyah, mencintai saudara kita sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dewasa itu…
Ketika kita memahami bahwa setiap orang memiliki pemikiran dan pendapat sendiri. Ini adalah bentuk penghargaan terhadap perbedaan, dan dari sanalah kita belajar tentang kebesaran Allah yang menciptakan manusia dengan akal dan hati yang berbeda-beda. Allah berfirman:
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
“Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (Surat Al-Hujurat: 13)
Dewasa itu…
Ketika kita belajar untuk melepaskan. Tidak semua yang kita inginkan harus kita miliki, dan tidak semua yang kita miliki harus kita pertahankan. Allah mengajarkan kita untuk bersabar dan berserah diri pada takdir-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَى وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barang siapa ridha, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya, dan barang siapa murka, maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya.” (HR. Tirmidzi)
Semoga kita semua bisa menapaki jalan kedewasaan dengan senantiasa berpegang teguh pada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Aamiin. (Dwi Taufan Hidayat)