Sabtu, Maret 15, 2025
No menu items!
spot_img

Nabi Muhammad SAW, Cahaya di Tanah Makkah (17): Isra’ dan Mi’raj Perjalanan Agung ke Langit

spot_img
Must Read

Cerbung: Dwi Taufan Hidayat dan Sugiyati

Malam itu begitu sunyi. Makkah masih terlelap dalam gelapnya malam. Namun, di rumah Ummu Hani, putri Abu Thalib, Rasulullah SAW tidak bisa tidur. Pikirannya masih dipenuhi oleh kesedihan dan kelelahan setelah perjalanan ke Tha’if.

Ditolak, dihina, dan dilempari batu oleh penduduk Tha’if adalah ujian yang sangat berat. Namun, lebih dari itu, beliau kehilangan dua orang yang sangat dicintainya—Abu Thalib dan Khadijah.

Dalam keheningan itu, tiba-tiba langit terbuka.

Malaikat Jibril datang dengan wajah berseri. Beliau berkata, “Wahai Muhammad, bangunlah. Malam ini engkau akan melakukan perjalanan yang sangat mulia.”

Perjalanan yang akan meneguhkan hatinya.

Isra’: Perjalanan di Malam Hari

Jibril membawa Rasulullah ke Masjidil Haram. Di sana, seekor buraq telah menunggu.

“Ini adalah buraq,” kata Jibril. “Sebuah kendaraan yang lebih cepat dari cahaya.”

Rasulullah menaiki buraq. Seketika itu juga, mereka melesat menembus malam.

Dalam sekejap, Rasulullah melihat padang pasir Makkah menjauh. Gunung-gunung berlalu seperti bayangan.

Dalam perjalanan ini, Rasulullah melewati beberapa tempat penting:

  1. Madinah – Kota yang kelak akan menjadi pusat Islam.
  2. Gunung Sinai – Tempat Nabi Musa menerima wahyu dari Allah.
  3. Betlehem – Tempat kelahiran Nabi Isa.

Akhirnya, mereka tiba di Masjidil Aqsa, Baitul Maqdis.

Di sana, para nabi telah berkumpul.

Dari Nabi Adam hingga Nabi Isa, semuanya berdiri dalam barisan.

Jibril menuntun Rasulullah ke depan dan berkata, “Pimpinlah shalat, wahai Muhammad.”

Dan Rasulullah menjadi imam bagi seluruh nabi.

Itu adalah tanda bahwa beliau adalah penutup para nabi dan pemimpin seluruh umat manusia.

Mi’raj: Perjalanan Menuju Langit

Setelah shalat di Masjidil Aqsa, Jibril membawa Rasulullah ke Sidratul Muntaha, langit tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh kehendak Allah.

Pintu langit pertama terbuka.

Di sana, Rasulullah bertemu dengan Nabi Adam.

“Selamat datang, wahai anakku dan nabi terakhir,” kata Adam dengan wajah penuh kebanggaan.

Di langit kedua, Rasulullah bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya.

Di langit ketiga, Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf.

Di langit keempat, beliau bertemu Nabi Idris.

Di langit kelima, beliau bertemu Nabi Harun.

Di langit keenam, beliau bertemu Nabi Musa.

Dan di langit ketujuh, Nabi Ibrahim menyambutnya.

Di setiap langit, Rasulullah diberi sambutan hangat dan doa keberkahan.

Sidratul Muntaha: Tempat yang Tidak Bisa Dilewati Malaikat

Setelah melewati langit ketujuh, Rasulullah tiba di tempat yang bahkan Jibril tidak bisa melewatinya.

“Aku tidak bisa maju lebih jauh, wahai Muhammad,” kata Jibril. “Jika aku melangkah lebih jauh, aku akan terbakar oleh cahaya Ilahi.”

Rasulullah pun melanjutkan perjalanannya sendiri.

Di Sidratul Muntaha, Allah berbicara langsung kepada Rasulullah.

Dan di sinilah, perintah shalat lima waktu diberikan.

Awalnya, Allah menetapkan 50 kali shalat sehari.

Namun, ketika Rasulullah turun dan bertemu dengan Nabi Musa, beliau disarankan untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan.

Berulang kali Rasulullah naik dan meminta keringanan, hingga akhirnya Allah menetapkan shalat wajib menjadi lima waktu sehari, tetapi pahalanya tetap seperti 50 shalat.

Itulah hadiah luar biasa bagi umat Islam.

Kembali ke Makkah

Setelah perjalanan luar biasa itu, Rasulullah kembali ke Makkah.

Dalam semalam, beliau telah menempuh perjalanan yang mustahil bagi manusia biasa.

Ketika pagi tiba, Rasulullah menceritakan kisah ini kepada penduduk Makkah.

Kaum Quraisy tertawa.

“Perjalanan ke Baitul Maqdis saja butuh sebulan, bagaimana mungkin kau pergi dan kembali dalam semalam?”

Banyak yang tidak percaya. Bahkan beberapa orang yang sebelumnya tertarik pada Islam mulai ragu.

Namun, Abu Bakar tidak.

Dengan penuh keyakinan, ia berkata, “Jika Muhammad yang mengatakan ini, maka aku percaya.”

Itulah sebabnya Abu Bakar mendapat gelar ‘Ash-Shiddiq’—orang yang membenarkan.

Tak hanya itu, Rasulullah juga membuktikan perjalanannya dengan memberikan deskripsi rinci tentang Masjidil Aqsa, meskipun beliau belum pernah ke sana sebelumnya.

Dan para kafilah yang beliau lihat dalam perjalanan benar-benar tiba di Makkah sesuai dengan yang beliau ceritakan.

Isra’ Mi’raj: Bukti Keagungan Islam

Peristiwa ini bukan hanya sekadar perjalanan.

Isra’ Mi’raj adalah penghiburan dari Allah untuk Rasulullah setelah tahun penuh kesedihan.

Isra’ menunjukkan bahwa Islam bukan hanya agama untuk Makkah, tetapi untuk seluruh dunia.

Mi’raj menunjukkan bahwa Islam bukan hanya urusan dunia, tetapi juga jalan menuju langit.

Dan yang terpenting, shalat adalah hadiah terbesar bagi umat Islam.

Setiap kali seorang Muslim berdiri dalam shalat, ia seakan melakukan Mi’raj—berkomunikasi langsung dengan Allah, seperti yang dilakukan Rasulullah pada malam itu.

Perjalanan ini menguatkan hati Rasulullah untuk menghadapi tantangan berikutnya.

Dan tantangan itu semakin nyata—karena dalam waktu dekat, akan datang pertolongan Allah melalui peristiwa yang akan mengubah sejarah Islam selamanya.

(Bersambung ke Seri 18Baiat Aqabah: Cahaya dari Yatsrib)

spot_img

Tarhim PDM Kabupaten Semarang di Pabelan: Konsolidasi dan Spiritualitas di Bulan Ramadan

PABELAN, JAKARTAMU.COM | Kegiatan Tarhim (Tarawih dan Silaturrahim) yang diselenggarakan oleh Tim Tarhim 1 Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM)...

More Articles Like This