Rabu, Maret 19, 2025
No menu items!
spot_img

Petani dan Ketahanan Pangan

spot_img
Must Read

SEPULUH tahun terakhir sejak 2015, jumlah petani di Indonesia susut 10%. Dari sekitar 33 juta, kini tersisa lebih kurang 28 juta, di mana 21%-nya petani millenial (19-39 tahun).

Kendati penghasil beras nomor empat dunia dan nomor satu di ASEAN (2023) dengan jumlah produksi beras 31 juta ton,  Indonesia masih rajin mengimpor beras.

Indonesia menduduki peringkat keempat  dalam impor beras. Pada 2024 mencapai 4,52 juta ton. Naik 47% dari impor beras pada 2023.

Fluktuasi produksi karena hama, cuaca dan budidaya serta kenaikan jumlah penduduk yang kini (2025) mencapai 280 juta, memaksa impor beras menjadi kebutuhan. Sekalipun hal itu relatif merugikan petani yang kini justru menurun jumlahnya.

Belum lagi impor gandum yang kian meningkat, hingga mencapai 9,45 juta ton (2024) tumbuh 19,5 % pada periode yang sama. Padahal, kita tahu bahwa Indonesia sebagai negara tropis bukan penghasil gandum. Namun penduduk negeri ini semakin suka makan olahan gandum, dari Mie Instan sampai roti aneka rasa.

Kesimpulan sementara, Indonesia kian menjauhi dari swasembada pangan. Lahan pertanian pangan -khususnya beras – yang berkonsentrasi di Jawa (41%) di luar Jawa = 49 % ), dengan Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat sebagai penghasil beras,  semakin menyusut luasannya. Terakhir luas lahan sawah berjumlah 7,5 juta hectare yang terancam konversi peruntukkan lahan dari pangan kepada industri (pabrik, property) dan transportasi.

Selain ketahanan energi yang kedodoran,  ketahanan pangan tampaknya harus kian diwaspadai. Itulah yang menjadi tugas prioritas pemerintahan kini (kabinet Prabowo Subianto) dengan upaya antara lain perbaikan produksi dan distribusi pupuk, penciptaan food estate dengan dukungan (rencana) pembentukan 10 (sepuluh) batalyon TNI  dengan penugasan sebagai petani, khususnya di Kalimantan dan Papua.

Sepuluh batalyon tentara berstatus petani ini memantik kontroversi. Kenapa tidak menambah  petani milineal dari 21%-nya 7 juta petani kita melalui pendidikan dan latihan, baik ditingkat sekolah menengah maupun vokasional atau D-3.

Menambah jumlah dan mutu penyuluh pertanian, hingga setiap desa dilayani satu penyuluh pertanian. Tidak seperti sekarang, 1-3 kecamatan hanya dilayani satu orang penyuluh pertanian. Mestinya satu desa satu penyuluh lapangan dan tiap 3-5 desa oleh penyuluh pertanian spesialis.

Aktifkan transmigrasi pangan, jangan sampai berubah menjadi buruh tani sawit yang kini luasan lahan sawit  mencapai telah mencapai dua kali lipat (16 juta ha lebih) lahan pertanian sawah.

Hidupkan kembali sekolah farming yang mencetak para petani millenial dan modern, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta. Sekolah farming yang bervisi kesatuan pertanian, peternakan dan perikanan (darat) dan berciri vokasional, lebih bertahan lestarikan lulusannya sebagai petani, ketimbang membentuk batalyon tentara dengan tugas sebagai petani. Apalagi batalyon ini dibentuk atas dasar superioritas militer atas sipil pada pekerjaan pembangunan pertanian pangan.

Barangkali, silakan dicoba bentuk 1-3 batalyon di Papua dan Kalimantan sebagai uji coba berbarengan dengan pertambahan petani millenial. Bisa dicoba gerakan petani kontrak 10-20 tahun dengan konsentrasi pada lahan baru yang para petani kontrak itu dijamin perumahan, penghasilan bulanan, plus bonus tabungan/asuransi.

Kenapa pertanian di Jepang berhasil mendudukkan Jepang sebagai salah satu dari 10 negara penghasil pangan dunia bersama RRC, Rusia , Amerika, India.

Jepang sangat memproteksi lahan pertanian melalui bukan saja subsidi pupuk, stabilisasi harga jual gabah, irigasi dan penanggulangan hama pertanian, namun juga menjaga ketat proses kewarisan keluarga petani terkait dengan konversi lahan persawahan mereka.

Ketika petani hanya disanjung dalam pidato dan lagu kanak-kanak, maka ketahanan pangan hanya akan tinggal angan-angan. Maka dari itu, tanggungjawab terhadap petani dan pertanian (pangan) harus sungguh -sungguh dihadapi baik oleh pemerintah maupun organisasi tani.

Untuk itu, Muhammadiyah dengan Majelis Pemberdayaan Ummat dengan sayap-sayapnya semisal Jaringan Petani Muhammadiyah teruslah bergerak.

Jadikan modal tanah dan air ini bukan semata tempat bercocok tanam, tapi jaga amanat untuk melestarikan untuk keberlanjutan pangan kita semua dan warisan kebudayaan dan pesan Tuhan: Janganlah merusak bumi.

spot_img

Serangan Brutal Israel di Gaza: 183 Anak Tewas, Puluhan Ribu Jadi Korban

JAKARTAMU.COM | Serangan udara brutal dan membabi buta Israel di Jalur Gaza sejak Selasa (18/3/2025) dini hari telah menewaskan...

More Articles Like This