JAKARTAMU.COM | Mahkamah Agung (MA) memberhentikan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiganya yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul ditangkap tim Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis (24/20/2024).
Ketiga hakim tersebut diduga kuat menerima suap atas putusan bebas Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan terhadap kekasihnya sendiri. Sidang vonis Ronald Tannur berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya pada 24 Juli 2024.
Majelis hakim, yang diketuai Erintuah Damanik dengan anggota Mangapul dan Heru Hanindyo, menyatakan Ronald tidak terbukti melakukan pembunuhan dan membebaskannya dari tuntutan jaksa, yaitu pidana 12 tahun penjara serta restitusi Rp263,6 juta.
“Menetapkan tiga hakim atas nama Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, serta pengacara Lisa Rahmat sebagai tersangka karena ada bukti dugaan korupsi, suap, dan gratifikasi,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar, Rabu (23/10/2024).
Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan tiim penyidik juga menyita uang senilai Rp20 miliar dalam bentuk rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura. Uang tersebut diperoleh dari enam lokasi di Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Penyidik menduga uang tersebut adalah suap untuk mempengaruhi putusan bebas Ronald Tannur.
Pidato Prabowo
Kasus suap tiga hakim PN Surabaya ini untuk kesekian kalinya menguatkan indikasi fenomena gunung es niat dan perilaku korup yang menggerogoti negara. Hal ini pun diakui Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya di Sidang Umum MPR, Minggu (20/10/2024).
”Marilah kita berani mawas diri, menatap wajah sendiri, dan mari berani memperbaiki diri sendiri, berani mengoreksi diri kita sendiri.Kita harus menghadapi kenyataan bahwa masih terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi di negara kita,” kata Prabowo.
”Ini adalah yang membahayakan masa depan kita dan masa depan anak-anak kita, cucu-cucu kita. Kita harus berani mengakui terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan-penyimpangan, kolusi di antara para pejabat politik, pejabat pemerintah di semua tingkatan, dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, pengusaha-pengusaha yang tidak patriotik. Jangan takut melihat realita ini,” lanjut dia.
Pernyataan Prabowo di atas memang tidak ditujukan langsung pada kekuasaan yuridis. Tetapi pengakuannya terhadap masih berlangsungnya kolusi dan korupsi dalam penyelengaraan negara adalah tantangan yang mesi ditaklukkan selama pemerintahannya kelak. Bagaimana peluang Prabowo bisa bersih-bersih aparaturnya?
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas berpendapat bahwa korupsi di Indonesia sudah sampai pada titik yang cukup mengkahwatirkan. Posisi indeks persepsi korupsi Indonesia yang menurun dalam 10 tahun terakhir mengonfirmasi hal itu.
Busyro mengatakan, salah satu faktor yang menurunkan indeks persepsi korupsi tersebut adalah pelemahan KPK. Bagi dia, lembaga antirasuah saat ini adalah KPK imitasi alias KW. Dengan melihat bagaimana praktik politik di Indonesia, lanjut Busyro, menempatkan KPK sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif adalah kesalahan besar.
”Kalau Pak Prabowo benar-benar serius ingin memberantas korupsi, satu-satunya jalan adalah kembalikan KPK. Kembalikan ke undang-undang yang lama,” kata Busyro dalam Pelatihan Ideologi Kepemimpinan Nasional (Piknas) di Universitas Muhammadiyah Jakarta, beberapa waktu lalu.
Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania menyambut positif pidato perdana Prabowo itu. Tetapi baginya jauh lebih penting dari pidato itu adalah kebijakan dan eksekusi Prabowo sebagai kepala negara dan pemerintahan.
Menurut Christina, poin-poin mengenai rasuah yang ditekankan dalam pidato perdana Presiden Prabowo akan menjadi pengingat bagi masyarakat luas. Karena itu jangan sampai pidato tersebut tidak sesuai dengan pelaksanaannya nanti.
“Tetap optimistis sebagai bangsa. Namun, kita tetap menunggu aksi nyata dari pemerintah yang baru,” kata Christina, dikutip dari antara. (*)