Senin, Maret 10, 2025
No menu items!
spot_img

Posisi Prabowo dalam Dinamika Politik Kekuasaan Indonesia

spot_img
Must Read

MELIHAT perjalanan Prabowo kecil, remaja, hingga tumbuh dewasa dan kini tergolong lansia, plus pengalaman dinas militer dan keluarga yang heroik (dua paman dari pihak ayahnya ), saya masih menaruh kepercayaan: Ia akan mampu mengatasi kesulitan yang ditinggalkan rezim sebelumnya. Ingat, rezim sebelum Prabowo bukan semata dua periode masa kepresidenan Joko Widodo.

Bangsa ini sedang bertumbuh di tengah keanekaragaman suku bangsa. Meski Bahasa Indonesia menjadi pemersatu, hendaknya diingat bahwa sumbangan Islam dan para pemeluknya tidak bisa diabaikan. 

Tentu disadari umat Islam yang secara kuantitatif adalah mayoritas, kualitas beragama dan bernegaranya amat beragam. Bahkan suka berkonflik karena dorongan kekuasaan, yang di dalam ajaran dan sejarah Islam sendiri menjadi bagian penting.

Politik bagi Islam sangat jelas diamanatkan dalam garis-garis hukum ajarannya. Ada perintah taatilah Allah dan Rasul-Nya (Nabi Muhammad SAW) diikuti dengan taatilah ulil amri minkum.

Kata ulil amri jelas menunjukkan kaidah manajemen pemerintahan dan negara sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan empat khalifah setelah beliau. Bukan tunjuk menunjuk, namun melalui proses pemilihan dengan jalan musyawarah. Bahkan Khalifah Umar ketika menyiapkan suksesi, mewanti-wanti agar melalui pemilihan. Ia sendiri melarang anaknya dipilih, cukup menjadi pemilih.

Kendati belum setiap orang di Madinah dipungut suaranya, namun telah terjadi proses perwakilan dan pemilihan. Itulah bibit bahwa kekuasaan itu bisa dinilai dan dipilih siapa penguasa ke depan, dengan begitu banyak perintah bermusyawarah, tepatilah janji dan tegakkan keadilan.

Tidak ada agama yang begitu jelas dan tegas dalam menempatkan politik sebagai jalan yang mesti dijalani, kecuali Islam. Berpolitik adalah kewajiban. Keadilan, kejujuran, pemenuhan janji, serta keharusan merawat kecerdasan merupakan ajaran Islam agar masyarakat itu berjamaah dalam suatu jami’iyah. Bukan semata berkumpul bagai buih atau laron yang tak memahami pentingnya berorganisasi.

Pada aras pemahaman ini, saya yakin Prabowo memahaminya sejak usia belasan tahun ketika berpindah-pindah negara karena takdir sejarah keluarga Pak Sumitro sebagai tokoh PSI. Sementara Syahrir sebagai tokoh utama PSI dan wartawan senior Muchtar Lubis yang dianggap ikut PSI harus menjalani penahanan bersama tokoh Partai Islam Masyumi (Natsir, Muh Roem, Kasman Singodimejo) di Rumah Tahanan Militer Madiun dan Jakarta, Sumitro dengan pedih menjadi pelarian politik dengan berpindah-pindah domisili (Singapura,  Hongkong, Malaysia, Swiss dan Inggris).

Pengalaman itu tentu ikut menempa Prabowo, sebagai anak pertama dari sang Begawan Ekonomi Indonesia, mantan Menteri Perdagangan zaman Masyumi dan masa awal Orde Baru. Pergaulannya yang luas dengan tokoh Islam di era ujung Orde Baru, semisal dengan Gus Dur, Amien Rais, Nurcholis Majid dan aktivis kanan (Islam) niscaya turut membentuk format langkah- langkah politik Prabowo, khususnya selepas kejatuhan Orde Baru.

Sejak zaman Jepang, revolusi fisik (1945-1950 ) lalu zaman UUD Sementara (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) kemudian Orde Lama (1960-1965),  Islam politik amat berhati-hati terhadap kekuatan politik yang dimainkan tentara sejak dicetuskan Jenderal Nasution mencetuskan Jalan Tengah yang berlanjut ke masa Orde Baru.

Kekuatan kiri, terutama PKI juga Murba, selalu keras menyerang militer sekaligus menginfiltrasinya sedemikian rupa sehingga tak aneh bila pemberontakan atau perlawanan politik tak mungkin tanpa melibatkan sayap militer ini.

Sementara Islam politik pun pernah  erat dengan militer, khususnya sejak penumpasan Peristiwa Madiun. Namun Jalan Tengah Nasution dengan dwifungsi ABRI-nya itu, membuat Islam politik harus mengukur kekuatan agar tidak berhadapan secara langsung.

Sampai pada titik sejarah kehancuran PKI, baik militer maupun Islam politik sama-sama saling membutuhkan. Namun mulai 1970-an hingga 1988, Islam Politik harus menelan pil pahit dalam relasinya dengan kekuasaan yang berada di tangan militer.

Lalu mulai 1990-an awal hingga kejatuhan Orde Baru, Islam politik naik kepusaran kekuasaan dalam situasi militer terpecah dengan isu Tentara Hijau dan Tentara Merah Putih yang diembuskan kekuatan politik sebelah, yang mendoktrinkan kerjasama dengan Hijau (militer) sekaligus menyingkirkan Hijau (Islam Politik).

Di mana posisi Prabowo dalam interelasi itu? Banyak pendapat dan catatan sejarah dapat kita baca dalam sekian buku dan percakapan di bawah buku itu sendiri. (*)

spot_img

War of Thrones, Pandawa vs Kurawa (7): Duel Darah Bharata

Cerbung: Sugiyati Angin malam berhembus kencang di tepi hutan Hastinapura. Parikesit dan Vrishaketu berdiri berhadapan, dua darah keturunan Bharata...

More Articles Like This