JAKARTAMU.COM | Pemerintah Prancis mengambil langkah tegas demi melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial. Prancis mengesahkan undang-undang pada 2023 yang mewajibkan anak di bawah 15 tahun memperoleh izin orang tua sebelum mendaftar di platform media sosial.
Kebijakan ini tentu tidak muncul begitu saja. Berdasarkan laporan Asosiasi e-Enfance pada 2023, sebanyak 67 persen anak usia 8-10 tahun dan 86 persen anak usia 8-18 tahun di Prancis aktif menggunakan media sosial.
Dari jumlah itu, 82 persen terpapar konten berbahaya, termasuk narkoba, kekerasan, senjata, serta materi seksual eksplisit. Penggunaan media sosial ini juga dikaitkan dengan meningkatnya kasus perundungan siber.
Satu dari empat keluarga di Prancis melaporkan pengalaman terkait perundungan daring, yang berdampak serius pada anak. Sebanyak 51 persen korban menghadapi masalah pendidikan, sementara 52 persen lainnya mengalami gangguan tidur dan kehilangan nafsu makan.
Baca juga: Muhammadiyah Pastikan Polemik Dana Tukin di UMT Selesai
Melihat risiko yang tinggi itu, undang-undang baru Prancis itu juga mewajibkan platform digital untuk menerapkan sistem verifikasi usia dan izin. Pelanggaran terhadap aturan ini bisa dikenai denda hingga 1 persen dari pendapatan global platform.
Orang tua juga diberikan hak untuk meminta penghentian akun media sosial anak mereka yang berusia di bawah 15 tahun.
”Ponsel, tablet, dan komputer adalah jendela ke dunia, dan anak tidak boleh dibiarkan menggunakannya tanpa pengawasan,” ujar Laura Morin, Direktur Jenderal Asosiasi L’Enfant Bleu, dikutip dari Antara.
Morin menggambarkan penggunaan media sosial oleh anak-anak sebagai situasi yang setara dengan membiarkan mereka berkeliaran di jalan tanpa perlindungan. Anak-anak sering kali menjadi sasaran predator daring yang berpura-pura menjadi teman untuk mendapatkan kepercayaan.
Morin juga mencatat bahwa meski secara teori media sosial melarang anak di bawah usia 13 tahun, banyak anak di Prancis yang berhasil membuat akun dengan memasukkan tanggal lahir palsu. Pada usia 13 tahun, rata-rata seorang anak telah memiliki sekitar 1.300 foto yang tersebar secara daring.
Baca juga: Kemendikdasmen Luncurkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat
Situasi di Indonesia
Dalam isu ini, situasi di Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2022 menunjukkan bahwa 76,9 persen anak usia 10-14 tahun telah mengakses internet, dengan media sosial sebagai salah satu aktivitas utama. Sama seperti di Prancis, anak-anak di Indonesia juga menghadapi risiko paparan konten berbahaya dan perundungan daring.
Namun, regulasi di Indonesia belum seketat Prancis. Meski ada Undang-Undang Perlindungan Anak dan aturan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait konten negatif, penerapan verifikasi usia atau izin orang tua belum menjadi kewajiban bagi platform media sosial. Akibatnya, anak-anak dapat dengan mudah membuat akun media sosial tanpa batasan usia yang jelas.
Seperti halnya di Prancis, kasus anak yang menjadi sasaran predator daring pun tidak jarang terjadi. Laporan dari Komnas Perlindungan Anak pada 2023 mencatat adanya peningkatan kasus eksploitasi anak melalui media sosial. Banyak pelaku memanfaatkan kelemahan pengawasan orang tua dan celah regulasi.
Orang tua di Indonesia secara tak sadar membagikan foto dan informasi pribadi anak mereka di media sosial. Foto-foto ini dapat dengan mudah disalahgunakan, dan jejak digital sulit dihapus sepenuhnya.
Tingginya risiko yang dihadapi anak-anak di dunia maya mendorong Prancis memperketat pengawasan dengan sistem verifikasi usia, serta edukasi kepada orang tua. Tidak ada salahnya bila regulasi itu diadopsi di Indonesia demi melindungi generasi masa depan dari bahaya media sosial.