Kamis, Desember 5, 2024
No menu items!

Menjaga Kesakralan Tempat Ibadah

Kalau umat Islam bersedia menjaga kesakralan tempat ibadah agama lain dengan dalih wisata sekalipun, mengapa masjid tidak diperlakukan sama?

Must Read

TAK terasa, tahun 2024 sudah hampir mencapai ujung. Ini artinya tak lama lagi sudah masuk libur akhir tahun.

Pada musim libur akhir tahun biasanya wisatawan akan membanjiri tempat-tempat wisata. Hampir semua objek wisata penuh pengunjung, tak terkecuali tempat yang kini populer dengan sebutan objek wisata religi.

Objek wisata religi bukan monopoli umat Islam semata. Banyak situs agama atau tradisi keagamaan lain tak luput dari fenomena ini, misalkan saja candi.

Jawa Tengah dan Yogyakarta mungkin tujuan nomor 1 untuk kategori wisata candi. Maklum di dua wilayah ini tersebar candi-candi peninggalan Hindu dan Budha di masa lalu.

Baca juga: Masjid Muhammadiyah sebagai Amal Usaha

Satu di antara candi-candi adalah Centho. Candi Cetho berada di wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya Dusun Cheto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi.

Di tempat ini, ada syarat yang berlaku bagi seluruh pengunjung. Sebelum memasuki kompleks candi, pengunjung wajib mengenakan kain saput poleng, kain bermotif kotak-kotak berkombinasi warna hitam putih mirip kain yang banyak dipakai di Bali. Kain ini dililitkan di bagian bawah tubuh seperti memakai sarung.

Pengelola Candi Cetho mewajibkan pengunjuing memakai kain khusus yang disediakan untuk menjaga kesakralan candi. Foto/istimewa

Selain bagian dari tata krama, pemakaian kain ini dimaksudkan untuk menghormati serta menjaga kesucian dan kesakralan candi. Konon, memakai kan poleng bisa membersihkan niat dan pikiran pengunjung candi yang masih aktif menjadi tempat ibadah Hindu tersebut.

Lantaran aturan wajib itu, kami pun urung masuk. Tetapi dari sini, terpikir bagaimana umat Islam saat ini, terutama generasi muda muslim, menjaga kesakralan masjid.

Fakta memperlihatkan isu ini kurang mendapat perhatian di kalangan muslim. Lihat saja, sementara masuk candi wajib memakai kain poleng, putra putri muslim masuk masjid dengan busana seadanya.

Baca juga: Sertifikasi Mubalig Muhammadiyah, Kapan Dimulai?

Haedar Nashir Ingin Tanwir Muhammadiyah Perkuat Energi Konstruktif untuk Umat dan Kemanusiaan

KUPANG, JAKARTAMU.COM | Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menekankan pentingnya energi konstruktif untuk menghadapi berbagai tantangan global....

More Articles Like This