Senin, Maret 10, 2025
No menu items!
spot_img

Menjaga Diri dari Mentalitas Kepiting

spot_img
Must Read

Oleh Rahman Saleh | Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat PDM Jakarta Selatan

SEKITAR 12 tahun yang lalu, seorang teman mengajak saya ngopi di warkop sebuah kota kecil. Dia adalah teman akrab di SMA. Setelah menyelesaikan Akademi Teknik Mesin di Kota Solo, dia menjadi ASN di lingkungan kabupaten. Dulu kami kerap berbincang tentang keajaiban renaisans di Eropa yang menjadi cara hidup bangsa Barat sehingga mencapai kecemerlangan ekonomi dan industri.

Setelah bernostalgia dan berdiskusi tentang kemajuan industri di Jerman, singkat cerita kawan tadi ingin membiayai reuni yang untuk tahun depan. Saya sangat setuju dan antusias sekali. Gercep saya sampaikan di grup alumni.

Banyak yang menyambut baik dan antusias. Bagi saya yang kuliah di kota dengan biaya tinggi barang gratis adalah anugerah Tuhan dan rezeki yang perlu disyukuri.

Tetapi isi kepala manusia memang tidak bisa disamakan. Ada saja yang tidak setuju dengan ide tersebut. Kalau mau reuni ya tetap iuran walaupun pada tahun sebelumnya banyak yang tak hadir karena masalah Iuran.

Memang, beberapa acara reuni tampak seperti eksebisi kesuksesan. Tetapi saya tidak melihat hal demikian pada teman ASN tersebut. Sepanjang sepengatahuan saya, dia orang yang low profil dan tidak pernah menunjukan arogansi. Orangnya memang pemurah, setiap bulannya dia bersedekah kepada lembaga panti asuhan tertentu sebagai anonim.

Sebaliknya rekan yang menganjurkan iuran lebih menonjol sebagai pribadi yang keras kepala. Kebetulan pula secara akademik maupun bisnis bisa disebut kurang sukses. Saya menduga penolakannya terhadap donasi tunggal untuk reuni lebih didorong faktor gengsi.

Seorang rekan mahasiswa Psikologi Universitas Indonesia tak menolak kemungkinan sikap tersebut sebagai bagian dari mentalitas kepiting atau crab mentality.

Apa itu crab mentality? Sebenarnya ini bukan fenomena psikologis baru. Istilah ini diambil dari perilaku kepiting yang mencapit dan menarik kepiting lain yang berhasil naik dari ember air. Kita bisa menyebut tarik menarik kepiting satu sama lain sebagai bentuk solidaritas.

Namun maknanya tidak selalu demikian. Fenomena itu bisa dibaca bahwa dibanding bertahan hidup atau melarikan diri dari kelompok, kepiting memilih untuk mati bersama. Perilaku ini adalah analogi dari pola pikir egois dan iri terhadap kesuksesan orang lain. Inilah mentalitas kepiting atau crab mentality.

Perilaku ini kerap terjadi dunia nyata ketika beberapa orang dalam suatu kelompok mencoba menjatuhkan orang (yang juga satu kelompok dengan mereka) mengalami kemajuan. Beberapa contoh perilakunya adalah mengkritik, meremehkan, hingga memanipulasi orang.

Mentalitas kepiting mungkin dapat diartikan sebagai: “Jika saya tidak dapat memilikinya, Anda pun tidak bisa.” Contoh lain dari crab mentality mungkin dapat dilihat saat Anda bersekolah dan teman mengajak untuk tidak ikut kelas tertentu agar mereka tidak membolos sendirian.

Situasi ini tidak jarang membuat Anda kesulitan untuk merasa tulus menghargai pencapaian teman sendiri. Maka itu, crab mentality menimbulkan perasaan iri melihat kesuksesan orang lain, sehingga mencoba membuat orang tersebut berada di level yang sama.

Faktor Penyebab Crab Mentality

Ada beberapa hal yang menyebabkan fenomena crab mentality ini terjadi. Salah satunya adalah ketergantungan manusia dalam hidup berkelompok.

Umumnya, manusia bergabung satu sama lain untuk memudahkan mereka mencapai tujuan bersama. Sementara itu, hidup berkelompok juga berarti akan ada persaingan dalam hal makanan dan pasangan.

Suka atau tidak, mentalitas kepiting dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti cemburu, malu, dendam, harga diri yang rendah, hingga sifat kompetitif.

Terlebih lagi Anda sangat peduli dengan posisi sosial di kelompok tersebut begitu juga orang lain, terlepas bagaimana niatnya. Akibatnya, sifat kompetitif tersebut pun muncul.

Crab mentality menghasilkan hubungan yang tidak sehat dalam sebuah kelompok karena tidak akan menguntungkan siapa pun. Kritik terhadap kesuksesan dan kebahagiaan orang lain tidak akan benar-benar mengangkat Anda ke level yang sama meskipun terasa seperti itu.

Walaupun sindrom ini menghasilkan perasaan positif terhadap orang yang melakukannya, tidak menutup kemungkinan efeknya tidak berlangsung lama. Pasalnya akan selalu ada orang yang lebih kaya, pintar, dan beruntung dari orang lain.

Bagaimana Mengatasi Crab Mentality?

Crab mentality adalah perilaku yang dapat terjadi dalam berbagai situasi pada siapa saja, termasuk Anda sebagai pelaku atau orang yang mengalaminya.

Anda perlu mencoba memahami mereka yang ingin menarik diri Anda ke level yang sama sebagai bentuk dari pertahanan. Hal ini pun dapat terjadi ketika anggota keluarga terlihat menentang kemajuan Anda. Padahal mereka khawatir bahwa Anda akan meninggalkan mereka karena kesuksesan tersebut.

Oleh karena itu, agar Anda lebih sadar terhadap sindrom ini, memperdalam kesadaran diri sendiri ternyata diperlukan. Hal ini bertujuan agar dapat berdamai dengan perasaan ini dan tetap berada di ‘atas’

Ciri-ciri crab mentality antara adalah :

1. Berpikiran bahwa orang lain tidak bisa lebih baik atau sukses daripada diri sendiri.

2. Sering mengkritik dan menyalahkan orang lain.

3. Iri dan marah ketika melihat orang lain sukses.

4. Selalu berasumsi negatif tentang pencapaian orang lain.

5. Sangat kompetitif sehingga menimbulkan energi negatif.

6. Beranggapan bahwa kesuksesan orang lain didapat karena keberuntungan dan privilese, bukan karena usaha.

7. Cenderung berbicara negatif tentang orang lain.

8. Tidak mampu bekerja sama dengan baik dengan orang lain.

9. Selalu mengeluh dan mengkritik, tanpa berusaha memecahkan masalah

Untuk mengindarinya, yang dibutuhkan hanya mengubah cara pandang dengan :

1. Tetap gigih dan optimis untuk mencapai kesuksesan

2. Percaya pada diri sendiri

3. Tidak mudah terhasut oleh orang yang memiliki mental kepiting

4. Yakin dengan keinginan Anda

5. Tidakmenyerah ketika mengalami kegagalan

6. Ingat bahwa kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan.

Pada momentum puasa ini, mari bersyukur dengan merefleksi sikap mental kita agar kesehatan mental kita tetap terjaga. Kesuksesan orang lain sudah sepatunya direspons dengan kebahagiaan karena banyak hal yang bisa dipelajari. Mari mengembangkan diri dan meraih sukses dan cara kita sendiri. (*)

spot_img

War of Thrones, Pandawa vs Kurawa (7): Duel Darah Bharata

Cerbung: Sugiyati Angin malam berhembus kencang di tepi hutan Hastinapura. Parikesit dan Vrishaketu berdiri berhadapan, dua darah keturunan Bharata...

More Articles Like This