Sabtu, April 26, 2025
No menu items!

PUISI: Doa, Menuju Cinta-Nya, Sedekah, dan Malu Telah Mati

Must Read

Doa Pagi di Hari Sabtu

Ya Allah, wahai Rabb semesta,
Dalam bening pagi Sabtu yang mulia,
Kami tunduk, mengurai pinta,
Di bawah cahaya rahmat-Mu yang tak terkira.

Ampunilah dosa kami, ya Rahman,
Dosa ayah bunda, keluarga seiman,
Juga sahabat yang saling menggenggam,
Dalam satu ikatan, ruh yang dalam.

Karuniakan umur yang memberi jejak,
Bukan sekadar bilangan yang retak,
Teguhkan langkah di jalan-Mu yang lapang,
Dengan tubuh sehat, jiwa pun tenang.

Tunjukilah kami jalan yang Engkau ridhoi,
Bukan arah yang musnah, bukan janji yang basi,
Tapi jalan para nabi, para salih yang suci,
Yang tak menyimpang dari cahaya Ilahi.

Jadikan kami hamba yang pandai bersyukur,
Meski nikmat-Mu tak pernah terukur,
Agar tak lalai saat senang menegur,
Dan tak kufur saat sabar mengatur.

Berikanlah kebaikan di dunia yang fana,
Juga di akhirat, di negeri abadi tanpa cela,
Lindungi kami dari panas neraka,
Dengan kasih-Mu, ya Allah, Sang Maha Kuasa.

Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.

Sepuluh Jalan Menuju Cinta-Nya

Ingin ku gapai cinta-Mu, ya Rabb yang Agung,
Lewat ayat suci yang lirih kusebut dan kusanjung,
Kurenungi maknanya, kutelusuri cahaya makrifat,
Hingga jiwaku larut, dalam damai yang hangat.

Setelah fardu kutunaikan dengan tunduk takzim,
Kujejak pula sunnah, bak embun di pagi yang hening,
Menjadi saksi rindu yang tak terhenti,
Menyulam cinta dalam sunyi yang suci.

Di setiap detik kuingat nama-Mu, ya Rahman,
Dalam napas, dalam bisik, dalam langkah yang berjalan,
Bukan sekadar lisan, tapi jiwa yang bertahta,
Menghamba dalam taqwa, tak ingin berpaling nyata.

Kala nafsu menggoda bagai bara yang menyala,
Kupilih Engkau, cinta-Mu kuutama,
Sebab dunia tak lebih dari debu semu,
Sedang Engkau, kekal tak pernah layu.

Kujelajahi makna Nama-Mu, ya Dzat Yang Mulia,
Kubaca sifat-sifat-Mu, pelita dalam gelita,
Hingga hatiku luluh dalam kekaguman,
Menjadi cinta yang tak sekadar ucapan.

Kupetakan nikmat-Mu yang tak terhingga,
Dari denyut nadi hingga udara yang kurasa,
Lahir dan batin, terang dan diam,
Semua bersumber dari Engkau yang Maha Dalam.

Kukhadirkan hati dalam tiap sujud dan ruku’,
Tak ingin kosong meski tubuh membungkuk,
Renungkan makna setiap gerak ibadah,
Agar cinta-Mu tumbuh, subur tanpa lelah.

Di sepertiga malam, kutinggalkan lelap,
Bangkit, bertahajjud dalam hening yang mantap,
Kupanggil nama-Mu di langit paling dekat,
Berharap Engkau menjawab dengan rahmat yang lebat.

Kudekatkan diri pada yang mencintai-Mu tulus,
Mereka yang jujur, yang wajahnya memantulkan cahaya lurus,
Kukutip hikmah dari lisan-lisan bersih,
Agar hati ini tak makin letih.

Kujauhi segala yang memisahkan dari-Mu,
Segala dosa, lalai, dan perkara semu,
Sebab hanya dengan menjauh dari kelam,
Kucapai Engkau, sang Cinta yang dalam.

Dan kunci dari semuanya—adalah jiwa yang jernih,
Hati yang bersih, mata batin yang tak letih,
Sebab hanya yang suci dapat mengenal cinta-Mu,
Dalam sabar, taqwa, dan qana’ah yang syahdu.

“Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik,”
Kudekap ayat-Mu dalam langkah yang tak terusik,
“Allah mencintai hamba yang sabar dan suci,”
Di situlah cintaku ingin abadi dan tak terganti.

Sedekah yang Tak Terlihat

Tak selalu dinar dan dirham yang bicara,
Bukan emas permata jadi tolok ukur bahagia,
Sebab sedekah tak melulu berbentuk harta,
Ia bisa hadir dalam senyum yang sederhana.

Satu ucapan baik—tanpa luka,
Setara dengan emas dalam timbangan pahala,
Satu zikir lirih dalam sepi jiwa,
Menggema ke langit, mengetuk pintu surga.

Bukan hanya orang kaya yang bisa memberi,
Tapi siapa pun yang menebar nurani,
Saat kau bantu saudaramu menaiki kendaraan,
Itu sedekah, meski tanganmu kosong dan laparan.

Langkahmu ke masjid, detik-detik ikhlas yang kau jejaki,
Itu pun sedekah—meski sunyi, tak terlihat manusiawi,
Dan bila kau damaikan dua hati yang retak,
Maka kau sedang menenun surga dari benang yang rapuh dan retak.

Senyum yang kau ukir di wajahmu yang lelah,
Juga sedekah, meski tanpa suara dan gemerlap mewah,
Kalimat salam yang kau ucapkan tanpa pamrih,
Menjadi jembatan cinta, meski tak berbalas lebih.

Jangan menunggu kaya untuk menjadi dermawan,
Sebab kemurahan hati tak kenal takaran,
Tersenyum tulus, menyingkirkan duri di jalan,
Itulah sedekah—yang ringan tapi penuh keberkahan.

Tuntunlah yang buta, tuntunlah dengan jiwa,
Karena bukan hanya tanganmu, tapi kasih yang bicara,
Berkata lembut walau hatimu luka,
Sedekah juga, walau tak tampak nyata.

Jangan remehkan kebaikan sekecil debu,
Sebab di sisi Allah, semua bernilai dan bermutu,
Setiap sendi tubuhmu ingin memberi makna,
Dalam sunyi, dalam ramai, dalam cinta yang tak berkata.

Maka jadilah ringan tangan, meski harta tak bertabur,
Karena sedekah adalah soal hati yang jujur,
Semoga Allah limpahkan kepada kita semua:
Rahmat, kesehatan, dan hidup penuh berkah hingga ke surga-Nya.

Jika Malu Telah Mati

Jika malu telah mati,
maka terang padam dari diri,
yang tersisa hanyalah bayang,
berkelindan dalam gelap yang tenang.

Malu itu bukan lemah,
ia penjaga kala hati resah,
ia benteng dari nista,
ia pelita dalam jiwa yang peka.

Lihatlah dunia yang riuh,
dipenuhi wajah-wajah yang lusuh,
tersenyum dalam dusta,
tertawa di atas luka sesama.

Korupsi berjalan di pagi,
kolusi berseru di siang hari,
kebohongan duduk di singgasana,
kecurangan melukis bahagia fana.

Saudaraku,
jika engkau tak lagi merasa malu,
lakukanlah sesukamu!
Namun ingat, Allah tak pernah berlalu.

Ia melihat dari balik dinding kemunafikan,
merekam tiap jejak langkah kezaliman,
tak ada laku yang tersembunyi,
dari pandangan-Nya yang abadi.

Malu bukan sekadar rasa,
ia ruh dari iman yang nyata,
ia mata air yang jernih,
mengalirkan kebajikan yang bersih.

Rasul pun bersabda bijak,
“Jika engkau tak malu, berbuatlah sekehendak,”
bukan anjuran, tapi peringatan,
bahwa hilangnya malu adalah awal kehancuran.

Malu itu hidup yang bernyawa,
jika ia sirna, maka matilah jiwa,
karena setiap kelalaiannya,
bermuara pada murka yang nyata.

Mari saudaraku,
hiasi dirimu dengan malu yang suci,
agar langkahmu tak menginjak hak sesama,
agar lisanmu tak mencaci dalam alpa.

Karena kelak setiap gerak akan ditanya,
oleh Tuhan yang Maha Kuasa,
bukan hanya tentang benar atau salah,
tapi juga tentang seberapa besar rasa malu yang kau pelihara.

Silaturahim Akbar dengan Salat Id di Monas

MUHAMMADIYAH tercatat dalam sejarah sebagai organisasi Islam pertama yang memperkenalkan pelaksanaan salat Id di ruang terbuka. Pada awalnya, gagasan...
spot_img

More Articles Like This