JAKARTAMU.COM| Dengan tergulingnya Bashar Al Assad pada November tahun lalu, nasib komunitas Alawi Suriah tetap genting.
Setelah diberdayakan oleh rezim, banyak warga Alawi sekarang menghadapi pembalasan dari faksi pemberontak dan penduduk Sunni terlantar yang menderita di bawah kekuasaan Assad.
Serangan balasan telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, termasuk ratusan warga Alawi. Kekerasan ini termasuk yang paling mematikan sejak konflik Suriah dimulai 14 tahun lalu.
Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berpusat di Inggris, 745 warga sipil—kebanyakan ditembak dari jarak dekat—termasuk di antara yang tewas.
Sebanyak 125 personel keamanan pemerintah dan 148 militan yang terkait dengan kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Assad juga tewas. Pertempuran tersebut telah menyebabkan sebagian besar wilayah Latakia tanpa listrik dan air minum.
Komunitas tersebut, yang berada di pusat kekuasaan selama lebih dari lima dekade di bawah rezim Assad, telah menjadi sasaran setelah Bashar Al Assad digulingkan.
Saat kekuasaan beralih secara drastis, faksi-faksi bersenjata berupaya membalas dendam atas penindasan bertahun-tahun di bawah pemerintahan Assad.
Siapakah Alawi?
Asal usul kaum Alawi bermula dari ajaran Mohammad Bin Nusayr pada abad ke-9. Secara historis, mereka menghadapi penganiayaan di bawah berbagai penguasa, termasuk Tentara Salib, Mamluk, dan Ottoman.
Selama berabad-abad, mereka tetap menjadi sekte yang terpinggirkan di barat laut Suriah.
Siapakah orang Alawi? Mengapa mereka menghadapi serangan mematikan di Suriah?
Di mana mereka?
Suku Alawi adalah kelompok minoritas agama di Suriah, yang jumlahnya sekitar 12 persen dari populasi. Sebagai cabang dari sekte Syiah, suku Alawi memiliki kepercayaan dan ritual yang berbeda.
Secara historis, kaum Alawi terkonsentrasi di wilayah pesisir Suriah, terutama di provinsi Latakia dan Tartus.
Komunitas ini juga meluas ke utara hingga ke Turki, tempat tinggal sejumlah orang Alawi yang berbahasa Arab.
Bagaimana kaum Alawi naik ke tampuk kekuasaan?
Nasib mereka berubah pada tahun 1970 ketika Hafez Al Assad, seorang Alawite, merebut kekuasaan. Di bawah pemerintahannya, dan kemudian di bawah pemerintahan putranya Bashar, kaum Alawite memperoleh posisi-posisi penting di militer dan pemerintahan. Meskipun merupakan komunitas minoritas, pengaruh mereka cukup signifikan, yang memicu kebencian di kalangan mayoritas Sunni.
Seberapa parah kekerasannya?
Menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), sedikitnya 745 warga sipil, sebagian besar warga Alawi, telah tewas hanya dalam beberapa hari. Selain itu, 125 personel keamanan pemerintah dan 148 militan yang terkait dengan Assad juga telah tewas. Seluruh wilayah pemukiman warga Alawi, terutama di Latakia, telah hancur, menyebabkan ribuan orang mengungsi.
Apa sajakah taktik brutal yang digunakan terhadap orang Alawi?
Saksi mata melaporkan orang-orang bersenjata mengumpulkan orang-orang di desa-desa, mengeksekusi mereka di jalan-jalan atau di depan pintu rumah mereka. Rumah-rumah dijarah dan dibakar, memaksa keluarga-keluarga untuk mengungsi ke pegunungan. Di Baniyas, mayat-mayat ditinggalkan di atap-atap selama berjam-jam karena militan menghalangi akses ke orang-orang yang tewas.
Bagaimana tanggapan pemerintah Suriah?
Kementerian Dalam Negeri Suriah telah mengakui adanya “pelanggaran individu” di sepanjang pantai tetapi mengecilkan pembunuhan tersebut, menyebutnya sebagai insiden yang terisolasi. Sementara itu, SOHR melaporkan bahwa sedikitnya 162 warga Alawi telah dieksekusi dalam apa yang digambarkannya sebagai “eksekusi lapangan” di provinsi Latakia saja.
Apa yang akan terjadi pada masa depan komunitas Alawi di Suriah?
Dengan Assad pergi, kaum Alawi rentan secara politik di negara yang masih terpecah belah oleh kekerasan sektarian. Pemerintah baru, yang didominasi oleh faksi garis keras, tidak menunjukkan minat dalam melindungi mereka dari serangan balas dendam. Ribuan orang telah melarikan diri, takut akan penganiayaan lebih lanjut, sementara yang lain berharap untuk rekonsiliasi.
Mungkinkah perdamaian tercapai bagi kaum Alawi?
Untuk saat ini, perdamaian masih jauh. Jalan-jalan di Latakia dan Baniyas dihantui oleh kekerasan, dan kaum Alawi — yang dulunya dilindungi oleh kekuasaan — kini dicap sebagai pihak yang diburu dalam kekacauan yang sedang berlangsung di Suriah. (GN)