Sabtu, Maret 15, 2025
No menu items!
spot_img

Mensyukuri Nikmat, Bersabar dalam Musibah

spot_img
Must Read

JAKARTAMU.COM | Dalam kehidupan ini, setiap manusia akan merasakan dua keadaan yang berbeda: nikmat dan musibah. Ada saatnya kita merasakan kebahagiaan, kelapangan, dan berbagai anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Namun, ada pula saatnya kita diuji dengan kesulitan, penderitaan, dan cobaan yang berat. Seorang Muslim yang baik adalah mereka yang mampu menyikapi kedua keadaan ini dengan bijaksana, yaitu bersyukur atas nikmat dan bersabar dalam musibah.

  1. Nikmat Tidak Berbahaya Jika Dibaringi dengan Syukur
    Sebesar apa pun nikmat yang Allah berikan, ia tidak akan menjadi musibah jika seseorang mampu mensyukurinya. Namun, jika seseorang lalai dan kufur nikmat, justru nikmat itu bisa menjadi istidraj (hukuman yang tersembunyi).

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim: 7)

Syukur bukan hanya sekadar ucapan Alhamdulillah, tetapi juga diwujudkan dengan tindakan nyata:

Menggunakan nikmat tersebut untuk kebaikan dan taat kepada Allah.

Tidak menyombongkan diri atas nikmat yang diperoleh.

Membantu orang lain dengan nikmat yang dimiliki.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

“Sesungguhnya Allah menyukai jika melihat tanda-tanda nikmat-Nya pada hamba-Nya.”
(HR. Tirmidzi, no. 2819)

Orang yang bersyukur akan mendapatkan tambahan nikmat, sementara orang yang kufur nikmat akan kehilangan keberkahannya.

  1. Musibah Tidak Berbahaya Jika Dibaringi dengan Sabar

Sebesar apa pun musibah yang menimpa seseorang, ia tidak akan merugikan jika dihadapi dengan kesabaran. Justru musibah adalah ujian yang Allah berikan untuk mengangkat derajat hamba-Nya dan menghapus dosa-dosanya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌۭ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌۭ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌۭ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali). Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Baqarah: 155-157)

Setiap musibah yang dihadapi dengan sabar akan menjadi ladang pahala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang Muslim ditimpa kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, gangguan, ataupun kesusahan, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya dengan itu.”
(HR. Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573)

  1. Lebih Baik Menghadapi Musibah dalam Ketaatan daripada Menikmati Nikmat dalam Maksiat
    Sebagian orang menganggap bahwa hidup penuh kenikmatan adalah tanda kebaikan, sedangkan musibah adalah tanda keburukan. Padahal, Allah sering kali menguji hamba-Nya dengan memberikan nikmat yang melimpah untuk menguji keimanan mereka.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

فَأَمَّا ٱلْإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكْرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَهَٰنَنِ كَلَّا

“Adapun manusia, apabila Rabb-nya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, dia berkata, ‘Rabb-ku telah memuliakanku.’ Namun apabila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, ‘Rabb-ku telah menghinakanku.’ Sekali-kali tidak demikian!”
(QS. Al-Fajr: 15-17)

Musibah yang datang dalam keadaan taat kepada Allah jauh lebih baik daripada nikmat yang dirasakan dalam kemaksiatan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia akan segera menimpakan hukuman atas dosa-dosanya di dunia. Sebaliknya, jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia akan membiarkan dosanya sampai ia menerima balasannya di hari kiamat.”
(HR. Tirmidzi, no. 2396)

Kesimpulan

  1. Nikmat tidak akan berbahaya jika disyukuri, tetapi bisa menjadi musibah jika disikapi dengan kufur nikmat.
  2. Musibah tidak akan berbahaya jika disikapi dengan sabar, justru bisa menjadi ladang pahala dan penghapus dosa.
  3. Lebih baik menghadapi musibah dalam ketaatan daripada menikmati nikmat dalam maksiat.

Semoga kita termasuk hamba-hamba yang selalu bersyukur atas nikmat dan bersabar dalam menghadapi ujian. Aamiin. (Dwi Taufan Hidayat)

spot_img

Ketua PWM DKI Jakarta Soroti Tantangan Ideologi Muhammadiyah

JAKARTAMU.COM | Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta, Dr. Akhmad H. Abubakar, MM, menekankan pentingnya memperkuat pemahaman keagamaan...

More Articles Like This