KUPANG, JAKARTAMU.COM | Tanwir I Muhammadiyah periode Muktamar ke-48 di Kupang berakhir. Acara secara resmi ditutup Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di Aula Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), Jumat (6/12/2024).
Begitu ditutup, tanwir yang semula tampak dan terasa serius, berubah sangat cair. Panitia dan peserta melebur dalam kegembiraan ketika paduan suara mahasiswa UMK menyanyikan menyanyikan lagu Gemu Fa Mi Re.
Lagu bernuansa khas Maumere disambut para peserta dan penitia ikut berjoget ke kanan dan ke kiri. Sebagian peserta bahkan terlihat antusias ikut bernyanyi dan mengikuti gerak tim paduan suara.
Tak lama kemudian, para pejabat teras PP Muhammadiyah dan ortom, ikut bergabung dengan tim paduan suara di atas panggung. Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menikmati irama sambil ikut menggerakkan kaki ke kanan dan ke kiri.
Baca juga: Tanwir Sahkan 5 Nama Baru Jajaran PP Muhammadiyah
Lain halnya dengan Haedar Nashir di sebelahnya. Meski ikut larut dalam kegembiraan, Haedar tetap dengan gayanya yang serius, berdiri kokoh di antara Mu’ti dan Ketua Umum PP Aisyiyah Salmah Orbayinah.
Pemandangan itu berlangsung beberapa lama sebelum akhirnya diganti sesi foto tak resmi di atas panggung. Panitia dan sebagian merangsek maju dan antre menunggu giliran berfoto bersama Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti.
“Saya senang mengikuti gerakan lagu ini. Di Kemendikbud, kami setiap Jumat pagi senam diiringi lagu ini. Jadi tinggal mengikuti saja,” ujar Mu’ti saat berjalan masuk mobil dinas untuk meninggalkan lokasi tanwir.
Haedar Nashir mengatakan acara penutupan Tanwir Kupang yang “heboh” adalah ekspresi kebudayaan yang hangat. ”Ini benar-benar historis dan histeris,” tuturnya sebelum pamit meninggalkan lokasi tanwir.
Baca juga: ACMU, Pendingin Udara Hemat Energi dan Ramah Lingkungan Produksi Muhammadiyah
Ucapan Terima Kasih
Dalam pidato penutupan sebelumnya, Haedar mengucapkan syukur atas sukses penyelenggaraan Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang.
“Tentu ini semua karena rahmah, rida, dan berkah dari Allah SWT sebagai tradisi dalam ibadah kita,” katanya.
Haedar mengaku banyak tantangan untuk menyelenggarakan agenda besar ini. Lebih-lebih untuk urusan cuaca yang berganti-ganti secara cepat dan ekstrem.