BANYUMAS, JAKARTAMU.COM | Setelah menuai polemik akibat pelarangan penggunaan Lapangan AKRAB untuk pelaksanaan Sholat Idul Fitri 1446 H, Pemerintah Desa (Pemdes) Rempoah akhirnya menerbitkan surat izin resmi yang memperbolehkan pelaksanaan ibadah tersebut. Surat bernomor 300/027/III/2025 yang dikeluarkan pada 29 Maret 2025 itu memberikan izin kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Baturraden untuk menggelar Sholat Idul Fitri di Lapangan AKRAB pada 31 Maret 2025.
Sebelumnya, pelarangan penggunaan lapangan oleh Pemdes Rempoah mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pengurus Daerah Muhammadiyah (LBH-AP PDM) Banyumas. Mereka menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan hak konstitusional warga untuk beribadah sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.

Klarifikasi Pemdes Rempoah
Dalam surat izin yang diterbitkan, Pemdes Rempoah mencantumkan ketentuan agar pelaksanaan ibadah tetap menjaga keamanan dan ketertiban umum serta tidak mengganggu lingkungan sekitar. Kepala Desa Rempoah, Sugeng Pujiharto, menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan aspirasi masyarakat serta hasil diskusi dengan berbagai pihak.
“Kami memahami kebutuhan masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah dengan nyaman dan khusyuk. Dengan dikeluarkannya izin ini, kami berharap seluruh pihak dapat bekerja sama untuk menjaga ketertiban selama pelaksanaan Sholat Idul Fitri,” ujar Sugeng Pujiharto.

Respon Muhammadiyah dan Masyarakat
Pimpinan PCM Baturraden, Arif El Hakim, menyambut baik keputusan ini dan mengapresiasi langkah Pemdes Rempoah yang akhirnya memberikan izin penggunaan lapangan. Menurutnya, keputusan ini menunjukkan bahwa dialog dan komunikasi yang baik dapat menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak.
“Kami berterima kasih atas keterbukaan Pemdes Rempoah dalam menyikapi masukan dari masyarakat. Ini adalah kemenangan bagi kebersamaan dan kebebasan beribadah. Kami juga mengimbau jamaah agar tetap menjaga ketertiban dan menaati aturan yang ditetapkan,” kata Arif El Hakim.
Masyarakat setempat juga menyambut positif keputusan ini. Salah satu warga, Rahmat (45), mengaku lega karena akhirnya dapat melaksanakan Sholat Idul Fitri di lapangan seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Saya bersyukur akhirnya ada izin resmi. Ini membuktikan bahwa suara masyarakat didengar dan kebebasan beribadah tetap dihormati,” ungkapnya.
Pelajaran dari Polemik
Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya komunikasi antara pemerintah desa dan masyarakat dalam mengambil keputusan yang menyangkut hak dasar warga. Polemik yang sempat terjadi menunjukkan bahwa keputusan administratif harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek hukum, sosial, dan hak asasi manusia.
Ke depan, diharapkan tidak ada lagi kebijakan serupa yang dapat memicu kontroversi. Pemerintah desa di berbagai daerah juga diimbau untuk selalu mengedepankan pendekatan dialogis dalam menyikapi isu-isu keagamaan guna menjaga harmoni dan ketenteraman masyarakat.