DALAM kesibukan hidup yang tak pernah berhenti berputar, seringkali kita terjebak dalam perangkap lidah sendiri. Tanpa sadar, kita membicarakan keburukan orang lain, menghibah, seolah-olah itu perkara kecil yang bisa dimaafkan oleh waktu. Padahal, dalam pandangan Allah, ghibah adalah dosa besar yang menggerogoti pahala, menghancurkan amal, dan mengotori hati.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Menghibah bukan hanya sekadar dosa lisan. Ia adalah refleksi rusaknya hati. Sebab orang yang merasa perlu membicarakan aib orang lain, sejatinya sedang mengungkapkan kekosongan dalam dirinya sendiri. Seakan ia ingin menutupi kekurangannya dengan mengorek kekurangan orang lain.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
”Engkau menyebut tentang saudaramu sesuatu yang ia tidak sukai.” (HR. Muslim, no. 2589)
Sahabat bertanya, “Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar ada pada saudaraku?” Beliau menjawab:
إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Jika apa yang engkau katakan memang ada padanya, maka engkau telah menghibahnya. Jika tidak ada, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim, no. 2589)
Betapa ringannya lisan ini bergerak, tetapi betapa berat hisabnya di akhirat kelak. Sebuah kata yang keluar tanpa pertimbangan, bisa menjadi api yang membakar semua amal kebaikan yang telah kita kumpulkan bertahun-tahun.
Diriwayatkan bahwa pada malam Isra’ Mi’raj, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diperlihatkan sekumpulan manusia yang kukunya dari tembaga, mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri. Ketika beliau bertanya, Jibril ‘Alaihissalam menjelaskan:
هُمْ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
“Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (menghibah) dan mencela kehormatan mereka.” (HR. Abu Dawud, no. 4878, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Maka, nikmatilah hari tanpa menghibah. Rasakan ringannya jiwa ketika kita mampu menahan lisan dari mencela, menggunjing, dan membuka aib orang lain. Hari terasa lebih damai ketika kita berusaha menata kata-kata, menimbang sebelum berbicara, dan memilih diam saat tak ada kebaikan dalam ucapan.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kadang, diam lebih membahagiakan daripada berbicara yang justru melukai. Tahanlah lidah kita, sebagaimana kita menahan diri dari makanan haram. Sebab ghibah adalah makanan jiwa yang beracun. Memang terasa lezat saat dibicarakan, namun meninggalkan luka dalam jiwa dan noda dalam catatan amal.
Jika pun kita mendengar orang lain menghibah, janganlah duduk bersama mereka tanpa menegur atau pergi meninggalkannya. Sebab Allah mencela orang-orang yang senang mendengarkan keburukan sebagaimana Dia mencela yang mengucapkannya.
Allah berfirman:
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّـهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan ketentuan dalam Kitab (Al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka membicarakan hal lain. Sesungguhnya (kalau kamu tetap bersama mereka) tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. An-Nisa: 140)
Nikmati hari ini dengan menjaga lisan. Jadikan hari-harimu sebagai ladang pahala, bukan ladang dosa. Sebarkan kebaikan lewat kata, bukan luka lewat ghibah. Jadilah pelipur lara bagi sesama, bukan penyebar berita nestapa.
Berlatihlah memaafkan sebelum mendengar, menahan lidah sebelum berbicara, dan mendoakan sebelum menghakimi. Sebab setiap jiwa membawa beban yang tidak kita tahu, dan setiap manusia punya perjuangan yang tidak kita mengerti.
Mulai hari ini, mari jaga lisan kita. Jangan biarkan nikmat hidup ternoda hanya karena kealpaan kata-kata. Nikmati hari tanpa menghibah. Nikmati hidup dengan lisan yang bersih, hati yang lapang, dan jiwa yang tenang. (*)