Tawakal: Jalan Sunyi Menuju Cukup
Bismillahirrahmanirrahim, kuletakkan bebanku di pangkuan langit,
Di sanalah harap berlabuh, saat akal dan tenaga mulai sempit.
Kepada-Mu ya Allah, segala urusan kupasrahkan,
Karena kutahu, Engkaulah yang menggenggam segala jawaban.
Tawakal bukan diam dalam pelataran doa,
Tapi langkah yang tegap, meski hasil tak serta-merta menyapa.
Ia bukan berarti melepaskan biduk dari layar,
Melainkan berlayar, lalu pasrah pada arah angin yang benar.
Dalam janji-Mu, kutemukan ketenangan yang hening,
“Bukankah Allah cukup bagi hamba-Nya?” — kalimat itu menggema tak henti di dinding-dinding.
Seperti burung yang pergi dalam lapar dan pulang kenyang,
Begitulah hidup bila hatinya bertumpu pada-Mu sepanjang siang dan malam panjang.
Tawakal adalah iman yang diam-diam bekerja,
Ia tidak gaduh, tapi mengakar kuat di dada yang percaya.
Saat tak ada yang sanggup menenangkan,
Tawakal hadir sebagai pelipur yang tak bisa dipatahkan.
Tiga langkahnya bagaikan tangga cahaya:
Meyakini bahwa Allah Mahakuasa atas segalanya,
Berikhtiar sepenuh tenaga,
Dan berserah, saat takdir menampakkan rupa yang tak kita duga.
Ia bukan pengganti usaha, tapi penyempurna harap,
Ia bukan menanti, tapi menjemput dengan tekad yang mantap.
Hati yang tawakal tak terikat pada makhluk fana,
Karena ia tahu, segala pintu hanyalah jalan menuju Yang Esa.
Tawakal adalah seni mencintai hasil yang belum tampak,
Karena hati sudah lebih dulu pasrah pada apa pun yang ditakdirkan menginjak.
Ia adalah sebaik-baiknya pakaian keimanan,
Tanda bahwa kita tak hanya percaya, tapi benar-benar berpegang pada Tuhan.
Wahai jiwa yang masih bimbang dalam badai,
Peluklah tawakal sebagaimana Ibrahim dalam kobar tak mengeluh pada yang lain.
Karena siapa yang bertawakal, Allah akan mencukupinya,
Dan siapa yang menyerah kepada dunia, takkan pernah benar-benar memiliki dunia itu juga.
Wallahu a’lam bishawab…
Dalam tawakal, segalanya menjadi cukup,
Meski yang datang belum tentu banyak,
Namun yang terasa—pasti berlimpah, dan tak pernah tandus.
Doa di Ujung Senin
Ya Allah… Ya Rahman, Ya Rahim nan Maha Kasih,
Bukalah pagi Senin ini dengan cahaya penuh berkah bersih.
Lembutkan langkah kami dalam ridha-Mu yang meruah,
Hingga setiap hembusan napas pun berselimut barokah.
Ya Allah…
Lepaskan simpul ragu dari jejak yang hendak kami tapaki,
Luruskan niat, mudahkan niaga, rahmati jalan rezeki.
Tautkan kami dalam lindung-Mu yang tanpa batas,
Bersama keluarga, saudara, sahabat—dalam iman yang tulus menegas.
Ya Rabb…
Arahkan pandangan kami hanya pada kebenaran,
Agar mata ini tidak silau oleh fatamorgana dunia yang menyesatkan.
Lidah ini tuntunlah tuk berbicara jujur dan santun,
Menjadi jembatan damai, bukan bara yang menyulut lara dan pun.
Ya Allah…
Gerakkan tangan ini tuk jadi sebab pertolongan,
Dan kaki ini jadikan kendaraan menuju rumah-Mu dalam kerinduan.
Biarlah tiap langkah bukan sekadar gerak,
Namun perjalanan menuju cahaya, bukan arah yang gelap dan retak.
Ya Rozzaq…
Turunkan rezeki dari penjuru langit dan bumi-Mu yang luas,
Yang halal, baik, mengalir tanpa putus dalam pelukan ikhlas.
Agar kami pun bisa menjadi pelipur,
Bagi mereka yang menunggu harapan datang mengetuk pintu sabar.
Ya Allah…
Warnai hidup kami dalam pelangi kasih dan damai,
Di antara keluarga, saudara, sahabat—tanpa dengki dan angin amarah yang menderai.
Jadikan kami mozaik cinta dalam ukhuwah yang kukuh,
Saling menopang saat dunia runtuh.
Ya Allah…
Angkat derita dari tubuh yang lelah dan lusuh,
Sembuhkan dengan kasih-Mu yang tak pernah patah dan rapuh.
Tuk sisa umur, karuniakanlah makna yang tak fana,
Agar hidup bukan sekadar ada, tapi menjadi cahaya yang menyapa.
Ya Rabb…
Ijinkan kami menutup lembar kisah ini dengan husnul khotimah,
Bukan dengan tangis penyesalan atau langkah yang salah arah.
Pertemukan kami di Surga-Mu yang kekal nan megah,
Dalam peluk kasih abadi tanpa sedih dan resah…
Terima kasih, Ya Allah…
Aamiin… Aamiin… Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin…
Jangan Ikuti Tanpa Ilmu
Jangan kau langkahkan kaki dalam gelap,
Tanpa lentera ilmu yang menuntun tepat.
Sebab setiap dengar, lihat, dan rasa,
Kan ditanya oleh-Nya—tak akan terlewatkan masa.
Ilmu bukan sekadar lafaz dan suara,
Ia cahaya yang memecah gulita.
Tanpa ilmu, niat seindah sutra,
Bisa berubah jadi jaring dusta.
Ilmu yang bermanfaat—itulah mahkota,
Yang dibawa Nabi, dari Wahyu yang nyata.
Kitabullah dan sunnah jadi pangkal utama,
Menjadi benteng dari fitnah dunia.
Tiadakah kau dengar sabda mulia:
“Menuntut ilmu itu fardhu bagi kita…”
Bukan hanya tuk para ulama,
Tapi bagi setiap jiwa yang percaya.
Berlindunglah dari ilmu yang tak memberi cahaya,
Yang hanya menyesakkan dada dan menyuramkan langkah fana.
Dari hati yang beku tak tersentuh asa,
Dari jiwa rakus, dan doa yang sia-sia.
Ada kebodohan yang sadar akan luka,
Ia haus ilmu, rela direndah demi makna.
Namun lebih ngeri yang tak merasa buta,
Merasa tahu—padahal sesat arah dan makna.
Itulah jahil murakkab, benalu di ladang kebenaran,
Yang menolak ilmu tapi mengaku berwawasan.
Lalu berseru lantang, menyulut kerusakan,
Padahal yang ia perbuat—lebih banyak mudharat dari kebaikan.
Bukan semua yang bersuara berarti tahu,
Bukan setiap kata layak jadi acuan satu-satu.
Pemimpin tanpa ilmu? Laksana kapal tanpa arah tuju,
Menggiring penumpang ke jurang tanpa ragu.
Wahai saudaraku, mari bangkit dan lawan,
Kejahilan yang sembunyi dalam pakaian keimanan.
Baca Qur’an, tafsirkan ayat kejadian,
Tanyakan, dengar, jangan enggan bertanya kebenaran.
Karena jalan keselamatan tak bisa ditawar,
Hanya ilmu yang mampu jadi kompas benar.
Jangan jadi hamba yang sibuk berbuat,
Tapi sesat dalam arah, menebar mudarat.
Semoga Allah tetapkan kita dalam cahaya,
Dengan ilmu yang menuntun hingga surga terbuka.
Jangan ikuti yang tanpa dasar dan nyata,
Karena ridha-Nya tak hadir lewat sangka belaka.
Pemberontak Abadi
Sebuah Puisi tentang Iblis dan Kesombongan
Dengarlah, ketika Sang Maha berfirman,
“Rukuklah kalian pada Adam, insan!”
Malaikat bersujud, patuh sempurna,
Tapi satu durhaka, membelakangkan cahaya.
Dari jin ia lahir, bukan dari api mulia,
Tapi angkuh meraja, menolak titah Ilahia.
“Pantaskah kau jadikan ia pemimpinmu?”
Ketika Tuhan sendiri telah memilihmu?
Musuh yang nyata, tapi kau puja,
Mengganti Yang Hak dengan dusta.
Oh, manusia, alangkah zalimnya dirimu,
Menukar surga dengan neraka yang jelas itu.
Ia berbisik, merayap dalam nafas,
Menghias dusta bagai mutiara yang indah.
Kau kira ia sahabat, padahal penggali kubur,
Menggantikan iman dengan racun yang manjur.
Tidakkah kau lihat? Ia tak pernah jujur,
Janjinya fatamorgana, tipuan yang licur.
Setiap langkahmu ia ukir dosa,
Hingga kau lupa jalan pulang ke surga.
Maka waspadalah, hai anak Adam,
Jangan kau telan buaian si pengkhianat alam.
Tuhanmu lebih dekat dari urat lehermu,
Tapi iblis lebih lihai mencuri imanmu.
Pilih jalan mana? Yang terang atau kelam?
Surga yang abadi atau neraka yang menyesal?
Sebab iblis takkan pernah berhenti,
Hingga kau jadi teman setianya di api.
Tapi ingat, rahmat Tuhan lebih luas,
Daripada dosa-dosa yang kau kumpulkan bekuas.
Bertaubatlah sebelum matahari terbit dari barat,
Sebelum penyesalan tak lagi berarti.