Senin, Maret 10, 2025
No menu items!
spot_img

Nabi Muhammad SAW, Cahaya di Tanah Makkah (11): Wahyu Kedua dan Tugas Besar

spot_img
Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat dan Sugiyati —

Langit Makkah begitu terang saat Jibril menampakkan diri untuk kedua kalinya. Muhammad berdiri kaku, tubuhnya bergetar, dan hatinya dipenuhi rasa takjub sekaligus ketakutan. Kini, ia benar-benar yakin bahwa apa yang terjadi di Gua Hira bukan sekadar mimpi atau halusinasi. Ia adalah utusan Allah, sebagaimana nabi-nabi terdahulu.

Namun, apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Bagaimana cara menyampaikan wahyu ini kepada kaumnya?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi pikirannya. Namun, ia tidak perlu menunggu lama. Tak lama setelah Jibril datang dalam wujud aslinya, wahyu berikutnya turun:

“Wahai orang yang berselimut! Bangkitlah, lalu berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu! Bersihkanlah pakaianmu! Dan jauhilah segala kenajisan!” (QS. Al-Muddassir: 1-5)

Wahyu ini begitu jelas. Muhammad tidak lagi bisa berdiam diri. Allah memerintahkannya untuk bangkit, menyampaikan peringatan, dan mengajak manusia kepada kebenaran.

Kini, tugas besar itu dimulai.

Dakwah Rahasia Dimulai

Menyadari bahwa tugasnya sangat berat, Muhammad memulai dakwahnya dengan diam-diam. Ia tidak langsung berhadapan dengan para pemuka Quraisy. Sebaliknya, ia mendekati orang-orang yang ia percaya, orang-orang yang hatinya masih bersih dari kesombongan dan kesesatan.

Orang pertama yang menerima dakwahnya adalah Khadijah. Istrinya yang setia itu langsung beriman tanpa ragu sedikit pun. Baginya, Muhammad adalah manusia paling jujur, tidak mungkin ia berbohong tentang sesuatu yang sebesar ini.

Setelah Khadijah, orang-orang terdekatnya pun menerima Islam:

Ali bin Abi Thalib, sepupunya yang masih belia, tumbuh di rumah Muhammad dan sangat mencintainya.

Zaid bin Haritsah, mantan budak yang telah dibebaskan Muhammad dan menganggapnya sebagai ayah.

Abu Bakar As-Shiddiq, sahabat dekatnya, seorang pedagang terpandang yang dikenal karena kecerdasan dan akhlaknya yang mulia.

Abu Bakar tidak hanya beriman, tetapi juga mulai mengajak orang-orang lain masuk Islam. Melalui pengaruhnya, beberapa sahabat utama pun masuk Islam, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Mereka inilah cikal bakal generasi pertama kaum Muslimin.

Salat Pertama di Lembah Makkah

Seiring bertambahnya jumlah pengikut, Muhammad mulai mengajarkan mereka cara beribadah. Jibril mengajarkan kepada beliau bagaimana cara shalat, ibadah yang akan menjadi tiang agama Islam.

Suatu hari, Muhammad dan Ali pergi ke sebuah lembah di pinggiran Makkah untuk melaksanakan shalat. Tanpa mereka sadari, Abu Thalib—paman Muhammad—melihat mereka.

Abu Thalib belum masuk Islam, tetapi ia sangat mencintai keponakannya. Dengan hati-hati, ia bertanya, “Wahai keponakanku, agama apakah ini?”

Muhammad menjelaskan tentang wahyu yang ia terima, tentang Allah yang Esa, dan tentang kebenaran yang harus disampaikan kepada manusia.

Abu Thalib terdiam sejenak, lalu berkata, “Aku tidak akan meninggalkan agama nenek moyangku, tetapi aku akan melindungimu.”

Muhammad tersenyum. Ia tahu bahwa pamannya mencintainya, dan perlindungan Abu Thalib akan menjadi tameng yang sangat berharga di hari-hari yang akan datang.

Islam Mulai Menyebar

Dalam beberapa bulan, jumlah kaum Muslimin terus bertambah. Mereka masih menyembunyikan keislaman mereka, hanya beribadah secara diam-diam, menjauh dari pandangan Quraisy.

Namun, Islam tidak bisa terus disembunyikan. Cepat atau lambat, berita tentang ajaran baru ini pasti akan sampai ke telinga para pemuka Quraisy.

Dan benar saja, tak lama kemudian, orang-orang Quraisy mulai curiga.

Suatu hari, saat Sa’ad bin Abi Waqqash dan beberapa sahabat lain sedang shalat di sebuah lembah, sekelompok orang Quraisy melihat mereka. Tanpa peringatan, mereka langsung menyerang. Perkelahian pun terjadi, dan darah pertama dalam sejarah Islam tertumpah.

Meskipun peristiwa itu tidak berlanjut, ini menjadi tanda bahwa Quraisy mulai menyadari adanya gerakan baru di tengah-tengah mereka.

Muhammad tahu bahwa ia tidak bisa terus bersembunyi.

Lalu, wahyu turun:

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214)

Saatnya untuk menyampaikan Islam secara terbuka.

Namun, bagaimana reaksi Quraisy ketika mengetahui bahwa salah satu dari mereka membawa ajaran yang mengancam berhala-berhala mereka?

Akankah mereka menerima atau justru menentang?

(Bersambung ke Seri 12 – Seruan Terbuka di Bukit Shafa)

spot_img

Posisi Prabowo dalam Dinamika Politik Kekuasaan Indonesia

MELIHAT perjalanan Prabowo kecil, remaja, hingga tumbuh dewasa dan kini tergolong lansia, plus pengalaman dinas militer dan keluarga yang...

More Articles Like This