JAKARTAMU.COM | Di tengah hiruk-pikuk ibu kota yang padat dan penuh beton, sebuah oase hijau tumbuh subur di halaman SMP Muhammadiyah 11 Pejompongan, Jakarta Pusat. Deretan selada dan sawi pakcoy (naybay) berjajar rapi di atas rak-rak hidroponik buatan siswa, siap dipanen setelah berpekan-pekan dirawat berkawan keringat.
Selasa (15/4/2025) sayuran itu akhirnya. Ini bukan sekadar kegiatan rutin melainkan bentuk nyata hasil sinergi pembelajaran, kepedulian lingkungan, dan jiwa kewirausahaan yang ditanamkan melalui program Sekolah Adiwiyata. Siapa sosok di balik kebun mini itu?
Dialah Dede Zaenudin, S.Pd., M.Pd. seorang guru yang dengan penuh semangat membimbing para siswa agar tak hanya cerdas di kelas, tapi juga terampil dalam praktik nyata.
“Hidroponik kami pilih karena praktis, hemat biaya, dan sangat cocok untuk lingkungan sekolah yang lahannya terbatas,” jelas Dede, sambil tersenyum melihat para siswa memetik hasil kerja keras mereka.
Program ini tak luput dari perhatian para pemangku kepentingan. Hadir dalam acara panen tersebut antara lain wakil ketua Dikdasmen PCM Tanah Abang 2, ketua Dikdasmen PDM Jakarta Pusat, dan Pengawas Sekolah. Mereka tak sekadar datang melihat, tapi juga membawa apresiasi dan harapan.
“Ide ini luar biasa. Saya berharap ke depannya hasil panen ini bisa dijual ke masyarakat, agar siswa juga belajar soal kewirausahaan,” ujar Intan, M.Pd., wakil ketua Dikdasmen PCM Tanah Abang 2, sembari menyentuh daun selada yang tampak segar dan renyah.
Senada dengan itu, Ibu Leli, M.Pd., selaku pengawas sekolah, menyentuh sisi spiritual dari kegiatan ini. “Menanam itu ibadah. Setiap benih yang tumbuh, tak hanya menyejukkan mata tapi juga membawa pahala,” ungkapnya dengan penuh makna.
Sementara itu, Usman Andrianto, S.E., M.M., Ketua Dikdasmen PDM Jakarta Pusat, mengaku bangga dengan langkah progresif SMP Muhammadiyah 11 Pejompongan. “Sekolah ini bergerak lebih cepat dari yang lain. Ini bukan hanya contoh baik, tapi juga inspirasi bagi sekolah Muhammadiyah lainnya,” katanya.
Semangat ramah lingkungan pun terus digaungkan. Ibu Intan menegaskan bahwa siswa perlu diajak untuk lebih kreatif dan sadar lingkungan, “Gunakan barang bekas seperti galon air untuk media tanam. Tanamlah lebih banyak sayuran, dan jadikan ini kebiasaan.”
Kebun hidroponik itu mungkin kecil dari segi ukuran, namun besar dari segi makna. Di sana, tumbuh bukan hanya sayuran, tapi juga karakter, keterampilan hidup, dan harapan. Sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi juga ladang untuk menanam masa depan yang lebih hijau dan berdaya.
Laporan Tuti Rahmawati