Rabu, Maret 19, 2025
No menu items!
spot_img

PUISI: Doa di Tanah Derita, Perang di Ufuk Timur, dan Lakon yang Berulang

spot_img
Must Read

Doa di Pagi Rabu

Di pagi Rabu yang penuh cahaya,
hati berbisik, jiwa meminta,
Ya Rabb, ampunilah dosa-dosa,
kami, keluarga, sahabat semua.

Anugerahkan umur yang berkah,
sehat, selamat, jauh dari resah,
langkah tertuntun di jalan lurus,
ridho-Mu, Ya Allah, tempat kami luruh.

Jadikan syukur selalu menyala,
atas nikmat yang tak terkira,
limpahkan kebaikan dunia,
dan akhirat yang Engkau jaga.

Jauhkan kami dari siksa neraka,
lindungi hati dari dosa dan cela,
dalam rahmat-Mu kami bersandar,
doa kami, Ya Rabb, Engkau dengar.

Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

Ramadan di Tanah Derita

Di tanah gersang, di bawah langit luka,
Tenda-tenda pengungsi lenyap terbakar sia-sia.
Asap menghitam, tangis menyesak udara,
Ramadhan berdarah, doa menggema tanpa suara.

Angin malam membawa duka yang pekat,
Serpihan harapan hancur, redup dan penat.
Anak-anak memeluk sunyi yang pilu,
Mata mereka kosong, menggenggam rindu.

Dulu di meja ada kurma dan senyum,
Kini debu dan bara jadi santapan siang.
Ibu-ibu merapal ayat dalam getir,
Sujud panjang dalam derita yang getir.

Langit memerah, bumi meraung,
Jerit nestapa menggema di ruang.
Jika itu keluargamu, akankah kau diam?
Atau hatimu pun ikut tenggelam?

Tangan mungil menadah harapan,
Di sela reruntuhan, di antara kehancuran.
Adakah kasih yang akan terbit,
Ataukah dunia tetap memejam lirih?

Ramadhan tak lagi damai dan hening,
Hanya ratapan menggantikan takbir.
Kala fajar datang dengan bayang ngeri,
Menunggu malam yang tak pasti.

Tuhan, adakah cahaya untuk mereka?
Adakah rumah untuk jiwa-jiwa yang terdera?
Sementara dunia hanya menatap beku,
Tanpa uluran, tanpa restu.

Darah suci membasuh tanah,
Serpihan doa tersapu pasrah.
Bantuan tertahan, simpati dibungkam,
Hanya langit yang sudi merekam.

Namun janji-Mu takkan sirna,
Pada mereka yang terzalimi dunia.
Akan datang pagi dengan kemenangan,
Mereka yang tabah, akan pulang dalam kemuliaan.

Di ujung derita, harapan tetap ada,
Di antara luka, cahaya tak padam selamanya.

Bayang Perang di Ufuk Timur

Di langit merah, awan berarak,
Gertak senjata menggema galak.
Amerika dan Iran bertaruh nyali,
Di medan bara, di tepi sunyi.

Ombak Selat Hormuz bergemuruh,
Kapal perang berlayar teduh.
Rudal-rudal bersiap sedia,
Dalam diam menunggu perintahnya.

Armada Kelima menebar bayang,
Membungkus laut dengan ancaman perang.
Langkah-langkah berat mulai terdengar,
Sebuah babak baru tengah berkobar.

Dari Teheran ke Teluk Aden,
Dendam sejarah tak kunjung padam.
Patroli udara membelah angkasa,
Sementara dunia menahan nafasnya.

Gengsi dan kuasa bertarung diam,
Saling mengintai dalam kelam.
Adakah damai masih tersisa,
Atau petaka makin membara?

Peluru belum berbisik di udara,
Namun ketakutan merayap hampa.
Sebuah bentrokan di cakrawala,
Seolah ajal menunggu tiba.

Di meja-meja rapat, suara bergetar,
Diplomasi tipis di ujung sebilah pisau.
Satu langkah salah, api menyambar,
Membakar dunia dalam keluh pilu.

Malam Timur Tengah tanpa cahaya,
Hanya letupan yang mengoyak udara.
Dan doa-doa yang terlantun sayu,
Memohon perang tak jadi temu.

Tapi sejarah sering tak mengenal belas,
Dendam yang tumbuh tak mudah lepas.
Maka kini, dunia menanti,
Apakah perang, atau akankah henti?

Lakon yang Berulang

Honocoroko, aksara lama,
Tapi kisahnya tetap sama.
Gertak suara, cari perkara,
Namun sandiwara berujung hampa.

Dari lidah, janji melayang,
Seakan dunia bisa dipegang.
Mencabut nama, menebar kata,
Tapi takdir tak ikut serta.

Langkah diayun, niat membara,
Mengira mudah menggulung drama.
Namun angin bertiup lain,
Menertawakan rencana yang sia-sia.

Genggam kuasa tak selamanya erat,
Bila tak paham makna hikmat.
Mengusik yang kokoh, malah terpeleset,
Bukan kejayaan, tapi sesal yang lekat.

Maka biarlah waktu yang bicara,
Siapa yang benar, siapa yang lara.
Karena lakon di pentas dunia,
Selalu berulang, beda nama.

spot_img

Mbah Lasiyo, Profesor Pisang dari Bantul: Petani Sederhana yang Mendunia

JAKARTAMU.COM | Di sebuah desa kecil di Bantul, Yogyakarta, lahir seorang petani yang kemudian dikenal sebagai "Profesor Pisang". Nama...

More Articles Like This