Selasa, Maret 18, 2025
No menu items!
spot_img

Nabi Muhammad SAW, Cahaya di Tanah Makkah (20): Sambutan Meriah di Madinah

spot_img
Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat dan Sugiyati

Angin padang pasir bertiup lembut saat Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib.

Setelah tiga hari bersembunyi di Gua Tsur, mereka meninggalkan Makkah dengan langkah yang penuh harapan.

Namun, bahaya belum berakhir.

Quraisy telah menawarkan hadiah besar bagi siapa pun yang bisa menangkap Rasulullah—hidup atau mati.

Seratus ekor unta.

Itu jumlah yang menggiurkan.

Pengejaran di Padang Pasir

Salah satu pemburu hadiah yang paling berambisi adalah Suraqah bin Malik.

Saat mendengar kabar bahwa ada seseorang yang melihat Rasulullah di perjalanan, ia langsung bergegas dengan kudanya.

Ia ingin mendapatkan hadiah seratus ekor unta.

Saat ia mendekat dan hampir menangkap Rasulullah, tiba-tiba kudanya tersungkur jatuh!

Suraqah terlempar ke tanah.

Ia bangkit, mengusap debu, dan mencoba lagi.

Namun, untanya jatuh lagi!

Ketika hal itu terjadi untuk ketiga kalinya, ia mulai sadar.

“Ini bukan manusia biasa,” pikirnya.

Akhirnya, ia berteriak, “Wahai Muhammad! Aku tidak akan menyakitimu! Tolong doakan aku!”

Rasulullah tersenyum dan berdoa agar Suraqah selamat.

Sebagai tanda bahwa ia telah berubah, Suraqah memberikan tongkatnya kepada Rasulullah sebagai tanda perdamaian.

Dan ia pun kembali ke Makkah, merahasiakan perjalanan Rasulullah.

Menjelang Kota Madinah

Perjalanan panjang ini penuh dengan tantangan.

Namun setelah berhari-hari di padang pasir, akhirnya Rasulullah dan Abu Bakar sampai di wilayah dekat Yatsrib.

Saat mendekati kota, mereka tiba di sebuah desa bernama Quba.

Di sini, Rasulullah disambut dengan sukacita oleh penduduk Muslim yang telah lebih dulu hijrah ke Yatsrib.

Mereka memeluk Rasulullah dengan penuh haru.

Di Quba, Rasulullah membangun masjid pertama dalam Islam—Masjid Quba.

Masjid ini menjadi tempat shalat dan berkumpulnya kaum Muslim.

Rasulullah tinggal di Quba selama beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.

Sementara itu, kabar kedatangannya telah menyebar luas.

Di Yatsrib, orang-orang berdiri di pinggir jalan, menunggu dengan penuh semangat.

Mereka sudah lama mendengar tentang Nabi yang akan membawa kedamaian bagi kota mereka.

Sambutan Meriah di Madinah

Akhirnya, Rasulullah tiba di Yatsrib.

Penduduk kota—baik Muslim maupun non-Muslim—berkumpul untuk menyambutnya.

Anak-anak bernyanyi dengan riang:

“Tala’al Badru ‘Alayna”
(Bulan purnama telah muncul di atas kita)

Para wanita berdiri di atap rumah, melambaikan tangan dan berseru, “Selamat datang, wahai Rasulullah!”

Semua orang berebut ingin mengundang Rasulullah ke rumah mereka.

Namun, Rasulullah berkata, “Aku akan tinggal di tempat yang dipilih oleh untaku.”

Unta Rasulullah berjalan perlahan melewati jalan-jalan kota, hingga akhirnya berhenti di depan rumah Abu Ayyub Al-Anshari.

Di sinilah Rasulullah tinggal sementara waktu.

Yatsrib Menjadi Madinah

Sejak hari itu, Yatsrib berubah nama menjadi Al-Madinah Al-Munawwarah—Kota yang Bercahaya.

Di sini, Rasulullah bukan hanya pemimpin agama, tetapi juga pemimpin masyarakat.

Ia menyatukan suku-suku yang sebelumnya bertikai.

Ia membangun masjid, menetapkan aturan keadilan, dan menciptakan Piagam Madinah—sebuah perjanjian yang menjadi dasar hukum bagi penduduk kota.

Hijrah bukan hanya perpindahan fisik.

Hijrah adalah awal dari sebuah peradaban baru.

Dan dari Madinah inilah, Islam mulai berkembang ke seluruh dunia.

(Bersambung ke Seri 21 – Piagam Madinah: Fondasi Negara Islam)

spot_img

Menjaga Lisan di Bulan Ramadan: Hikmah dan Tuntunan dari Al-Qur’an dan Hadis

JAKARTAMU.COM | Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan, bulan yang mendidik kita untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa....

More Articles Like This