Sabtu, Maret 15, 2025
No menu items!
spot_img

PUISI: Doa Puasa, Cahaya Hati, dan Ekonomi

spot_img
Must Read

Doa di Pagi yang Mulia

Di pagi Sabtu yang penuh cahaya,
Kupanjatkan doa dengan jiwa yang hampa.
Ya Allah, Engkau Yang Maha Kuasa,
Ampunilah dosa kami dan keluarga.

Orang tua yang tulus membimbing langkah,
Saudara dan sahabat yang setia di samping,
Limpahkan rahmat-Mu tiada terbilang,
Agar hidup kami penuh berkah dan tenang.

Anugerahkan umur yang bermanfaat,
Sehat, selamat dalam setiap jejak,
Bimbinglah hati di jalan yang lurus,
Agar tak tersesat, tak mudah rapuh.

Jadikan kami insan yang bersyukur,
Tak lalai atas nikmat-Mu yang makmur,
Kebaikan dunia dan akhirat kami pinta,
Lindungi kami dari siksa yang nista.

Ya Allah, hanya kepada-Mu kami berserah,
Dalam doa, dalam harap yang tak pernah lelah.

Puasa dan Kejujuran

Di sunyi malam, dalam hening jiwa,
Puasa mengajarkan makna setia,
Tak ada mata yang mengawasi raga,
Namun hati berbisik: Tuhan melihat semua.

Saat dahaga menguji keteguhan,
Saat lapar menggoda keimanan,
Di tempat sepi tanpa pengawasan,
Tetaplah jujur, meski tak ada yang melihat badan.

Lihatlah dunia, penuh kepalsuan,
Janji diucap, dusta bersamaan,
Jabatan, harta, dan kekuasaan,
Menjadi alasan menukar kebenaran.

Manusia berlomba, mengejar dunia,
Tak peduli halal, tak peduli haramnya,
Padahal langit mencatat setia,
Setiap dusta, setiap noda.

Rasul telah bersabda lama,
Akan datang masa yang gulita,
Harta dicari tanpa peduli cara,
Halal dan haram tak lagi terasa.

Lalu bagaimana dunia diselamatkan?
Jika hukum tak lagi menakutkan,
Maka agama harus ditanamkan,
Agar nurani tetap bertahan.

Puasa mengajar kejujuran hati,
Melatih diri, menyadari Ilahi,
Bila sebulan telah terlatih nurani,
Jujurlah selalu, di segala sisi.

Jika jujur mengisi lembaga,
Jika amanah menjadi budaya,
Tak akan ada korupsi meraja,
Tak ada suap, tak ada dusta.

Maka, jadikan Ramadan cahaya,
Bukan sekadar lapar semata,
Tapi madrasah bagi jiwa,
Agar hidup penuh berkah-Nya.

Ya Allah, anugerahkanlah keteguhan,
Jadikan kami insan penuh kejujuran,
Hingga dunia tak lagi kelam,
Hingga hidup penuh kedamaian.

Qana’ah, Cahaya Hati

Jangan kau genggam dunia terlalu erat,
Ia fana, cepat berlalu dan penat,
Hari ini megah di singgasana,
Esok terlupa dalam nestapa.

Imam As-Syafi’i berbisik lembut,
Kurangi dunia, agar akhirat tak surut,
Sebab kesenangan di sini semu,
Hanya titipan, bukan hak mutlakmu.

Lihatlah hamba yang rendah hati,
Tak terpaut gemerlap duniawi,
Qana’ah bersemayam di sanubari,
Syukur terucap, hati pun damai abadi.

Allah telah berfirman nyata,
“Jangan berlebih dalam hidupmu, wahai manusia.”
Makan dan minumlah secukupnya,
Tapi jangan serakah, jangan terpedaya.

Ada yang rezekinya lapang terbuka,
Ada yang sempit dalam takdir-Nya,
Namun semua telah Dia atur sempurna,
Tak perlu iri, tak perlu nestapa.

Nabi pun bersabda penuh hikmah,
Jadilah wara’, abdi yang bertakwa,
Jadilah qana’ah, insan yang bersyukur,
Hidup tenteram, hati pun makmur.

Dengki meracuni jiwa yang lemah,
Gelisah menghantui hati yang gundah,
Namun qana’ah bagaikan cahaya,
Menerangi hidup dengan penuh makna.

Ibnu Mas’ud mengingatkan kita,
Jangan cari ridha manusia,
Bila murka Tuhan kau anggap tiada,
Sungguh, hidupmu akan binasa.

Maka genggamlah harta di tangan,
Jangan kau simpan di dalam iman,
Sebab kekayaan sejati bukan dalam timbunan,
Tapi di hati yang penuh kepuasan.

Ya Allah, jadikan kami hamba yang setia,
Qana’ah dalam segala yang Kau anugerah,
Kurangi dunia dari genggaman raga,
Agar akhirat tak menjadi lara.

Pedagang Qur’ani dan Cahaya Ekonomi

Dalam fajar yang bening suci,
Al-Qur’an bersinar memberi arti.
Bukan sekadar bait ayat tersaji,
Tapi tuntunan bagi bumi dan langit tinggi.

Kapitalisme melaju rakus,
Membelah dunia dengan tamak halus.
Di tangannya laba berlipat ganda,
Riba, curang, semua terlupa.

Komunisme pun berdiri lantang,
Menghapus milik, membagi lapang.
Namun merenggut hak insan,
Mencipta jiwa tanpa kebebasan.

Tapi Islam tak condong ke dua,
Mengajarkan adil dalam bekerja.
Pemilik berhak mengisi pundi,
Namun tak lalai berbagi rizki.

Lihatlah Muhammad sang Al-Amin,
Berdagang jujur, tak membebani.
Harga pokok ia ungkap terang,
Suka sama suka, bebas curang.

Pasarnya tumbuh di Madinah,
Menepis riba, mengusir resah.
Bukan monopoli, bukan tirani,
Namun adil, berkah, penuh harmoni.

Baitul Mal pun tegak bersemi,
Bukan sekadar menimbun materi.
Namun menata, membagi seimbang,
Agar tak ada yang jatuh malang.

Maka, wahai jiwa yang berpuasa,
Sucikan rizki, jernihkan asa.
Hindari riba, jauhi curang,
Agar berkah tak lekang dan hilang.

Di akhir Ramadhan, kita berharap,
Bukan sekadar lepas dahaga dan lapar.
Namun menyambut Syawal nan cerah,
Dengan taqwa yang tegak dan kukuh menyebar.

spot_img

Konspirasi Yahudi: Jatuh Bangunnya Napoleon dan Strategi Licik Rothschild dalam Mengakuisisi Bisnis Inggris

JAKARTAMU.COM | Napoleon Bonaparte sukses menjadi Kaisar Prancis dari tahun 1804 sampai tahun 1814 atas sokongan Konspirasi Yahudi Internasional....

More Articles Like This