Rabu, Maret 12, 2025
No menu items!
spot_img

Nabi Muhammad SAW, Cahaya di Tanah Makkah (13): Tekanan dan Siksaan Quraisy

spot_img
Must Read

Cerbung: Dwi Taufan Hidayat dan Sugiyati

Muhammad SAW terus berdakwah tanpa gentar. Setiap hari, ia menyeru manusia kepada Allah, mengajak mereka meninggalkan berhala dan menyembah Tuhan yang Esa. Namun, seiring bertambahnya pengikut, tekanan dari Quraisy semakin meningkat.

Para pemuka Quraisy melihat Islam sebagai ancaman. Agama baru ini tidak hanya menolak Latta, Uzza, dan Manat—berhala-berhala yang mereka sembah—tetapi juga mengancam kekuasaan dan sistem sosial mereka. Jika manusia hanya menyembah satu Tuhan, maka apa gunanya kaum bangsawan Quraisy? Jika Islam mengajarkan kesetaraan, maka di mana letak keistimewaan mereka dibanding para budak dan orang miskin?

Mereka tidak bisa membiarkan ini berlanjut.

Maka dimulailah tekanan dan penyiksaan terhadap kaum Muslimin.

Siksaan terhadap Kaum Lemah

Islam diterima oleh berbagai lapisan masyarakat. Namun, bagi mereka yang berasal dari kalangan lemah, beriman berarti siap menghadapi penderitaan yang luar biasa.

Salah satu yang paling menderita adalah Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam yang dimiliki oleh Umayyah bin Khalaf, seorang pemuka Quraisy.

Ketika Umayyah mengetahui bahwa Bilal telah masuk Islam, ia murka. Ia menyeret Bilal ke tengah padang pasir yang panas, melepaskan pakaiannya, dan menindih dadanya dengan batu besar.

“Tinggalkan Muhammad!” teriak Umayyah.

Namun, Bilal tidak gentar. Dengan suara lirih tetapi penuh keyakinan, ia hanya mengucapkan satu kata:

“Ahad… Ahad…” (Allah Maha Esa)

Penyiksaan itu berlangsung selama berhari-hari. Namun, Bilal tetap teguh. Hingga akhirnya, Abu Bakar As-Shiddiq datang dan membelinya dari Umayyah, lalu membebaskannya.

Bilal pun menjadi salah satu sahabat yang paling setia kepada Rasulullah.

Namun, Bilal bukan satu-satunya.

Yasir dan Sumayyah, suami istri yang berasal dari golongan miskin, disiksa dengan kejam oleh Abu Jahal. Sumayyah bahkan menjadi syahid pertama dalam Islam, dibunuh dengan tombak karena menolak meninggalkan keyakinannya.

Ammar bin Yasir, anak mereka, dipaksa untuk menghina Islam. Dengan siksaan yang luar biasa, ia akhirnya mengucapkan kata-kata yang diminta Quraisy. Namun, hatinya tetap beriman. Ketika ia mengadu kepada Rasulullah, Nabi berkata, “Jika mereka menyiksamu lagi, dan kau terpaksa mengatakannya, maka tidak apa-apa, selama hatimu tetap beriman.”

Khabbab bin Al-Aratt, seorang pandai besi, dilemparkan ke atas bara api yang membakar punggungnya hingga kulitnya meleleh.

Siksaan demi siksaan terus terjadi. Namun, semakin keras Quraisy menindas, semakin kuat keimanan kaum Muslimin.

Ancaman terhadap Rasulullah

Para pemuka Quraisy tahu bahwa selama Muhammad masih berdakwah, Islam akan terus menyebar. Maka, mereka pun mulai mengincarnya secara langsung.

Suatu hari, ketika Muhammad sedang shalat di dekat Ka’bah, Uqbah bin Abi Mu’ith datang diam-diam dari belakang. Dengan penuh kebencian, ia melemparkan isi perut unta yang kotor ke punggung Rasulullah.

Melihat kejadian itu, Fatimah Az-Zahra, putri kecilnya, berlari dan menangis sambil membersihkan tubuh ayahnya. Rasulullah tetap tenang, lalu berdoa,

“Ya Allah, balaslah mereka yang telah menzalimi ini.”

Ancaman tidak berhenti di situ.

Suatu hari, Abu Jahal, musuh bebuyutan Islam, berkata kepada orang-orang Quraisy, “Demi Latta dan Uzza, jika aku melihat Muhammad shalat di Ka’bah lagi, aku akan menginjak lehernya!”

Keesokan harinya, Abu Jahal benar-benar datang untuk melaksanakan niatnya. Namun, tiba-tiba ia berhenti di tengah jalan, wajahnya berubah ketakutan.

Orang-orang bertanya, “Mengapa kau tidak melakukannya?”

Abu Jahal gemetar dan berkata, “Aku melihat penghalang antara aku dan Muhammad, sesuatu yang menakutkan, penuh dengan sayap!”

Rasulullah kemudian menjelaskan, “Itu adalah para malaikat yang Allah turunkan untuk menjagaku.”

Usaha Quraisy Menekan Abu Thalib

Melihat penyiksaan tidak menghentikan Islam, para pemuka Quraisy mencoba cara lain—mereka mendatangi Abu Thalib, paman Muhammad.

Abu Thalib adalah pelindung utama Muhammad. Meskipun ia belum masuk Islam, kasih sayangnya kepada keponakannya begitu besar.

Orang-orang Quraisy datang dan berkata,

“Wahai Abu Thalib, keponakanmu telah menghina agama kita, mencela tuhan-tuhan kita. Hentikan dia, atau kami yang akan menghentikannya!”

Abu Thalib gelisah. Ia tahu bahwa Muhammad tidak akan menghentikan dakwahnya. Namun, ia juga tahu bahwa Quraisy tidak akan tinggal diam.

Maka, ia pun memanggil Muhammad dan berkata,

“Wahai keponakanku, kaummu telah datang kepadaku. Mereka meminta agar kau berhenti, jika tidak, mereka akan menyerangmu.”

Muhammad menatap pamannya dengan penuh hormat, tetapi juga dengan keteguhan hati.

“Wahai pamanku, demi Allah, jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti menyampaikan agama ini, hingga Allah memenangkan atau aku binasa karenanya!”

Abu Thalib terharu. Ia tahu bahwa Muhammad tidak akan mundur. Maka, dengan suara berat ia berkata,

“Pergilah, wahai keponakanku. Lakukan apa yang harus kau lakukan. Aku tidak akan meninggalkanmu.”

Sejak saat itu, Abu Thalib semakin melindungi Muhammad, meskipun tekanan Quraisy semakin keras.

Namun, kaum Quraisy tidak menyerah.

Jika tekanan dan ancaman tidak berhasil, mereka harus mencari cara lain.

Maka, sebuah rencana baru pun disusun—rencana yang lebih besar, lebih kejam, dan lebih berbahaya bagi kaum Muslimin.

(Bersambung ke Seri 14 – Boikot terhadap Kaum Muslimin)

spot_img

Kisah Organisasi Yahudi Dilarang di Rusia: Buntut Pembunuhan Alexander II

JAKARTAM.COM | Czar Rusia Alexandr II juga dikenal sebagai Alexander sang Pembebas menjabat 2 Maret 1855 dan dibunuh Konspirasi...

More Articles Like This