Doa di Pagi Ahad
Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Di pagi cerah, mentari bersinar,
Kuangkat tangan, memohon pada-Nya.
Ya Allah, pemilik asma yang agung,
Muliakanlah mereka yang membaca doa ini, tulus dan ikhlas.
Lapangkan hati, tentramkan jiwa,
Sehatkan fisik, bahagiakan keluarga.
Jadikan anak-anak mereka sholih dan sholihah,
Rezeki melimpah, seluas samudra ciptaan-Mu.
Mudahkanlah segala urusan mereka,
Kabulkan cita-cita, harapan yang terindah.
Jauhkan dari penyakit, fitnah, dan prasangka keji,
Lindungi dari musibah, jauhkan dari kata yang kasar lagi.
Terimalah amal ibadah mereka,
Jadikanlah penghuni surga-Mu yang abadi.
Di pagi cerah ini, doa kami panjatkan,
Semoga rahmat-Mu selalu menyertai langkah mereka.
Ramadhan: Cahaya Taubat
Di langit suci bulan mulia,
terang rahmat-Nya tiada tara.
Di dalam hati yang lama gulita,
pintu taubat terbuka nyata.
Angin Ramadhan berbisik lembut,
serukan jiwa untuk kembali,
bagaikan musafir letih berlutut,
temukan jalan setelah tersesat sunyi.
Jangan tunggu fajar di ufuk barat,
jangan biar noda mengarat,
sebelum maut datang mendekat,
sucikan hati, gapai rahmat.
Sebesar apapun dosa tergores,
lautan ampunan lebih luas,
bila langkahmu sungguh lurus,
rahmat-Nya selalu berembus.
Jangan remehkan debu dosa,
yang diam menumpuk di dada,
lama-lama menutup rasa,
hingga nurani tak lagi peka.
Kini saatnya hapus jejak,
air mata taubat bersihkan cela,
mohon ampun dengan hati tegak,
agar cahaya tak sirna selamanya.
Ramadhan bukan sekadar ritual,
tapi titian menuju keselamatan.
Saat pintu surga terbuka lebar,
akankah kita tetap berpaling?
Tiga Wajah Menyambut Ramadhan
Di ufuk fajar cahaya berseri,
Bulan suci mengetuk nurani,
Namun tak semua hati berseri,
Ada yang lalai, terbuai mimpi.
Mereka yang zhalim, terlupa makna,
Ramadhan baginya tak ubahnya biasa,
Tak ada rindu, tak ada gembira,
Hanya beban dalam nestapa.
Di tengah arus, ada yang bimbang,
Gembira datang, namun tak tenang,
Ibadah di awal penuh semangat,
Tapi redup sebelum tamat.
Tarawih tertinggal, witir terlewat,
Al-Qur’an tersentuh namun tak khatam,
Hari terbuang dalam lelapnya malam,
Mereka muqtashid, di batas gelap.
Namun ada hati yang bercahaya,
Sabiqun bil khairat, tinggi mulia,
Bukan hanya Ramadhan mereka berjaga,
Di luar Ramadhan pun tetap taqwa.
Mereka tinggalkan yang sia belaka,
Menghitung nafas dalam doa,
Di malam sepi, mereka bermunajat,
“كَانُوْا قَلِيْلًا مِّنَ الَّيْلِ مَا يَهْجَعُوْنَ”
“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam.” (QS. Adz-Dzariyat: 17)
Tuhan, jadikan kami yang merindu,
Menanti bulan dengan doa syahdu,
“اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ”
“Ya Allah, hadirkan Ramadhan penuh ketentraman.”
Bersihkan hati, kuatkan iman,
Agar tubuh ini tak tersentuh api,
Sebagaimana sabda Nabi,
“مَنْ فَرِحَ بِدُخُولِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ”
“Siapa bergembira dengan datangnya Ramadhan, tubuhnya diharamkan dari neraka.”
Maka di mana tempat kita berdiri?
Di antara yang lalai atau yang menanti?
Bulan ini tamu yang mulia,
Jangan biarkan ia berlalu sia-sia.
Semoga kita terhitung di antara mereka,
Yang sujudnya menggetarkan langit,
Yang doanya merobek gelapnya malam,
Dan amalnya menjadi cahaya abadi.
Aamiin, Ya Rabbal ‘Alamiin.