Minggu, Februari 23, 2025
No menu items!

Nasikh Mansukh dalam Al-Quran: Hikmah Adanya Naskh

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Ulama Fikih Prof Dr KH Muhammad Ali Yafie (1926 – 2023) mengatakan adanya nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur’an itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya.

Dalam buku berjudul “Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah” bab “Nasikh Mansukh dalam Al-Quran”, KH Ali Yafie menjelaskan turunnya Kitab Suci al-Qur’an tidak terjadi sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam waktu 20 tahun lebih.

Hal ini memang dipertanyakan orang ketika itu, lalu Qur’an sendiri menjawab, pentahapan itu untuk pemantapan, khususnya di bidang hukum.

Dalam hal ini Syekh al-Qasimi berkata, sesungguhnya al-Khalik Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi mendidik bangsa Arab selama 23 tahun dalam proses tadarruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya dengan perantaraan berbagai sarana sosial.

Hukum-hukum itu mulanya bersifat kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti Allah dengan yang lain, sehingga bersifat universal.

Demikianlah Sunnah al-Khaliq diberlakukan terhadap perorangan dan bangsa-bangsa dengan sama. Jika engkau melayangkan pandanganmu ke alam yang hidup ini, engkau pasti akan mengetahui bahwa naskh (penghapusan) adalah undang-undang alami yang lazim. Baik dalam bidang material maupun spiritual.

Seperti proses kejadian manusia dari unsur-unsur sperma dan telur kemudian menjadi janin, lalu berubah menjadi anak, kemudian tumbuh menjadi remaja, dewasa, kemudian orang tua dan seterusnya.

Setiap proses peredaran (keadaan) itu merupakan bukti nyata, dalam alam ini selalu berjalan proses tersebut secara rutin. Dan kalau naskh yang terjadi pada alam raya ini tidak lagi diingkari terjadinya, mengapa kita mempersoalkan adanya penghapusan dan proses pengembangan serta tadarruj dari yang rendah ke yang lebih tinggi?

Apakah seorang dengan penalarannya akan berpendapat bahwa yang bijaksana langsung membenahi bangsa Arab yang masih dalam proses permulaan itu, dengan beban-beban yang hanya patut bagi suatu bangsa yang telah mencapai kemajuan dan kesempurnaan dalam kebudayaan yang tinggi?

Kalau pikiran seperti ini tidak akan diucapkan seorang yang berakal sehat, maka bagaimana mungkin hal semacam itu akan dilakukan Allah SWT Yang Maha Menentukan hukum, memberikan beban kepada suatu bangsa yang masih dalam proses pertumbuhannya dengan beban yang tidak akan bisa dilakukan melainkan oleh suatu bangsa yang telah menaiki jenjang kedewasaannya?

Lalu, manakah yang lebih baik, apakah syari’at kita yang menurut sunnah Allah ditentukan hukum-hukumnya sendiri, kemudian di-nasakh-kan karena dipandang perlu atau disempurnakan hal-hal yang dipandang tidak mampu dilaksanakan manusia dengan alasan kemanusiaan?

Ataukah syari’at-syari’at agama lain yang diubah sendiri oleh para pemimpinnya sehingga sebagian hukum-hukumnya lenyap sama sekali?

KH Ali Yafie megatakan syariat Allah adalah perwujudan dari rahmat-Nya. Dia-lah yang Maha Mengetahui kemaslahatan hidup hamba-Nya. Melalui sarana syariat-Nya, Dia mendidik manusia hidup tertib dan adil untuk mencapai kehidupan yang aman, sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat.

Forza Gamawijaya (1): Langkah Pertama Sang Senopati

Oleh: Dwi Taufan Hidayat LANGIT jingga terbentang di atas Urut Sewu, garis pantai selatan yang memanjang dengan deburan ombak tak...

More Articles Like This