BANDUNG – JAKARTAMU.COM | Agama ibarat sebuah kendaraan. Ia hanya dapat dijalankan dengan baik oleh orang-orang yang ahli dan bijaksana. Tanpa kearifan, perjalanan agama bisa terganggu dan bahkan membahayakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Pandangan ini disampaikan Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung Dr Hendar Riyadi Mag, saat membuka seminar ”Living Al-Quran: Kajian Tafsir Al-Quran dan Problematika Dakwah Islamiyah di Barat” yang digelar di Auditorium KH Ahmad Dahlan, lantai tiga kampus UM Bandung, Jalan Soekarno-Hatta Nomor 752, pada Jumat (25/10/2024).
”Saat ini banyak orang yang menjalankan agama tanpa pemahaman yang mendalam, sehingga tindakan mereka terkadang senggol sana-senggol sini tidak terkendali, bahkan sering kali terkesan arogan,” ujar Hendar, seraya mengutip pemikiran Nuruddin Muhammad Hasan Itr.
Sebagai perbandingan, Hendar menyebutkan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan telah memberikan teladan yang baik. Dia mengajarkan mengajarkan agama dengan cara memainkan biola. Dalam film Sang Pencerah, biola yang dimainkan oleh orang yang ahli menghasilkan suara merdu dan menenangkan. Sebaliknya ketika dimainkan orang yang tidak terampil, suaranya malah bisa mengganggu.
”Demikian juga dengan agama. Hanya mereka yang memiliki pemahaman dan kebijaksanaan yang akan membawa agama menjadi sesuatu yang indah dan menenangkan,” kata Hendar.
Keharusan Kajian Agama
Hendar juga menyoroti pentingnya kajian agama di kalangan akademisi dan mahasiswa. Lingkungan perguruan tinggi, khususnya UM Bandung, kajian keagamaan dan riset ilmiah menjadi keharusan. Bukan semata-mata untuk mempelajari pengetahuan, melainkan demi menciptakan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi masyarakat.
”Universitas berperan penting dalam mendorong mahasiswa untuk terus mengembangkan pemahaman baru yang diperoleh melalui riset terbaru dan kajian mendalam,” tutur Hendar.
Hendar menjelaskan bahwa kajian tafsir Al-Quran kini semakin berkembang. Ia menyebutkan beberapa ulama kontemporer seperti Quraish Shihab, Buya Hamka, dan Abdullah Saeed yang sering kali menjadi rujukan kajian tafsir di Indonesia. Perkembangan bidang ilmu tafsir ini memungkinkan umat Islam untuk memahami Al-Quran dengan cara yang lebih relevan sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada kesempatan itu, Hendar juga mengapresiasi forum kajian yang dihadiri oleh para akademisi dan mahasiswa karena menghadirkan berbagai narasumber yang kredibel dalam ilmu keislaman.
”Kegiatan semacam ini adalah bentuk nyata dari pengembangan ilmu pengetahuan, yang sangat penting untuk terus dikembangkan dalam dunia pendidikan tinggi, khususnya di lingkungan universitas,” kata dia.