JAKARTAMU.COM | Universitas Oxford di Inggris, salah satu lembaga pendidikan tertua di dunia, memiliki sejarah panjang dalam mempelajari, mengimpor, dan menerjemahkan karya-karya ilmuwan Muslim. Salah satu contohnya adalah penerjemahan Al-Jadawil Al-Falakiyah (Tabel Astronomi) pada tahun 1648 M. Karya ini, yang ditulis oleh Muhammad Tariq Al-Taimuri pada 1437 M, berisi tabel perhitungan astronomi yang sangat penting bagi navigasi dan pemetaan langit. Penerjemahan ini dilakukan oleh John Bainbridge dan John Greaves, dua astronom terkenal Inggris pada masa itu, dan dicetak di Percetakan Henry Hall, Oxford.
Bahasa Arab sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan di Eropa
Fakta ini menunjukkan bahwa pada masa itu, bahasa Arab adalah bahasa utama dalam dunia ilmu pengetahuan. Banyak intelektual Eropa mempelajari bahasa Arab bukan hanya untuk memahami filsafat dan teologi Islam, tetapi juga untuk mengakses pengetahuan sains, matematika, dan kedokteran yang berkembang pesat di dunia Muslim. Universitas Oxford bahkan menerbitkan buku-buku dengan format dua bahasa—satu halaman berbahasa Arab dan satu halaman berbahasa Inggris atau Latin—agar akurasi terjemahan tetap terjaga.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Oxford, tetapi juga di banyak pusat akademik Eropa lainnya. Universitas-universitas di Spanyol, Prancis, dan Italia pada masa itu memiliki fakultas khusus untuk studi Arab. Beberapa ilmuwan Eropa yang terkenal dengan karya-karya Arab mereka antara lain:
- Gerard of Cremona – Menerjemahkan lebih dari 70 karya Arab, termasuk Almagest karya Ptolemeus yang disempurnakan oleh ilmuwan Muslim.
- Robert of Chester – Penerjemah karya al-Khwarizmi yang memperkenalkan aljabar ke Eropa.
- Michael Scot – Membawa ilmu kedokteran dan filsafat Arab ke Eropa melalui karyanya dalam menerjemahkan tulisan Ibn Rushd (Averroes) dan Ibn Sina (Avicenna).
Warisan Ilmu Muslim dalam Kebangkitan Eropa
Selama abad ke-12 hingga ke-17, banyak buku ilmuwan Muslim dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan kimia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan kemudian ke bahasa Inggris. Universitas Oxford, Cambridge, dan berbagai akademi ilmiah lainnya menggunakan buku-buku ini sebagai rujukan utama dalam pendidikan mereka.
Sebagai contoh, Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine) karya Ibn Sina menjadi buku pegangan utama di fakultas kedokteran Eropa selama berabad-abad. Kitab al-Manazir (Book of Optics) karya Ibn al-Haytham menginspirasi perkembangan optik dan lensa yang menjadi dasar bagi ilmu fisika modern.
Banyak kata dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Arab akibat transfer ilmu ini, seperti:
Algebra (al-jabr – ilmu aljabar)
Chemistry (al-kimiya – ilmu kimia)
Algorithm (al-Khwarizmi – penemu sistem algoritma)
Zenith (samt – istilah astronomi)
Upaya Menghapus Jejak Keilmuan Islam
Ironisnya, meskipun peradaban Eropa banyak berutang pada dunia Islam dalam hal ilmu pengetahuan, ada upaya sistematis untuk mengecilkan peran besar ilmuwan Muslim dalam sejarah mereka. Buku-buku sejarah di banyak negara Eropa sering kali menyoroti kebangkitan ilmu pengetahuan sebagai hasil “Renaisans” tanpa menyebut kontribusi peradaban Islam yang mendahuluinya.
Namun, perpustakaan kuno di Eropa masih menyimpan ribuan manuskrip Arab yang menjadi bukti bahwa kemajuan mereka tidak lepas dari warisan ilmiah Islam. Perpustakaan Bodleian di Oxford, misalnya, memiliki koleksi manuskrip Arab dalam jumlah besar yang masih bisa dibaca hingga kini, sementara teks-teks Latin dan Inggris dari era yang sama sering kali sudah sulit dipahami oleh penutur modern.
Kesimpulan
Kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa bukanlah fenomena yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil dari transfer ilmu pengetahuan dari dunia Islam. Universitas Oxford dan banyak lembaga akademik Eropa lainnya memainkan peran penting dalam menerjemahkan dan menyebarluaskan karya-karya ilmuwan Muslim. Meskipun upaya untuk menghapus jejak ini terus terjadi, fakta sejarah tetap menunjukkan bahwa peradaban Islam memiliki kontribusi besar dalam membentuk dunia modern. (Dwi Taufan Hidayat)