JAKARTAMU.COM | Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk segera mencabut proyek Rempang Eco City dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). LHKP menilai Rempang Eco City tidak hanya melanggar hukum tetapi juga melanggengkan krisis sosial-ekologis.
Rempang Eco City bertujuan mengembangkan Pulau Rempang sebagai kawasan industri, perdagangan, dan wisata. Proyek menjadi perhatian dunia setelah pecah bentrok pada pada 7 September 2023, bentrok pecah ketika aparat gabungan TNI-Polri memasuki perkampungan untuk memasang tapal batas. Bentrokan kembali terjadi pada 11 September 2023 saat warga berunjuk rasa di depan Kantor BP Batam.
Komnas HAM melaporkan adanya indikasi pelanggaran HAM dalam konflik ini, termasuk intimidasi aparat, pembatasan akses bantuan hukum, dan pelanggaran hak anak serta kesehatan akibat relokasi paksa.
Laporan juga menyebut keterlibatan bisnis asing dalam proyek ini, khususnya Xinyi Group, perusahaan Cina yang berinvestasi sebesar Rp175 triliun untuk pembangunan pabrik kaca dan solar panel di Rempang. Kerjasama ini ditandatangani di Chengdu, Cina, pada 28 Juli 2023, disaksikan langsung Presiden Joko Widodo.
Bagi Muhammadiyah, Rempang Eco City hanya contoh bagaimana PSN menciptakan kehampaan hak. Selain proyek ini, masih ada 232 proyek lain dalam daftar terakhir PSN yang diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 18 Juli 2024, Ke-232 proyek tersebut bernilai investasi total Rp6.246 triliun, mencakup sektor jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, hingga kawasan wisata seperti Rempang Eco City.
LHKP PP Muhammadiyah mengungkapkan temuan bahwa PSN lebih sering memunculkan masalah mendasar terkait hak masyarakat, terutama di tingkat lokal. Proyek Rempang misalnya, akan menggusur sekitar 7.000 hingga 10.000 warga dari 16 kampung adat yang sudah bermukim di sana sejak 1834.
”Kajian LHKP menemukan pola manipulasi antara penguasa dan pengusaha yang menggunakan perundangan sebagai alat untuk mengesampingkan hak warga, sebagaimana terjadi dalam kasus Rempang Eco City,” tutur Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Effendi, Kamis (23/1/2025).
LHKP PP Muhammadiyah menilai proyek PSN seperti Rempang Eco City mencerminkan absennya keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak konstitusional warga. Buku “Kehampaan Hak di Balik Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City” yang diluncurkan hari ini menyoroti persoalan ini secara komprehensif.
Karena itu, LHKP Muhammadiyah menuntut sejumlah hal. Pertama, mendesak percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat untuk memastikan perlindungan hak warga adat yang terdampak proyek. Kedua, menguatkan dukungan psikososial bagi warga yang terdampak relokasi, khususnya anak-anak.
Ketiga, memperkuat advokasi hukum untuk melindungi hak warga secara konstitusional, termasuk memastikan akses terhadap bantuan hukum. Keempat, mendorong pengakuan dan perlindungan hak tanah berbasis masyarakat adat melalui pemetaan yang transparan dan partisipatif.
Kelima, meminta pemerintah meningkatkan koordinasi dengan masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah, untuk mengatasi krisis akibat PSN. Keenam, menyerukan kepada pemerintah dan entitas bisnis Cina untuk menghormati HAM, lingkungan hidup, dan keanekaragaman hayati dalam investasi mereka.
Ketujuh, meminta pemerintah Indonesia menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman utama dalam melindungi hak seluruh warga negara tanpa diskriminasi.
“Kami mendesak pemerintah untuk tidak hanya berorientasi pada keuntungan investasi, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial bagi seluruh warga negara,” tegas David.