Doa di Pagi yang Cerah
Di pagi Ahad yang penuh cahaya,
terbit harapan dalam doa mesra.
Ya Allah, Yang Maha Mulia,
rahmat-Mu luas tak terkira.
Lapangkan hati yang gundah gulana,
teduhkan jiwa yang lelah merana.
Sehatkan tubuh, kuatkan raga,
limpahkan nikmat tiada tara.
Berkahi keluarga dengan bahagia,
anak-anak tumbuh penuh taqwa.
Rezeki mengalir seluas samudera,
tak putus harapan, selalu berjaya.
Mudahkan langkah dalam urusan,
kabulkan cita dan impian.
Jauhkan fitnah, prasangka nista,
jaga lisan dari dusta dan cela.
Lindungi dari musibah dan duka,
terima ibadah dengan cinta.
Di akhir nanti, di surga-Mu jua,
tempatkan kami dalam bahagia.
Paradoks Cinta di Ujung Ramadan
Di ufuk senja yang hampir padam,
cinta berbisik dalam diam,
bukan tentang eloknya rupa,
bukan tentang tajamnya kata.
Iqra! seru langit yang benderang,
pada dia yang tak bisa membaca,
Musa yang cadel justru diutus,
menantang Fir’aun yang pongah kuasa.
Cinta bukan mencari yang paling fasih,
bukan memilih yang bermahkota,
tetapi menyentuh yang paling tunduk,
yang menyerah dalam keyakinan mutlak.
Muhammad tak membaca, tapi hatinya cemerlang,
Musa tak lancar, tapi lisannya bertuah,
karena cinta bukan soal kelebihan,
tetapi siapa yang rela menggenggam amanah.
Cinta sejati tak buta oleh pesona,
tak silau pada kilau dunia,
tetapi memilih berjalan bersama,
meski tahu ada luka di dalamnya.
Jika Nabi itu sempurna tak bercela,
kita pasti berkata, “Mereka istimewa,”
namun mereka pun pernah takut dan ragu,
dan tetap teguh dalam titah yang syahdu.
Maka, di ujung Ramadan ini,
saat ibadah tak lagi bisa disombongkan,
hanya tunduk yang tersisa,
hanya kelemahan yang nyata.
Irham dha‘fanā, ya Rabb…
cintailah kami, bukan karena kelebihan,
tetapi karena kami, dengan segala kurang,
masih mengetuk pintu-Mu dengan harap yang panjang.
Menjaga Ghirah di Penghujung Ramadan
Ramadhan merangkak menuju senja,
mengurai waktu dalam lembut cahaya.
Namun, jangan biarkan semangat padam,
saat keberkahan masih bertandang.
Saudaraku, jangan mengendur,
ibadah ini bukan sekadar syukur.
Di ujung garis, pemenang bersinar,
maka teruslah berlari, jangan berpijar.
Amalan tergantung pada akhirnya,
maka perkuat langkah, jangan redup sinarnya.
Sebab, siapa tahu di malam terakhir,
namamu terukir, bebas dari api yang getir.
Lihatlah kuda pacu di garis finis,
ia berlari, tak sedikit pun menipis.
Jangan sampai kalah oleh akal binatang,
sedang kita diberi hati dan bimbingan terang.
Berbuat baiklah di sisa Ramadhan,
hapuskan noda, bersihkan beban.
Sebab rahmat-Nya tak dapat diduga,
siapa tahu, tahun depan tak lagi berjumpa.
Saudaraku, mari melaju kencang,
dalam doa, dalam sujud yang panjang.
Agar Ramadhan ini tak sekadar berlalu,
tapi membawa kita menuju ridha yang satu.