JAKARTAMU.COM | Pakar tafsir Prof Dr Muhammad Quraish Shihab memaparkan dinamika perkembangan metodologi tafsir Al-Qur’an dalam Konferensi Mufasir Muhammadiyah II di Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta.
Dia menekankan perubahan pendekatan tafsir yang berkembang seiring kebutuhan masyarakat. ”Pendekatan tafsir itu menyesuaikan kemampuan manusia dalam memahami firman Allah,” ujarnya.
Quraish Shihab menjelaskan, tafsir bil ma’tsur atau berdasarkan riwayat Rasulullah, sahabat, dan tabi’in menjadi metode pertama dalam sejarah penafsiran.
Baca juga: Muhammadiyah Targetkan 51% Saham ACMU Sebelum Muktamar 2027
Seiring perkembangan zaman dan kompleksitas kebutuhan, muncul tafsir bil ra’yi. Tasfir ini memberi titik tekan pada pemikiran rasional, seperti tafsir berbasis bahasa, sejarah, dan kemasyarakatan.
”Masalah masyarakat berkembang. Kita perlu mencari tafsir yang benar-benar dibutuhkan,” katanya.
Ia menyoroti tafsir maudhu’i atau tematik yang lahir dari pertanyaan spesifik manusia. Prinsipnya, jelas Quraish, adalah “tanyakan pada Al-Qur’an apa yang ingin Anda tahu,” sebagaimana pesan Sayyidina Ali.
Namun, ia mengingatkan bahwa tidak semua pertanyaan manusia memiliki jawaban eksplisit dalam Al-Qur’an. Dia mencontohkan di antaranya adalah teori evolusi.
Tafsir Maqasidi
Lebih jauh Quraish memperkenalkan tafsir maqasidi. Ini adalah metode yang berfokus pada tujuan atau maksud Al-Qur’an. Pendekatan ini menekankan pemahaman setiap surat untuk menyingkirkan penafsiran yang melenceng.
“Dengan mengetahui maksudnya, kita dapat memahami ayat sesuai tujuan tambahan,” sambil mengutip pandangan Syekh Muhammad Al-Ghazali.
Baca juga: Konferensi Mufasir Muhammadiyah II: Sinergi Ulama Selesaikan Tafsir At-Tanwir 30 Juz
Quraisy mencontohkan kata auliya dalam Surat Al-Ma’idah ayat 1. Kata ini sering disalahpahami jika hanya dilihat secara literal. Dia pun menjelaskan tafsir maqasidi mencari solusi atas problematika masyarakat.
Tafsir maqasidi, jelas Quraisy, juga menekankan pemahaman mendalam terhadap kosa kata Al-Qur’an. Misalnya, qira’ah yang berarti membaca, tilawah berarti membaca sambil mengikuti, dan tadabbur adalah memahami dampaknya.
Ia mencontohkan pendekatan Rasyid Ridha yang memberikan solusi langsung dalam tafsirnya.
Menutup pemaparannya, Quraish Shihab mengingatkan bahwa kebutuhan umat akan terus berubah seiring berjalannya waktu.
”Fokuslah pada kebutuhan zaman. Jangan ambisius, berikan solusi yang relevan. Kebutuhan kita hari ini berbeda dengan 10 tahun lalu. Tafsir harus relevan dan memberi jawaban nyata,” tutupnya.