Jumat, April 25, 2025
No menu items!

Optimis Menatap Masa Depan

Must Read

Oleh: Abudin R Budi

JAKARTAMU.COM | Dalam hidup ini, setiap manusia tentu menginginkan masa depan yang baik, penuh harapan dan keberkahan. Namun, tidak sedikit yang justru tenggelam dalam pesimisme karena tekanan hidup, kegagalan, atau tantangan yang seakan tak berujung.

Islam, adalah agama yang menanamkan optimisme sebagai bagian dari keimanan. Seorang Muslim harus percaya bahwa setiap ujian adalah bagian dari skenario Allah yang lebih besar, yang selalu berujung pada kebaikan bagi mereka yang bersabar dan bertawakal.

Allah Subhanahi wa ta’ala, berfirman:

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (٥) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (٦)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap kesulitan akan selalu disertai kemudahan. Allah tidak hanya menyebutkan satu kali, tapi dua kali, menandakan kepastian bahwa kemudahan akan datang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ، فَهُوَ أَهْلَكُهُمْ

“Jika seseorang berkata, ‘Manusia telah binasa,’ maka dialah yang paling binasa di antara mereka.” (HR. Muslim no. 2623)

Hadits ini mengingatkan bahwa sikap pesimis, suka mencela zaman atau masyarakat, justru mencerminkan kehancuran pribadi itu sendiri. Islam mengajarkan untuk selalu memberi harapan, memperbaiki diri, dan memberi kontribusi positif kepada sesama.

Optimisme dari Sosok-Sosok Mulia

  1. Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘Anhu
    Seorang sahabat Nabi yang dikenal kaya raya namun sangat dermawan. Ketika hijrah ke Madinah dan tidak memiliki apa-apa, beliau tetap optimis dan berkata:

دُلُّونِي عَلَى السُّوقِ

“Tunjukkan aku di mana pasar.” (HR. Bukhari)

Dari semangat inilah, ia membangun kembali usahanya dari nol hingga menjadi salah satu sahabat paling kaya namun rendah hati dan dermawan.

  1. Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata:

رَأسُ التَّوَكُّلِ حُسنُ الظَّنِّ بِاللَّهِ

“Puncak tawakal adalah berbaik sangka kepada Allah.” (Siyar A‘lam al-Nubala’)

Optimisme bukan hanya semangat kosong, tapi juga lahir dari keyakinan bahwa Allah Maha Baik dan tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.

  1. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata:

الْفَرَحُ بِاللَّهِ وَرَحْمَتِهِ، وَرِضَاهُ وَعَفْوِهِ، أَعْظَمُ فَرَحٍ يُوصِلُ إِلَى اللهِ

“Kegembiraan karena Allah, rahmat-Nya, keridhaan-Nya, dan ampunan-Nya, adalah kegembiraan terbesar yang bisa menghantarkan seseorang menuju Allah.” (Madarij as-Salikin, 2/245)

Ini adalah bentuk optimisme spiritual tertinggi –merasa bahagia dan tenang– karena tahu Allah Maha Penyayang dan penuh ampunan.

Penutup

Optimis bukan berarti menafikan kesulitan, tapi menghadapinya dengan hati yang yakin bahwa Allah akan membukakan jalan. Maka, mari kita tanamkan dalam diri dan anak-anak kita semangat optimis menatap masa depan, karena bersama Allah, tidak ada kata mustahil. (*)

Nilai Integritas Pendidikan Masih di Zona Rawan, KPK Minta Reformasi Karakter hingga Tata Kelola

JAKARTAMU.COM | Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan. Dengan skor nasional sebesar 69,05, integritas sektor...
spot_img

More Articles Like This