Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Doa di Pagi Rabu
Ya Rabb, di fajar yang suci terang,
kumohon rahmat-Mu turun menjelang.
Ampunilah dosa kami yang berjelang,
juga orang tua, keluarga, teman sehalang.
Berikan umur yang penuh makna,
sehat, selamat, jauh dari derita.
Bimbing langkah ke jalan cahaya,
jalan yang lurus, ridha-Mu nyata.
Jadikan hati teguh bersyukur,
tak goyah meski ujian menyusur.
Setiap nikmat yang Kau hamparkan,
kami syukuri dalam keikhlasan.
Ya Allah, limpahkan kebaikan,
di dunia dan akhirat tanpa batasan.
Jauhkan kami dari siksa menyala,
selamatkan jiwa dari neraka.
Aamiin, ya Rabb, Engkau Maha Kasih,
doa kami naik, harap tak tertatih.
Demokrasi: Mimpi atau Ilusi?
Di atas panggung yang gemerlap semu,
bendera demokrasi berkibar syahdu.
Tapi benarkah suara rakyat beradu,
atau hanya gema yang sunyi dan bisu?
Mereka berkata, “Pilihlah bebas!”
namun pilihan telah dikemas.
Elite menyaring, modal menakar,
visi dan nurani kian terlempar.
Massa terbius janji dan narasi,
dipoles media, dikawal buzzer tak henti.
Bukan debat gagasan yang jadi bekal,
melainkan fitnah dan sekat-sekat banal.
Hukum mengintai yang papa dan lemah,
sementara kuasa tertawa di singgah.
Keadilan bukan lagi neraca,
melainkan alat yang dijual harga.
Lalu, demokrasi ini mimpi atau ilusi?
Pemilu sekadar pesta formalitas diri?
Jika rakyat diam, semua pun sia-sia,
namun jika bangkit, sejarah berubah!
Sebab demokrasi bukan sekadar suara,
tapi kesadaran yang terus menyala.
Jika tirani masih bercokol di sana,
maka perlawanan harus tetap menyapa!
Finalis Ramadhan
Saat fajar menyapa lembut di ufuk,
Ramadhan hampir tiba di penghujung waktu,
Namun, berapa banyak yang masih teguh?
Dan berapa yang hanyut dalam sibuknya dunia semu?
Di awal, barisan penuh berderap,
Semua berlari mengejar cahaya,
Tapi di ujung, hanya segelintir tetap mantap,
Menjadi finalis yang tak kenal lelah dan lara.
Wahai jiwa, jangan lengah di garis akhir,
Malam-malam ini lebih mahal dari permata,
Seribu bulan tak cukup menandingi,
Lailatul Qadr menanti di pelukan-Nya.
Bangkitlah, ikat kuat tekad di dada,
Kencangkan sarung, tegakkan sujud,
Jangan biarkan Ramadhan pergi sia-sia,
Jadilah pemenang, bukan pecundang yang surut.
Seperti laga yang mencapai injury time,
Tak ada ruang untuk menyerah dan ragu,
Sebab lawanmu bukan orang lain,
Tapi dirimu sendiri, nafsu yang menderu.
Maka, hidupkan malam dengan doa,
Bersihkan hati dengan istighfar suci,
Lantunkan ayat, perbanyak sedekah,
Hingga Ramadhan berlalu dalam kemenangan abadi.
Ya Allah, jika ini Ramadhan terakhir,
Jangan biarkan kami pergi dengan tangan hampa,
Tutup catatan kami dengan amal terbaik,
Hingga Engkau ridha, hingga surga menyapa.