DUNIA pendidikan Indonesia kembali berduka. ARO, bocah kelas 3 SDN Jayamukti, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, meninggal diduga akibat perundungan oleh kakak kelasnya. Namun bukan kasus ini yang hendak dibahas, melainkan sikap Pj Bupati Subang Imran terhadap fenomena perundungan atau kekerasan di sekolah.
Sebagaimana ditulis berbagai media, Imran mengatakan kalau terjadi perundungan alias bullying di wilayahnya, dia tidak akan segan untuk memecat sang kepala sekolah. Pelakunya akan dipindahkan dan dilarang ada di Subang.
Pemerintah Kabupaten Subang memiliki prinsip tegas: anti-bullying. Jika ada perundungan terjadi, kepala sekolah akan saya copot atau siswa yang terlibat akan dipindahkan. Tidak boleh ada lagi kasus seperti ini di Subang. Begitu yang ditegaskan Imran.
Baca juga: Uang Damai: Barang Lama yang Dianggap Sudah Jadi Budaya
Pertanyaannya, selesaikah masalah dengan cara Bupati Imran? Yang mesti disadari adalah kasus yang melibatkan anak di bawah umur tidaklah sama dengan pidana umum. Karena itu penanganannya tidak boleh disamakan dengan pidana umum.
Lantaran terduga pelaku yang masih berusia di bawah 12 tahun, peradilan akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11/2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65/ 2015.
Masih ingat kasus Abdul Qodir Jaelani alias Dul Jaelani? Anak pentolan grup Dewa 19 itu pernah terlibat dalam kecelakaan maut yang menewaskan 7 orang pada 2013. Ketika itu, usia Dul Jaelani 13 tahun.
Setelah proses hukum berjalan, walaupun vonis bersalah kepada Dul, majelis hakim dalam putusannya mengembalikan Dul kepada orang tuanya. Ahmad Dhani berjanji menanggung biaya rumah sakit, perawatan, dan pemakaman untuk korban meninggal, serta biaya pendidikan anak para korban hingga perguruan tinggi.
Pada 2017, pelaku kelas VI SD Muhammadiyah 56 Tanah Abang Jakarta Pusat, sempat dibawa ke kantor polisi dan ditempatkan ke Panti Rehabilitasi Anak Berkonflik Hukum (ABH) Kemensos Bambu Apus Jakarta Timur. Tetapi skhirnya siswa tersebut dikembalikan pembinaannya di bawah asuhan orang tua.
Tentu tidak ada yang melarang kita boleh bahwa proses penegakan hukum lewat jalur pidana tampak tak berjalan tidak optimal. Tetapi memang begitulah kenyataannya. Kegagalan pidana menyelesaikan permasalahan di masyarakat melahirkan ilmu kriminologi.
Baca juga: Silaturahim PWNA Jakarta dengan Hidayat Nur Wahid: Sinergi untuk Perubahan
Pernyataan Pj Bupati Imran untuk memindahkan anak pelaku perundungan bukanlah sikap yang tepat. Mengeluarkan anak pelaku perundungan dari sekolah bukan solusi.
Perundungan merupakan musibah. Pola pembiasaan dan pembinaan karakter yang sudah masif dan sistematis ternyata masih belum cukup mampu meredam aksi-aksi perundungan. Pengelolaan Sekolah Ramah Anak (SRA) ke depan merupakan agenda yang sangat strategis untuk dilaksanakan.
Kriteria SRA jangan hanya sekolah tersebut mencatatkan nol perundungan. Lebih dari itu mesti juga digali fakta berapa banyak ABH dapat diajak kembali ke jalan yang penuh kasih sayang.
Sepaka bahwa anak pelaku perundungan harus mendapatkan ”sanksi” peringatan sekaligus bimbingan konseling secara intensif bersama dengan keluarga. Namun patut dicatat bahwa anak pelaku perundungan sebenarnya juga korban. Kebijakan mengeluarkan siswa dari sekolah hanya memindahkan masalah.