Senin, Februari 24, 2025
No menu items!

Pandangan Muhammadiyah tentang Malam Nisfu Sya’ban: Antara Tradisi dan Dalil Syariat

Must Read

JAKARTAMU.COM | Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam yang berpegang pada prinsip tajdid (pembaharuan) dan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih, memiliki pandangan bahwa amalan pada malam Nisfu Sya’ban tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam. Dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah, ibadah harus memiliki dalil yang jelas dari Al-Qur’an atau hadis sahih.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait pandangan Muhammadiyah mengenai malam Nisfu Sya’ban:

  1. Tidak Ada Dalil Sahih tentang Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
    Hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya’ban umumnya berkualitas lemah (dha’if) atau bahkan palsu (maudhu’). Oleh karena itu, tidak dapat dijadikan hujjah dalam ibadah.
  2. Tidak Ada Tuntunan dari Rasulullah SAW dan Para Sahabat
    Tidak ada riwayat sahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dan para sahabat secara khusus menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan ibadah tertentu, seperti shalat malam berjamaah atau doa khusus.
  3. Ibadah Harus Sesuai dengan Tuntunan Rasulullah SAW
    Muhammadiyah menekankan bahwa ibadah harus bersumber dari Al-Qur’an dan hadis sahih. Segala bentuk ibadah yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW termasuk dalam kategori bid’ah.

Dalil Al-Qur’an dan Hadis yang Relevan

  1. Al-Qur’an Menegaskan Bahwa Ibadah Harus Berdasarkan Dalil yang Jelas
    قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
    “Katakanlah, ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar.'” (QS. Al-Baqarah: 111)

Ayat ini menunjukkan bahwa segala klaim dalam agama, termasuk tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban, harus memiliki bukti yang kuat dari Al-Qur’an dan hadis sahih.

  1. Hadis Larangan Beribadah Tanpa Tuntunan
    مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
  2. ‘Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi prinsip dalam beribadah, bahwa segala amalan yang tidak memiliki dasar dalam syariat tidak diterima.

  1. Ampunan Allah Tidak Hanya pada Malam Nisfu Sya’ban
    Hadis yang sering dikutip tentang ampunan Allah pada malam Nisfu Sya’ban memiliki sanad yang lemah. Padahal, dalam Islam, Allah SWT selalu membuka pintu ampunan setiap malam:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ؟ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ؟
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir, lalu Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.'” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesimpulan

Muhammadiyah tidak mengkhususkan ibadah tertentu pada malam Nisfu Sya’ban karena tidak ada dalil yang sahih. Umat Islam dianjurkan untuk senantiasa meningkatkan ibadah kapan saja tanpa harus mengkhususkan malam tertentu yang tidak memiliki dasar dalam syariat. Wallahu a’lam.

Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas Kabupaten Semarang

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (14)

Batas yang Tak Terlihat Oleh: Sugiyati Suara itu menggema, seolah datang dari seluruh penjuru gua yang gelap. Setiap kata yang...

More Articles Like This