Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Bismillahirrahmanirrahim, seruan hati memulai,
Usia berjalan, tak seorang tahu di mana ia berhenti.
Detik-detik rahasia, tersembunyi dalam genggaman Ilahi,
Namun hidup ini, nyawa berharga yang tak boleh tersia.
Saat tangan mulai lemah menggenggam dunia,
Allah ajarkan, lepaskan cinta fana.
Harta dan kilau tak lagi bermakna,
Hanya sisa waktu untuk-Nya yang bernilai nyata.
Ketika mata mulai kabur, buram pandangan,
Allah mencerahkan hati untuk menatap keabadian.
Dunia yang semu, perlahan kehilangan warna,
Namun akhirat bersinar di ufuk jiwa.
Gigi yang gugur, senyap dan bisu,
Mengingatkan tanah yang akan kita tuju.
Di sana kita rebah, dalam keheningan abadi,
Melepas semua gengsi, hanya ruh yang kembali.
Tulang yang lemah, sendi yang mulai rapuh,
Mengisyaratkan nyawa di ambang peluh.
Tak lama lagi, waktu akan berpulang,
Dan kain putih akan menyelimuti tubuh yang terbaring.
Rambut yang memutih, tanda waktu merambat,
Seperti kafan yang kelak menyapa dengan lembut.
Begitu hati, semakin sepi, menjauh dari hiruk dunia,
Allah mendidik, hanya Dia tempat hati bertaut sempurna.
Duhai usia, engkau kian menipis di tangan,
Namun makna hidup justru semakin terang.
Manusia terbaik, bukan yang menggenggam dunia,
Tapi yang waktunya penuh untuk surga.
Wahai jiwa, jangan kau lengah dalam langkah,
Isi hari dengan amal yang takkan patah.
Karena waktu adalah titipan yang fana,
Namun amal adalah bekal menuju bahagia selamanya.