Sabtu, April 19, 2025
No menu items!

PUISI: Hati yang Mati, Istidraj dalam Ilmu, dan Racun Amal

Must Read

Doa di Hari Jumat

Ya Allah, ya Rabb, penguasa langit dan bumi,
Pada Jumat yang mulia ini, kami datang penuh harap dan sunyi.
Ampunilah dosa kami, terangilah hati yang kelam,
Juga dosa kedua orang tua kami—cahaya hidup dalam diam.

Limpahkan rahmat bagi keluarga dan sahabat terkasih,
Yang bersama kami meniti jalan menuju kasih-Mu yang bersih.
Karuniakan umur yang membawa manfaat,
Langkah yang selamat, tubuh sehat wal afiat.

Tunjukkanlah kami jalan lurus yang Engkau ridhoi,
Jauh dari sesat, dari gelap yang menodai.
Jadikan kami hamba yang pandai bersyukur,
Atas setiap detik nikmat yang tak pernah luntur.

Berikanlah kebaikan dunia yang penuh berkah,
Dan kebaikan akhirat yang tak pernah punah.
Jauhkan kami dari panas api neraka yang menyala,
Dari fitnah dunia, kubur, dajjal, dan ujian yang menggerogoti jiwa.

Akhirilah hidup kami dalam sebaik-baik keadaan,
Dalam sujud, dalam dzikir, dalam ketundukan dan kesadaran.
Anugerahkan husnul khatimah di akhir napas kami,
Saat ruh terlepas, menuju keabadian abadi.

Cukupkan bekal untuk perjalanan yang pasti,
Ketika Kau panggil, biarlah hati ini tak lagi sunyi.
Dan dengan ridha-Mu, izinkan kami bertemu,
Dengan-Mu yaa Allah… dan dengan Rasul-Mu.

Hati yang Mati, Jiwa yang Sunyi

Saudaraku,
Pernahkah kau rasakan luka,
Namun tak perih menusuk dada?
Itulah hati yang kehilangan rasa,
Dibalut dosa, tak lagi bersuara.

Kala maksiat jadi pakaian biasa,
Langkah tertatih, tapi tetap bangga.
Hati membatu, jiwa membisu,
Seolah jalan lurus tak lagi perlu.

“Tak apa, darurat,” katanya lirih,
Lupa halal-haram, makin tersisih.
“Tak enak menolak,” alasannya lunak,
Padahal neraka menanti di balik gerak.

“Kan cuma sekali,” bisik syahwat,
Namun sekali jadi deret tak tamat.
Kebaikan masa lalu dijadikan tameng,
Sementara dosa terus melenggang.

Saudaraku,
Hilangnya sensitivitas bukan sekadar luka,
Ia adalah kematian jiwa perlahan tak terasa.
Dosa makin deras,
Taubat makin lemas.

Ayat-Nya berkata lantang,
“Musibahmu karena tanganmu sendiri mencang.”
(QS. Asy Syuraa: 30)
Namun kita lebih suka menyangkal,
Tak sadar hati makin karam, makin dangkal.

Dan bila Allah sudah menghinakan,
Siapa yang sanggup memuliakan?
(QS. Al Hajj: 18)
Walau dunia memberi gelar dan sanjungan,
Di langit, ia makhluk kehinaan.

Ada pula yang bangga mencetak maksiat,
Lalu dipamerkan dalam status dan syiar sesat.
Padahal Allah telah menutupinya semalam,
Namun pagi datang, aibnya dibentangkan terang.

Dosa membuat taubat menjadi dongeng,
Lidah mengucap, tapi hati berlenggang.
Bila setengah hati mati,
Setengah lainnya pun segera sunyi.

Saudaraku,
Jangan biarkan hatimu membatu,
Basuhlah ia dengan air rindu,
Kepada-Nya, Sang Pemilik cahaya,
Yang mampu menumbuhkan kembali rasa.

Mohonlah hidayah agar tetap terjaga,
Dalam istiqamah, jauh dari nista.
Rawatlah sensitivitas dengan iman yang nyata,
Agar kita tidak tenggelam dalam gelap selamanya…

Aamiin, ya Rabbal ‘Alamiin.

Istidraj dalam Ilmu

(Puisi tentang Ilmu yang Tak Membekas)

Ilmu bukan hanya suara dalil,
yang fasih dibaca di majelis indah,
bukan semata rajutan kata yang terampil,
jika tak meresap ke jiwa yang lelah.

Ada yang tekun menyimak setiap ayat,
hadir di taman surga berkali-kali,
namun akhlaknya tetap tak berubah erat,
seperti tanah keras menolak cahaya pagi.

Ia berkata dengan bahasa para ulama,
tapi lisannya tajam pada sesama,
ilmu yang harusnya jadi cahaya mulia,
malah menjadi bara dalam dada yang hampa.

Ilmu seharusnya menumbuhkan takut,
membuat lutut gemetar saat malam sunyi,
namun ada yang ilmu justru menjadi selimut,
menyembunyikan hati yang tak lagi suci.

Apalah arti ilmu yang luas
jika amal tak pernah mekar dari akar?
Ia hanya bayang yang melintas deras,
tanpa jejak, tanpa getar.

Waspadalah wahai penuntut ilmu,
jika majelis tak lagi menumbuhkan malu,
jika engkau merasa tinggi dari yang lain,
mungkin itulah istidraj yang halus dan pilu.

Istidraj dalam ilmu bukan sekadar ujian,
ia jebakan halus yang tak terasakan,
bisa jadi engkau bicara tentang iman,
tapi hatimu jauh dari ampunan Tuhan.

Ilmu yang tak menjadi petunjuk hidup,
akan mengarahkan pada kehancuran,
seperti kapal megah yang akhirnya karam,
karena sombong menolak arah pelabuhan.

Tundukkan hati sebelum bicara,
rendahkan diri sebelum menyampaikan,
sebab ilmu adalah amanah mulia,
bukan topeng untuk mencari pujian.

Ya Allah, jadikan ilmu kami cahaya,
yang menerangi laku dan rasa,
hindarkan kami dari istidraj yang buta,
dan dekatkan kami pada rahmat-Mu semesta.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَالِمِينَ الْعَامِلِينَ
Ya Allah, jadikan kami bagian dari orang-orang berilmu yang mengamalkannya,
bukan hanya penghafal,
tapi penyala pelita dalam kegelapan dunia.

Riya dan Sum’ah, Racun Amal

Dalam sunyi amal kubangun niat,
berharap cahaya, bukan sekadar syarat,
namun bisik dunia menggoda hangat,
menggugah hati tuk mencari hormat.

Riya, sang topeng berwajah manis,
menyusup dalam amal yang tampak tulus,
tak butuh pedang, tak bersuara lirih,
cukup pujian tuk membakar yang mulus.

Ia bagaikan bayang dalam cahaya,
berkilau indah tapi tak nyata,
amal terhias, namun fana,
karena bukan Allah tujuan pertama.

Sum’ah, saudaranya yang senyap menyiksa,
mengharap kabar tersebar di telinga manusia,
amal disiarkan, disusun cerita,
agar pujian datang tanpa jeda.

Ia tidak berdiri di atas cinta Ilahi,
tapi di atas ego yang haus dipuji,
bibir bercerita, hati berbangga,
padahal pahala perlahan sirna.

Keduanya—riya dan sum’ah—halus menipu,
syirik kecil yang memotong restu,
amal yang megah serupa debu,
gugur sebelum sampai pintu.

Wahai jiwa, beningkan niatmu kembali,
hilangkan haus akan pujian manusiawi,
sebab ridha Allah tak bisa dibeli,
dengan sorot mata atau sanjungan basi.

Ikhlaslah seperti akar yang tersembunyi,
menopang pohon tanpa perlu dipuji,
cukup Allah yang tahu dan menyaksikan,
biarlah manusia tak mengerti amalan.

Bila niat telah lurus terpatri,
pujian tak akan menggoyang hati,
karena amal yang murni dari ilahi,
tak butuh saksi kecuali Rabbi.

Jangan biarkan amal jadi sia-sia,
karena haus dikenal dunia fana,
lebih baik tak terkenal di mata manusia,
asal dicatat indah di Lauhul Mahfuz sana.

Ya Allah, bersihkan niat di dada,
tuluskanku beramal hanya karena-Mu semata,
hindarkan dari riya dan sum’ah yang fana,
agar amal ini tak jatuh sia-sia.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَعْمَالَنَا خَالِصَةً لِوَجْهِكَ الْكَرِيمِ
Ya Allah, jadikanlah amal kami tulus hanya untuk wajah-Mu yang mulia,
bukan untuk pujian, bukan karena nama,
tapi karena cinta, dan hanya karena-Mu semata.

UM Bandung Tebar Informasi Kampus dan Ragam Beasiswa Menarik di Pekanbaru

PEKANBARU, JAKARTAMU.COM | Setelah merampungkan rangkaian promosi pendidikan di Kalimantan Timur, Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung kembali bergerak ke barat...
spot_img

More Articles Like This