Senin, Maret 17, 2025
No menu items!
spot_img

Nuzulul Qur’an: Mengapa Ayat-Ayatnya Terkesan Acak? Begini Penjelasannya

spot_img
Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Prof Dr M Quraish Shihab mengatakan ayat-ayat Al-Quran merupakan serat yang membentuk tenunan kehidupan Muslim, serta benang yang menjadi rajutan jiwanya.

Oleh karena itu, sering kali pada saat Al-Quran berbicara tentang satu persoalan menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tiba-tiba ayat lain muncul berbicara tentang aspek atau dimensi lain yang secara sepintas terkesan tidak saling berkaitan.

Akan tetapi, bagi orang yang tekun mempelajarinya akan menemukan keserasian hubungan yang amat mengagumkan, sama dengan keserasian hubungan yang memadukan gejolak dan bisikan-bisikan hati manusia, sehingga pada akhirnya dimensi atau aspek yang tadinya terkesan kacau, menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung pangkalnya.

Dalam bukunya berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Quraish Shihab menjelaskan salah satu tujuan Al-Quran memilih sistematika demikian, adalah untuk mengingatkan manusia -khususnya kaum Muslimin-bahwa ajaran-ajaran Al-Quran adalah satu kesatuan terpadu yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Mengapa Al-Qur’an Terkesan Acak

Keharaman makanan tertentu seperti babi, ancaman terhadap yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah, kewajiban menegakkan hukum, wasiat sebelum mati, kewajiban puasa, hubungan suami-istri, dikemukakan Al-Quran secara berurut dalam belasan ayat surat Al-Baqarah.

Mengapa demikian? Mengapa terkesan acak? Jawabannya antara lain, menurut Quraish, adalah: “Al-Quran menghendaki agar umatnya melaksanakan ajarannya secara terpadu.”

Tidakkah babi lebih dianjurkan untuk dihindari daripada keengganan menyebarluaskan ilmu. Bersedekah tidak pula lebih penting daripada menegakkan hukum dan keadilan. Wasiat sebelum mati dan menunaikannya tidak kalah dari berpuasa di bulan Ramadhan.

Puasa dan ibadah lainnya tidak boleh menjadikan seseorang lupa pada kebutuhan jasmaniahnya, walaupun itu adalah hubungan seks antara suami-istri. Demikian terlihat keterpaduan ajaran-ajarannya.

Quraish menjelaskan Al-Quran menempuh berbagai cara guna mengantar manusia kepada kesempurnaan kemanusiaannya antara lain dengan mengemukakan kisah faktual atau simbolik.

Kitab Suci Al-Quran tidak segan mengisahkan “kelemahan manusiawi,” namun itu digambarkannya dengan kalimat indah lagi sopan tanpa mengundang tepuk tangan, atau membangkitkan potensi negatif, tetapi untuk menggarisbawahi akibat buruk kelemahan itu, atau menggambarkan saat kesadaran manusia menghadapi godaan nafsu dan setan.

Kisah Qarun yang Kaya Raya dan Nabi Yusuf Dirayu

Quraish mencontohkan ketika Qarun yang kaya raya memamerkan kekayaannya dan merasa bahwa kekayaannya itu adalah hasil pengetahuan dan jerih payahnya, dan setelah enggan berkali-kali mendengar nasihat, terjadilah bencana longsor sehingga seperti bunyi firman Allah:

“Maka Kami benamkan dia dan hartanya ke dalam bumi” (QS Al-Qashash [28]: 81).

Dan berkatalah orang-orang yang kemarin mendambakan kedudukan Qarun, “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan mempersempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan karuniaNya atas kita, niscaya kita pun dibenamkannya. Aduhai benarlah tidak beruntung orang-orang yang kikir (QS Al-Qashash [28]: 82).

Dalam konteks menggambarkan kelemahan manusia, Al-Quran, bahkan mengemukakan situasi, langkah konkret dan kalimat-kalimat rayuan seorang wanita bersuami yang dimabuk cinta oleh kegagahan seorang pemuda yang tinggal di rumahnya:

“(Setelah berulang-ulang kali merayu dengan berbagai cara terselubung). Ditutupnya semua pintu dengan amat rapat, seraya berkata (sambil menyerahkan dirinya kepada kekasihnya-setelah berdandan), “Ayolah kemari lakukan itu!” (QS Yusuf [12]: 23).

Demikian, tetapi itu sama sekali berbeda dengan ulah sementara seniman, yang memancing nafsu dan merangsang berahi.

Al-Quran menggambarkannya sebagai satu kenyataan dalam diri manusia yang tidak harus ditutup-tutupi tetapi tidak juga dibuka lebar, selebar apa yang sering dipertontonkan, di layar lebar atau kaca.

Al-Quran kemudian menguraikan sikap dan jawaban Nabi Yusuf, anak muda yang dirayu wanita itu, juga dengan tiga alasan penolakan, seimbang dengan tiga cara rayuannya,

Yang pertama dan kedua adalah: “Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya suamimu adalah tuanku, yang memperlakukan aku dengan baik” (QS Yusuf [12]: 23).

Yang ketiga, khawatir kedua alasan itu belum cukup. “Dan sesungguhnya tidak pernah dapat berbahagia orang yang berlaku aniaya” (QS Yusuf [12]: 23).

spot_img

BUKU: Menyelami Hikmah dalam Taman Orang-Orang yang Berakal Sehat

Spesifikasi Buku Judul: Taman Orang-orang yang Berakal Sehat Penulis: Imam Abu Hatim Muhammad bin Hibban Al-Busty (Ibnu Hibban)Penerbit: AqwamJumlah Halaman: 448...

More Articles Like This