Selasa, Maret 4, 2025
No menu items!

PUISI: Doa, Kabut Hati, dan Nyanyian Tanah

Must Read

Doa di Pagi Selasa

Ya Allah, Engkau Maha Pemurah,
rahmat-Mu mengalir tanpa lelah.
Di pagi ini yang penuh cahaya,
kami bersujud, memohon restu-Mu jua.

Limpahkan ilmu yang menuntun hati,
agar terang jalan yang kami jalani.
Curahkan rezeki halal nan berkah,
agar hidup kami penuh barakah.

Mudahkan langkah, lancarkan urusan,
jadikan pagi ini awal kebaikan.
Bagi yang sakit, angkat deritanya,
kembalikan sehat dalam ridha-Mu jua.

Selamat pagi, wahai saudara,
semoga sukses selalu menyerta.
Dalam ikhtiar dan doa yang nyata,
semoga ridha Allah senantiasa bersama.

Bersikanlah Kabut di Hati

Bulan purnama bersinar terang,
Lalu tertutup kabut kelam,
Namun saat mendung menghilang,
Cahayanya kembali merekah tenang.

Begitulah hati insan beriman,
Kadang jernih, kadang tertawan,
Oleh debu dosa yang menempel,
Menggelapkan nur yang kekal.

Ilmu adalah cahaya suci,
Iman bersinar dalam sanubari,
Wudhu membasuh debu dunia,
Al-Qur’an menerangi jiwa.

Namun hati bagai cermin bening,
Bila ternoda, ia pun buram,
Hawa nafsu mengaburkan pandang,
Hingga hakikat sulit dipegang.

Jangan tertipu rupa dan harta,
Allah tak menilai yang fana,
Hati dan amal adalah cahaya,
Yang menentukan surga-Nya.

Maka bersihkanlah setiap noda,
Agar hati tak terselubung gulita,
Menyinari dunia dengan takwa,
Menuju ridha Ilahi semesta.

Nyanyian Tanah dan Cahaya

Dari segumpal tanah yang redup dan hina,
lahirlah insan dalam rupa nan fana.
Tak lebih dari debu yang terserak,
namun padanya ruh Ilahi melekat.

Empat puluh hari setetes cair,
lalu segumpal darah terjalin taksir.
Daging terbentuk dalam rahim,
hingga ruh ditiup, janji terpatri.

Wahai insan, sadarkah engkau?
Dari sari tanah dunia membawamu jauh.
Merah, putih, hitam berpadu,
keras dan lembut bertemu satu.

Ada yang angkuh bagai batu cadas,
ada yang bening seperti kaca belas.
Ada yang mengalir setulus sungai,
ada yang keruh diselimuti lalai.

Namun, wahai jiwa yang fana,
Allah-lah yang meninggikan derajatmu.
Bukan tanahmu yang menjadikan mulia,
tapi akal dan ruh yang Dia anugerahkan padamu.

Maka tunduklah, sujudlah syukur,
jangan terbuai dunia yang kabur.
Kembalilah pada fitrah asal,
menjadi insan yang haq dan kekal.

Forza Gamawijaya (11): Hari-Hari Terakhir di Hutan Ambal

Oleh: Dwi Taufan Hidayat Gamawijaya berlari menembus hutan Ambal dengan napas memburu. Kegelapan malam dan rimbunnya pepohonan menjadi perlindungan...

More Articles Like This