Senin, Februari 24, 2025
No menu items!

PUISI: Jangan Ganggu Kemiskinan Kami

Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

Di sudut dapur yang nyaris redup,
ibu menatap tungku yang hampir lumpuh.
Api kecil mengeluh lirih,
dalam nyala yang nyaris punah.

Tabung hijau, sekarat di pojok,
seperti harapan yang kian robek.
Di warung-warung, kosong melompong,
gas melon hilang, entah ke mana terbang.

Peta Retak di Bawah Kuku Logam

Di peta kau gambar garis api,
ambisi buta yang menggurita
Gaza bukan angka di meja judi,
atau karung pasir untuk diplonco!

Kau tebas mimpi dengan sekop kontrak,
mengubur suara dalam timah berbisik.
Tanganmu menggapai, tapi tanah ini
bukan mayat yang diam di peti diplomasi.

Di sini, langit pecah oleh senyapmu yang gaduh:
badai dolar menggerus dinding-dinding doa.
Kau kira laut akan diam saat kau tebarkan garam,
lupa bahwa ombak tak pernah tunduk pada palu arloji!

Gaza bukan puing yang bisa kau klaim,
ia akar yang merambat di retakan sejarah
setiap butir debunya menyimpan teriakan
yang tak bisa kau beli dengan bendera palsumu.

Kami adalah nisan yang bangkit dari kubur debu,
menyulap gentong air menjadi meriam sunyi.
Di setiap dinding retak, kami tuliskan:
“Keadilan takkan mati!”

Jangan kau kira ceceran minyak di meja rapat
bisa mengelabui matahari yang tenggelam
burung-burung camar di pantai kami
masih terbang membawa nama-nama yang kau hapus.

Kau boleh runtuhkan tiang-tiang,
tapi langit tetap dipikul oleh yang tak kau lihat:
gigi-gigi bintang yang menggigit malam,
dan tangan-tangan kecil yang merajut fajar.

Di jalanan, seorang bapak berseru,
suara getir menembus kelabu:
“Jangan ganggu kemiskinan kami,”
“biarkan kami bernapas di ruang sempit ini.”

Kami tak butuh janji berkilau,
jika perut kami tetap merintih.
Kami tak ingin pundi gemilang,
jika dapur kami sunyi, hampa tak berasap.

Miskin ini sudah cukup perih,
tak perlu lagi ditambah pedih.
Bila kami bukan bagian dari pesta,
setidaknya jangan diusir dari meja.

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (14)

Batas yang Tak Terlihat Oleh: Sugiyati Suara itu menggema, seolah datang dari seluruh penjuru gua yang gelap. Setiap kata yang...

More Articles Like This