JAKARTAMU.COM | Pengoplosan bahan bakar, terutama Pertamax, bukan hanya sekadar kecurangan bisnis, tetapi juga membawa dampak luas yang merugikan masyarakat. Berdasarkan temuan utama yang didapatkan dari hasil pengaduan dan pemodelan kerugian konsumen, terdapat berbagai bentuk dampak nyata yang harus menjadi perhatian bersama.
Kerugian Ekonomi Masyarakat
Sebanyak 86,43% konsumen mengaku mengalami kerugian karena mereka harus membayar harga lebih mahal untuk bahan bakar dengan kualitas yang seharusnya lebih rendah. Ini menandakan adanya manipulasi pasar yang mengorbankan masyarakat sebagai konsumen akhir. Tak hanya itu, 55,25% konsumen mengalami kerugian materiil akibat kerusakan kendaraan setelah menggunakan bahan bakar oplosan, dengan biaya perbaikan yang berkisar antara Rp1 juta hingga Rp5 juta bagi 45,5% konsumen.
Jika dihitung secara luas, total kerugian akibat pengoplosan BBM pada tahun 2023 mencapai Rp47,6 miliar per hari, atau sekitar Rp1,42 triliun per bulan, dan mencapai Rp17,4 triliun dalam setahun. Angka ini sangat besar dan menjadi ancaman serius bagi daya beli serta kesejahteraan masyarakat.
Dampak terhadap Perekonomian Nasional
Tak hanya merugikan konsumen secara individu, praktik pengoplosan juga menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp13,35 triliun. Selain itu, pendapatan masyarakat menurun hingga Rp13,24 triliun, sementara keuntungan para pengusaha juga mengalami penurunan signifikan sebesar Rp9,25 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa dampak pengoplosan tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga oleh dunia usaha secara lebih luas.
Tanggung Jawab Hukum dan Hak Konsumen
Jika terbukti terjadi pengoplosan, maka Pertamina tidak hanya melanggar kewajiban sebagai pelaku usaha, tetapi juga dapat dikenai sanksi sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. Konsumen yang merasa dirugikan berhak menuntut kompensasi dan ganti rugi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Hal ini mempertegas bahwa keadilan bagi konsumen harus ditegakkan.
Lebih jauh lagi, dugaan pengoplosan bukan sekadar isu bisnis curang, tetapi juga pelanggaran serius terhadap hak-hak konsumen. Jika terbukti, kasus ini bisa menjadi preseden hukum penting yang memungkinkan masyarakat menggugat melalui mekanisme class action. Dengan demikian, pertanggungjawaban terhadap tindakan ini dapat ditegakkan secara hukum.
Mendesak Perubahan Kebijakan Energi Nasional
Kasus ini bukan hanya soal ganti rugi, tetapi juga menyangkut akuntabilitas kebijakan energi nasional. Praktik pengoplosan yang berulang menunjukkan adanya celah dalam pengawasan yang memungkinkan kecurangan ini terus terjadi. Oleh karena itu, masyarakat bisa mengambil langkah hukum melalui mekanisme citizen lawsuit, yakni gugatan hukum warga negara untuk mendorong perubahan kebijakan agar praktik serupa tidak terjadi di masa depan.
Peran Muhammadiyah: Memperjuangkan Hak dan Kesejahteraan Rakyat
Dalam konteks ini, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan telah lama menjadi garda terdepan dalam membela hak-hak rakyat yang tertindas. Kasus pengoplosan Pertamax ini adalah salah satu bentuk ketidakadilan ekonomi yang harus diperjuangkan agar rakyat tidak terus menjadi korban praktik bisnis yang merugikan.
Amanat Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang menyoroti isu dan agenda kemanusiaan, kebangsaan, dan keagamaan semakin relevan dalam situasi ini. Muhammadiyah tidak pernah diam ketika rakyat menderita. Dalam berbagai kesempatan, Muhammadiyah selalu hadir untuk mengadvokasi kebijakan yang lebih adil, menyoroti ketimpangan ekonomi, dan memperjuangkan keadilan sosial.
Sejarah panjang Muhammadiyah menunjukkan bahwa organisasi ini bukan hanya berbicara tentang moral dan keagamaan, tetapi juga aktif dalam membela kepentingan masyarakat melalui berbagai jalur, baik pendidikan, kesehatan, sosial, hingga advokasi kebijakan publik. Dalam kasus pengoplosan Pertamax, Muhammadiyah dapat mengambil peran strategis dengan:
- Mendorong pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas bagi pelaku yang terlibat.
- Mengedukasi masyarakat agar lebih kritis terhadap praktik-praktik bisnis yang merugikan dan memahami hak-hak mereka sebagai konsumen.
- Melakukan kajian independen dan memberikan rekomendasi kebijakan energi yang lebih transparan dan berpihak kepada rakyat.
- Menggalang kekuatan hukum melalui class action atau citizen lawsuit agar ada perubahan sistemik dalam kebijakan energi nasional.
Sebagai organisasi yang memiliki jaringan luas dari tingkat pusat hingga ranting, Muhammadiyah memiliki kekuatan besar untuk menjadi katalis perubahan. Kepedulian Muhammadiyah terhadap isu ini adalah wujud nyata dari spirit Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang menolak segala bentuk kezaliman dan eksploitasi terhadap masyarakat.
Seperti yang selalu menjadi prinsip Muhammadiyah, “Sedikit bicara, banyak bekerja”, perjuangan dalam membela hak rakyat bukan sekadar retorika, melainkan aksi nyata yang terus dilakukan. Dalam situasi seperti ini, Muhammadiyah bisa menjadi jembatan bagi aspirasi masyarakat untuk menuntut keadilan, transparansi, dan kebijakan energi yang berpihak pada rakyat.
Praktik pengoplosan Pertamax bukan sekadar pelanggaran bisnis, tetapi telah menjadi masalah sistemik yang berdampak luas pada ekonomi masyarakat, daya beli, serta keberlanjutan kebijakan energi nasional. Dalam konteks perjuangan hak rakyat, Muhammadiyah memiliki posisi strategis untuk mengadvokasi perubahan kebijakan agar praktik semacam ini tidak terus berulang.
Diperlukan langkah tegas dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk mengakhiri praktik ini, melindungi hak konsumen, serta memastikan keadilan ekonomi bagi semua pihak. Dan di sinilah Muhammadiyah hadir sebagai kekuatan moral yang tak hanya berjuang dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam membela hak-hak rakyat demi terciptanya keadilan sosial yang hakiki.