JAKARTAMU.COM | Prof Dr M Quraish Shihab mengatakan terdapat beberapa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menyebutkan pengampunan (pembebasan dosa), dan upaya menjalin hubungan serasi antara manusia dengan Tuhannya, antara lain taba (tobat), ‘afa (memaafkan), ghafara (mengampuni), kaffara (menutupi), dan shafah.
“Masing-masing istilah digunakan untuk tujuan tertentu dan memberikan maksud yang berbeda,” ujarnya dalam bukunya berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat”.
Al-Shafh (Lapang Dada)
Ini kali kita membahas Al-Shafh atau lapang dada. Menurut Quraish Shihab, kata al-shafh dalam berbagai bentuk terulang sebanyak delapan kali dalam Al-Quran. Kata ini pada mulanya berarti lapang.
Halaman pada sebuah buku dinamai shafhat karena kelapangan dan keluasannya.
Dari sini, al-shafh dapat diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahat karena melakukannya menjadi perlambang kelapangan dada.
Dari delapan kali bentuk al-shafh yang dikemukakan, empat di antaranya didahului oleh perintah memberi maaf.
Perhatikan ayat-ayat berikut: “Apabila kamu memaafkan, dan melapangkan dada serta melindungi, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang (QS Al-Thaghabun [64]: 14).
Hendaklah mereka memaafkan dan melapangkan dada! Apakah kamu tidak ingin diampuni oleh Allah? (QS Al-Nur [24]: 22).
Maafkanlah mereka dan lapangkan dada. Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya) (QS Al-Ma-idah [5]: l3. Juga baca surat Al-Baqarah [2]: lO9).
Menurut Quraish, ulama-ulama Al-Quran seperti Ar-Raghib Al-Isfahani menyatakan bahwa al-shafa lebih tinggi kedudukannya dari al-‘afw (maaf). Pernyataan yang dikemukakan itu dapat dipahami melalui alasan kebahasaan sebagai berikut.
“Seperti dikemukakan terdahulu dari kata al-shafh lahirlah shafhat yang berarti halaman. Jika Anda memiliki selembar kertas yang ditulisi suatu kesalahan, lantas kesalahan itu ditulis dengan pensil, Anda tentu dapat mengambil penghapus karet untuk menghapusnya.
Seperti demikianlah ketika Anda melakukan ‘afw (memberi maaf). Seandainya kesalahan pada kertas itu ditulis dengan tinta, tentu Anda akan menghapusnya dengan Tipp Ex agar tidak terlihat lagi, dan di sini Anda melakukan takfir seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Betapa pun Anda menghapus bekas kesalahan, namun pasti sedikit banyak, lembaran tersebut tidak lagi sama sepenuhnya dengan lembaran baru.
Malah barangkali kertas itu menjadi kusut. Nah, di sinilah letak perbedaan antara al-shafh yang mengandung arti lapang dan lembaran baru dengan takfir.
Al-Shafh menuntut seseorang untuk membuka lembaran baru hingga sedikit pun hubungan tidak ternodai, tidak kusut, dan tidak seperti halaman yang telah dihapus kesalahannya.
Lambang Jabat Tangan
Mushafahat (jabat tangan) adalah lambang kesediaan seseorang untuk membuka lembaran baru, dan tidak mengingat atau menggunakan lagi lembaran lama. Sebab, walaupun kesalahan telah dihapus, kadang-kadang masih saja ada kekusutan masalah.
Memberi maaf dilanjutkan dengan perintah al-shafh. Perintah memaafkan tetap diperlukan, karena tidak mungkin membuka lembaran baru dengan membiarkan lembar yang telah ada kesalahannya tanpa terhapus.
Itu sebabnya ayat-ayat yang memerintahkan al-shafh tetapi tidak didahului oleh perintah memberi maaf, dirangkaikan dengan jamil yang berarti indah.
Selain itu, al-shafh juga dirangkaikan dengan perintah menyatakan kedamaian dan keselamatan bagi semua pihak (perhatikan firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-Hijr [15]: 85, serta Al-Zukhruf [43]: 89):
Berlapang dadalah terhadap mereka dengan cara yang baik (Al-Hijri [5]: 85).
Berlapang dadalah terhadap mereka dengan mengatakan salam/kedamaian (QS Al-Zukhruf [43]: 84).