YOGYAKARTA – JAKARTAMU | Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 yang digelar secara serentak pada 27 November mendatang, menjadi ajang kompetisi politik terbesar kedua tahun ini setelah pemilihan presiden dan anggota DPR pada Februari lalu.
Muhammadiyah berpendapat Pilkada 2024 merupakan momentum yang tepat untuk memilih para pemimpin melalui cara-cara yang bersih dari praktik politik transaksional, yang meluruhkan prinsip serta nilai demokrasi, juga menghambat terlaksananya cita-cita luhur penegakan hukum dan HAM
Praktik politik tersebut tidak boleh dibiarkan karena meluruhkan prinsip dan nilai demokrasi serta menghambat terlaksananya cita-cita luhur penegakan hukum dan HAM.
Berikut poin lengkap pandangan dan imbauan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Pilkada 2024 yang disampaikan di Yogyakarta:
1 . Dalam rangka agenda kemanusiaan, kebangsaan, dan keagamaan sebagaimana hasil Muktamar ke-48 di Surakarta, Muhammadiyah berkepentingan untuk mendorong warga Persyarikatan terlibat aktif dalam mewujudkan pemimpin dan kualifikasi yang mencerminkan kriteria jujur dan cerdas dengan rekam jejak kepemimpinan yang pro-rakyat dan demokratis.
Kepada seluruh jajaran Pimpinan Persyarikatan maupun warga Muhammadiyah diminta untuk ikut mendorong dan menyukseskan Pilkada yang jujur, bersih, demokratis, dan memihak pada kepentingan rakyat, serta dapat mencegah dan menjauhkan diri dari praktik praktik politik uang dan hal-hal yang melanggar norma-norma agama dalam pemilihan kepala daerah tersebut.
2. Sejalan dengan tujuan penyelenggaraan pilkada, maka rakyat berhak mendapatkan pemimpin dan birokrasi yang berkomitmen dan berorientasi pada penegakan demokrasi dan HAM sebagaimana amanat Bab I, Pasal 1, ayat 2 UUD 1945 tentang kedaulatan di tangan rakyat.
Menilik faktanya semakin rapuhnya demokrasi dan peningkatan eskalasi korupsi di berbagai sektor, maka PP Muhammadiyah mendorong pemulihan tata kelola birokrasi negara sesuai dengan jiwa Pancasila dan agama.
3. Berdasarkan hasil sidang Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengenai Hukum Politik Uang (Money Politics), dinyatakan bahwa segala bentuk suap, sogokan, dan ketidakseimbangan untuk transaksi jual beli suara atau risywah politik adalah haram. Politik uang dalam pemilu merusak demokrasi, mendorong korupsi, dan melarang secara hukum serta agama karena mempengaruhi pilihan pemilih dengan ketidakseimbangan materi;
4. Menilik fakta semakin rapuhnya demokrasi dan semakin meningkat eskalatifnya korupsi di sektor sumber daya alam, perizinan, APBN, APBD, pajak, pertanian, korupsi kepemimpinan, dan lain-lainnya, maka mendesak untuk memulihkan tata kelola birokrasi negara sesuai dengan jiwa Pancasila dan agama.
Oleh karena itu dipandang perlu bagi PP Muhammadiyah menegaskan bahwa korupsi di berbagai sektor yang bersumber pada pemilu dan pilkada yang berbasis suap bertentangan dengan hukum agama, sebagaimana Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Kepada anggota/wargaMuhammadiyah disarankan untuk menggunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya secara cerdas, kritis, dan mempertimbangkan kepentingan/kemaslahatan Persyarikatan, umat, dan masyarakat di wilayah/daerah yang bersangkutan.