Doa Pagi di Hari Selasa
Ya Allah, Sang Pengasih tiada tanding,
Yang kasih-Mu mengalir bening tak henti mengalun,
Di pagi Selasa yang teduh dan hening,
Kami menadahkan tangan dengan hati yang terundun.
Limpahkan ilmu-Mu yang luas membahana,
Agar kami paham, bijak, dan tak terpedaya,
Berikan rezeki-Mu yang halal dan penuh makna,
Agar langkah kami terjaga di jalan yang Engkau ridai setiap masa.
Jadikan pagi ini gerbang segala kemudahan,
Hapuskan kusut, ringankan beban perjalanan,
Kelancaran hidup semoga jadi kenyataan,
Dengan cahaya petunjuk dalam setiap keputusan.
Sembuhkan yang kini diuji tubuh dan jiwa,
Bangkitkan semangat mereka dengan kasih-Mu yang nyata,
Tukar perih menjadi pelita,
Agar kembali sehat, kembali ceria.
Wahai saudara, pagi ini mari kita mulai,
Dengan niat tulus dan tekad tak letih,
Semoga setiap langkah mengukir prestasi,
Disertai sukses yang datang bersih dan berseri.
Ya Allah, tuntunlah kami hari ini dan esok nanti,
Agar hidup ini jadi ladang amalan yang Kau terima pasti.
Lari dari Dunia, Dikejar oleh Mati
Berlari manusia dengan dada memburu,
Mengejar dunia yang semu dan rapuh membatu,
Di balik tembok-tembok megah ia sembunyi,
Tak sadar maut mengekor tanpa jeda, tanpa henti.
Benteng tertinggi tak sanggup menghalau,
Ketetapan Ilahi tak bisa dibelokkan walau,
Firman-Nya tegas, tak bisa dibantah,
Kematian pasti datang, walau engkau pasang seribu tabah.
Dunia hanyalah fatamorgana indah,
Gemerlapnya mampu butakan mata basah,
Padahal hidup hanya sebentar—sejengkal napas,
Umur umat: enam puluh atau tujuh puluh lepas.
Wahai saudaraku,
Jangan tertipu oleh singgasana palsu,
Ingatlah maut, si pemutus segala rasa,
Yang menyempitkan tawa, dan melapangkan duka.
Ia datang tak menunggu kita bertaubat,
Ia mengetuk, walau kita tak sempat,
Maka siapkan bekal: iman, amal, dan niat,
Agar saat dijemput, jiwa tak lagi tersesat.
Manusia—makhluk aneh dan letih,
Berpaling dari mati, padahal ia tak pernah bersih,
Mengejar dunia yang tak bisa dimiliki,
Dan melupakan akhirat yang pasti dimiliki.
Ingatlah,
Mayit diiringi tiga: amal, harta, dan keluarga,
Dua kembali, satu tinggal setia,
Amal itu teman abadi, yang terus bersama.
Wahai saudaraku,
Jangan tunda amal karena angan,
Hidup tak menunggu kau sempat membenarkan,
Bisa jadi besok bukan milikmu,
Dan pintu taubat tertutup tanpa ragu.
Siapkanlah diri untuk Sang Kekasih Abadi,
Dengan amal yang shalih, hati yang suci,
Karena hanya yang jernih dapat kembali,
Menghadap Allah, penuh ridha, tanpa rugi.
Bukan Dunia Tujuan Akhir
Dunia bukan tempat bersandar,
hanya perhentian, bukan pelabuhan sadar.
Ia memoles janji dengan kilau semu,
menggoda hati yang mudah terbuai waktu.
Ia memesona laksana cahaya senja,
indah sesaat, lalu sirna.
Banyak yang mengejarnya tanpa jeda,
hingga lupa bahwa akhiratlah rumah sesungguhnya.
Lihatlah manusia yang gelisah tak sudah,
menyulam hari demi harta yang megah.
Padahal waktu terus beringsut pelan,
membawa dunia kian dekat ke pelupaan.
Ayat suci bersuara lembut menegur,
bahwa dunia hanya permainan dan hiburan yang hancur.
(Q.S. Al-Ankabut: 64 menjadi saksi,
bahwa akhiratlah kehidupan sejati).
Rasul bersabda dengan cinta yang dalam,
“Dunia itu indah, namun penuh jebakan yang kelam.”
Berhati-hatilah, wahai jiwa yang merindu terang,
sebab tak sedikit yang karam di pelukan gemerlapnya yang bimbang.
Mereka yang mabuk akan kilau fana,
lupa pada tugasnya sebagai hamba.
Tertipu oleh nikmat yang menawan mata,
hingga lupa jalan pulang menuju surga.
Dunia bukan tujuan, hanya kendaraan,
bukan tempat tinggal, tapi perjalanan.
Gunakan ia untuk taat, bukan terlena,
jadikan ia titian, bukan jebakan dosa.
Ya Allah, anugerahkan kami rida-Mu yang lapang,
rahmat dan berkah yang terus bertandang.
Ampuni dosa-dosa kami yang dalam,
berikan rezeki halal, umur berkah, hati yang tenang.
Bimbing kami melintasi dunia yang menipu,
agar tak tertinggal dari kafilah yang menuju-Mu.
Karena kami tahu, dan kami ingin tahu,
bahwa hanya kepada-Mu akhir segala rindu.
Catatan yang Tak Pernah Lalai
Di hari itu, lembaran dibuka,
tak satu titik pun luput terbaca.
Langit membisu, bumi bersaksi,
segala jejak tertulis rapi.
Wahai jiwa yang dulu pongah berdiri,
di hadapan Kitab, kini kau gemetar sendiri.
Tiada dusta yang sempat diselipkan,
tiada topeng yang bisa dipertahankan.
“Celaka!”—teriak yang tak bisa dibendung,
dari mulut yang dulu gemar memanipulasi untung.
“Apa gerangan Kitab ini?”
segala kecil dan besar, dicatat tanpa alpa sebiji.
Tak ada ruang sembunyi di balik pangkat,
tak bisa berlindung di balik kekuasaan yang rapuh dan sesat.
Yang biasa kau suruh, kini menatap dingin,
masing-masing tenggelam dalam hisab yang memilin.
Ya Rabb, Engkau Maha Teliti dan Maha Adil,
tak pernah Engkau lalai, tak pernah Engkau khilaf sekecil.
Setiap niat, setiap langkah,
Engkau hisab dengan timbang yang tak pernah lelah.
Di dunia, kami begitu piawai bersandiwara,
namun di sana, semua topeng tak lagi berguna.
Segala rekayasa runtuh tak bersisa,
di hadapan Cahaya yang tak bisa dicurangi mata.
Ya Allah ya Rabb, tuntun kami di jalanMu yang terang,
jauhkan kami dari sesatnya hawa nafsu yang garang.
Jangan biarkan kami menyimpang walau sejenak,
karena sesat walau sebentar, bisa mengantar ke celaka yang lebat.
Hanya kepadaMu kami berserah dan memohon daya,
karena tiada penolong selain Engkau yang Maha Kaya.
Dengarkanlah doa yang kami lantun dari hati yang gentar,
dan kabulkanlah, wahai Pemilik segala yang benar.