SAYA cukup lama mengamati rekan rekan LDII atau Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Kalau ada anggota jemaah mereka wafat, semua diurus antarmereka. Jika ada anggota jemaah yg wafat mau diurus oleh keluarganya tapi keluarganya belum masuk anggota (bai’at) LDII, itu tidak bisa. Mereka punya tim pemulasaraan jenazah khusus.
Satu perbuatan yang mulia dan hampir dilupakan dari benak kita adalah pemulasaraan jenazah. Memang kerap dianggap remeh, tapi ini Fardhu Kifayah. Siapa sangka, tak sembarang orang bisa menjadi petugas pemulasaraan jenazah. Harus punya kompetensi khusus.
Apalagi pemandi jenazah perempuan, sudah jarang. Hampir tidak ada dari Gen Z.
Sebagai contoh yang kami temui di tempat kami tinggal semuanya berumur di atas 50 tahun. Tidak ada perempuan pemandi jenazah yang berumur 25 tahun atau di bawahnya.
Sebenarnya di lingkungan Muhammadiyah, Madrasah Muhammadiyah dan Pondok Pesantren Muhammadiyah sudah melatih kompetensi tersebut kepada para siswa/i dan santri-santri watinya di sekolah, madrasah maupun Pondok Pesantren.
Pemulasaraan jenazah salah satu pelajaran wajib dan diujikan di berbagai tingkatan pada setiap ujian sekolah, madrasah maupun di pondok pesantren.
Proses perawatan jenazah yang meliputi kegiatan memandikan, mengafani kepercayaan yang dianut sebelum jenazah di makamkan. Tujuannya adalah agar si mayat dapat ditangani sesuai prosedur kesehatan dan syariat agama yang dianutnya
Yang terjadi hari ini adalah, tidak mudah mencari petugas pemulasaraan, terutama untuk jenazah perempuan dan pemandi jenazah yang berkompetensi memandikan sesuai syariat Islam plus kemampuan pemulasaraan jenazah berpenyakit berbahaya dan menular.
Jalan keluarnya adalah, mari kita memotivasi secara terus menerus dan menanamkan semangat keberanian kepada para siswa/i Muhammadiyah, santri/santriwati, ketika mereka lulus nanti untuk dapat memandikan jenazah jika ada yang wafat. Minimal di keluarga atau lingkungan rumah masing masing. Dengan begitu tidak perlu memanggil orang lain untuk jasa pemulasaraan jenazah swasta yang berbayar.
Menggiatkan lebih maksimal kembali program-program di PRM dan PRA dalam rangka syiar dakwah untuk sama sama gotong-royong jika ada tetangga di lingkungan, itu yang memandikan adalah terutama dari ibu-ibu Aisyiyah dan rekan rekan muda NA dari gen z
Untuk rekan rekan KOKAM, sepertinya kompetensi dasar KOKAM juga harus ada standarnya. KOKAM mesti sudah siap jadi badal Imam salat jika imam tidak ada. Mesti siap jadi badal khatib jika khatib berhalangan. Mesti punya kompetensi juleha (juru sembelih halal) ia yangg menjadi juru sembelih di masjid masjid Muhammadiyah. Amal usaha Muhammadiyah atau AUM saat Idul Kurban dan juga standby menjadi penyelenggara jenazah saat ada warga di lingkungannya ada yang meninggal dunia.
Tampaknya perlu dipertimbangkan kegiatan pembekalan khusus AIKA di kampus kampus Muhammadiyah (jika belum ada) bagi calon sarjana sebelum wisuda, diberikan pembekalan praktik pemulasaraan jenazah dan diklat juru sembelih halal. Kalau perlu ada program magang asisten pemulasaraan di RS Islam terdekat.(*)