Senin, Maret 17, 2025
No menu items!
spot_img

Nabi Muhammad SAW, Cahaya di Tanah Makkah (19): Konspirasi Maut

spot_img
Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat dan Sugiyati

Makkah bergetar.

Kaum Quraisy gempar setelah mendengar kabar tentang Baiat Aqabah Kedua.

“Muhammad telah mendapatkan perlindungan!” teriak para pemuka Quraisy. “Yatsrib telah menjadi bentengnya!”

Mereka panik.

Jika Muhammad dibiarkan pergi ke Yatsrib, ia bisa membangun kekuatan. Dan jika itu terjadi, Makkah dalam bahaya.

Mereka harus bertindak sebelum terlambat.

Dewan Darun Nadwah: Rencana Pembunuhan Rasulullah

Di Darun Nadwah, tempat para pemuka Quraisy berkumpul, konspirasi besar mulai dirancang.

Abu Jahal berdiri di tengah ruangan.

“Kita tidak bisa lagi membiarkan Muhammad menyebarkan agamanya!” katanya dengan suara lantang. “Jika dia sampai ke Yatsrib, kita akan kehilangan Makkah!”

Seseorang mengusulkan untuk mengusir Muhammad.

“Tidak bisa,” kata yang lain. “Dia pasti akan kembali dengan pasukan.”

Yang lain menyarankan untuk memenjarakannya.

“Tidak mungkin,” bantah Abu Sufyan. “Para pengikutnya pasti akan membebaskannya.”

Kemudian, Abu Jahal mengusulkan ide paling berbahaya.

“Kita bunuh dia,” katanya dengan mata penuh kebencian. “Tapi bukan satu orang yang melakukannya. Kita pilih seorang pemuda dari setiap suku, dan mereka membunuh Muhammad bersama-sama. Dengan begitu, Bani Hasyim tidak bisa membalas dendam, karena darahnya tersebar di banyak suku.”

Semua setuju.

Malam itu, Makkah telah memutuskan untuk membunuh Rasulullah.

Perintah Hijrah dari Allah

Di saat yang sama, di rumah Abu Bakar, Rasulullah telah menerima wahyu dari Allah.

“Jibril datang kepadaku,” kata Rasulullah kepada Abu Bakar. “Allah telah mengizinkan kita untuk hijrah.”

Abu Bakar tersenyum bahagia. “Apakah aku boleh menemanimu, wahai Rasulullah?”

“Ya,” jawab Rasulullah.

Abu Bakar menangis haru. Ia telah lama menunggu saat ini—saat di mana ia bisa menemani Rasulullah dalam perjalanan bersejarah ini.

Namun, hijrah tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Malam itu, Rasulullah meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya.

“Gunakan selimut hijau ini, Ali,” kata Rasulullah. “Jangan takut, Allah akan melindungimu.”

Ali mengangguk tanpa ragu. Ia siap mempertaruhkan nyawanya untuk Rasulullah.

Sementara itu, Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari rumah dengan langkah tenang.

Mereka berjalan melewati para pembunuh yang telah mengepung rumah.

Tapi tidak ada satu pun yang melihatnya.

Allah telah menutup mata mereka.

Malam di Gua Tsur

Ali masih terbaring di tempat tidur Rasulullah ketika para pemuda Quraisy menyerbu masuk.

Pedang mereka terangkat, siap menebas.

Namun saat selimut disibak, mereka terkejut.

Itu bukan Muhammad. Itu Ali!

“Ke mana dia?!” teriak mereka.

Mereka segera berlari ke luar. Tapi Rasulullah telah menghilang.

Di luar Makkah, Rasulullah dan Abu Bakar berjalan menuju Gua Tsur, tempat persembunyian mereka.

Mereka harus tinggal di sana selama tiga hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.

Di dalam gua, Abu Bakar gelisah.

“Ya Rasulullah, jika mereka menemukan kita, kita akan mati!” katanya dengan suara bergetar.

Rasulullah menatapnya dengan tenang.

“Jangan takut, wahai Abu Bakar,” katanya. “Allah bersama kita.”

Di luar gua, para pencari jejak Quraisy semakin dekat.

Mereka melihat jejak kaki yang menuju ke gua itu.

“Pasti dia ada di dalam!”

Namun saat mereka mendekat, mereka terhenti.

Di mulut gua, terlihat sarang laba-laba yang masih utuh dan burung merpati yang bertelur.

“Tidak mungkin ada orang di dalam,” kata salah satu dari mereka. “Kalau ada, sarang ini pasti sudah rusak.”

Mereka pun pergi.

Allah telah menyelamatkan Rasulullah dengan cara yang tak terduga.

Tiga hari kemudian, ketika keadaan sudah aman, Rasulullah dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan.

Dengan ditemani seorang pemandu bernama Abdullah bin Uraiqit, mereka mulai perjalanan ke Yatsrib.

Di belakang mereka, Makkah telah kehilangan pemimpin terbaiknya.

Di depan mereka, Yatsrib telah menanti dengan penuh harapan.

(Bersambung ke Seri 20 – Sambutan Meriah di Madinah)

spot_img

BUKU: Menyelami Hikmah dalam Taman Orang-Orang yang Berakal Sehat

Spesifikasi Buku Judul: Taman Orang-orang yang Berakal Sehat Penulis: Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busty (Ibnu Hibban)Penerbit: AqwamJumlah Halaman: 448...

More Articles Like This