Senin, Maret 24, 2025
No menu items!
spot_img

PUISI: Doa Ahad Tak Lagi Berbisik, Membingkai Syukur, Kepada Siapa

spot_img
Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

Doa Pagi yang Menyejukkan

Di pagi Ahad yang cerah berseri,
Kupanjatkan doa setulus hati.
Wahai Rabb dengan Asma teragung,
Limpahkan rahmat, jadikan hidup tentram dan tangguh.

Lapangkan dada, jauhkan resah,
Hiasi jiwa dengan kasih nan indah.
Sehatkan raga, kuatkan iman,
Agar langkah tak goyah di jalan kebenaran.

Keluarga bahagia, anak-anak mulia,
Bertumbuh dalam taqwa, penuh cahaya.
Rezeki mengalir seluas samudera,
Tiada terputus, berkah selamanya.

Mudahkan urusan, kabulkan harapan,
Jauhkan dari dusta, fitnah, cercaan.
Lindungi dari musibah yang menyakitkan,
Agar hidup damai, penuh keberkahan.

Terimalah amal, sucikan niat,
Hingga kelak di akhir hayat,
Kau tempatkan di Syurga nan megah,
Bersama kekasih-Mu dalam limpahan berkah.

Ketika Doa Tak Lagi Berbisik

Di penghujung malam, sunyi berbisik,
Namun bibirku kelu, tak lagi lirih.
Doa yang dulu mengalir syahdu,
Kini tertahan, hilang ditelan waktu.

Bukankah doa jembatan langit?
Temali kasih yang tak pernah putus?
Namun mengapa hati membatu,
Tak lagi merindu sujud yang tulus?

Umar berkata, bukan jawaban yang kurisau,
Tapi takut kehilangan pinta yang membuncah.
Sebab doa bukan sekadar kata,
Ia cahaya dalam gelap gulita.

Mungkin aku lupa akan kasih-Nya,
Atau hati ini terbungkus dosa?
Sementara janji-Nya tak pernah pudar,
Mendengar, memberi, meski tak segera.

Ya Rabb, lunakkan hatiku yang beku,
Basahi ia dengan istighfar yang syahdu.
Jangan biarkan aku jauh dan lupa,
Karena tanpa doa, aku tiada.

Membingkai Syukur dengan Qana’ah

Dalam sujud sunyi kubisikkan pinta,
Ya Rabb, cukupkanlah jiwa yang hampa.
Bukan banyaknya yang jadi tanya,
Namun ridha-Mu yang kucari selamanya.

Bulan suci hadir menuntun hati,
Puasa melatih batin mengerti,
Bahwa cukup itu bukan soal banyak,
Namun menerima dengan hati lapang.

Qana’ah itu embun yang menyejuk,
Menjadikan syukur semakin memuncak.
Tak lagi resah dengan yang tiada,
Karena yang ada, nikmat tiada tara.

Jika harta sekadar fatamorgana,
Maka kaya sejati ada di dada.
Ridha dan sabar jadi hiasan,
Bukan keluh kesah yang jadi pegangan.

Lihatlah ia yang qana’ah hatinya,
Tak silau dunia, tak goyah imannya.
Makan sederhana terasa pesta,
Karena syukur melimpah di dalam dada.

Wahai jiwa, tundukkan hasratmu,
Jangan keluhkan apa yang belum tentu.
Apa yang Allah takdirkan padamu,
Adalah yang terbaik dalam hidupmu.

Maka biarlah qana’ah jadi cahaya,
Menuntun langkah menuju surga-Nya.
Karena bahagia bukan tentang rupa,
Tapi hati yang ridha atas segala.

Jangan Pandang Seberapa, Tapi Kepada Siapa

Hati adalah singgasana jiwa,
Murni dan mulia dalam raga,
Namun mudah terbolak-balik,
Terombang-ambing syubhat dan syahwat pelik.

Dosa kecil setitik noktah,
Jika dibiarkan, gelap merekah,
Seperti karat menggerogoti baja,
Menutup nurani, mengikis cahaya.

Jangan kau tanya seberapa besar,
Setiap dosa menoreh nalar,
Bukan seberapa yang kau lakukan,
Tapi kepada siapa kau durhaka, wahai insan.

Bila di hadapan manusia kau bergetar,
Tunduk hormat pada penguasa,
Mengapa di hadapan Sang Maha Besar,
Lidahmu ringan, maksiat tak terasa?

Hati adalah takhta iman,
Jika bersih, jernihlah jalan,
Jika ternoda, gelaplah pandangan,
Menyeret jiwa ke jurang kehancuran.

Bila kelam menutupi hati,
Ingatlah Dia yang Maha Melihat,
Bertobatlah sebelum terlambat,
Sebelum noktah berubah menjadi sekat.

Ya Allah, palingkan hati kami,
Ke jalan-Mu yang lurus dan suci,
Jauhkan dari dosa yang mengundang laknat,
Agar cahaya-Mu selalu dekat.

spot_img

Kisah Sufi: Perumpamaan Tentang Anak-Anak Serakah

JAKARTAMU.COM | Pada zaman dahulu, ada seorang petani yang suka bekerja keras dan murah hati, yang memiliki beberapa anak...

More Articles Like This